ADDITIONAL PART 02 – UNNOTICED MEET
“IYA. BAWEL banget, gue pasti datang. Tenang aja gue udah izin.”
Vannesya meletakkan ponselnya di atas meja, setelah menerima panggilan dari Gerald—yang untuk ketiga kalinya dalam satu hari ini. Gerald selalu mengingatkan Vannesya agar datang ke acara pernikahannya yang akan diadakan besok. Gerald dan sang pujaan hatinya—Levi, akan menikah di Nusa Dua. Mereka akan menikah di tepi pantai dengan mengusung tema outdoor.
Vannesya segera beranjak dari tempat duduk ketika ada pasien yang baru datang. Ia menuntun seorang pria yang merangkul temannya yang terluka untuk duduk di atas brankar.
Dua orang pria bule itu saling menyalahkan ketika Vannesya bertanya kenapa pasien sampai terluka. Si pasien yang terluka menyalahkan temannya karena membawa motor secara ugal-ugalan. Sementara pria yang datang bersamanya tidak mau disalahkan, dia berujar mereka kecelakaan karena temannya ini terlalu bawel.
Dan setelah Vannesya bertanya lebih jauh, ternyata mereka berdua adalah kakak-beradik. Jika Vannesya tidak salah menebak, dua orang pria bule ini memiliki usia di bawahnya, karena dari wajahnya terlihat masih sangat muda.
Vannesya membersihkan lengan dan kaki pasien yang terluka lebih dulu. Sesekali pria berambut cokelat itu mengaduh sakit saat obat menyentuh kulitnya yang terluka. Untuk kaki dari pria itu tidak terlalu parah, hanya saja lengannya memerlukan tiga jahitan.
“Doc, you are so beautiful,” puji pasien yang terluka. Dia memandang Vannesya penuh pemujaan ketika Vannesya menunduk lebih dekat untuk menjahit luka di lengannya.
Vannesya mengangkat wajahnya sekilas, lalu tersenyum. “Thank you.”
Pria bule berambut cokelat itu tersenyum-senyum. “Can I have your phone number, Doc?”
Tanpa mengalihkan fokus dari lengan si pasien yang masih dijahitnya, Vannesya menjawab, “For what?”
“Of course, to get to know you better. Because I like you, Doctor!” Sesaat setelah dia mengatakan menyukai Vannesya tanpa malu, pria muda itu mengaduh kesakitan, karena kepalanya dipukul oleh pria yang datang bersamanya. Pria yang merupakan kakaknya itu mengatai adiknya gatal karena berani menggoda dokter yang baru dikenalnya, kemudian meminta maaf pada Vannesya atas sikap adiknya yang memalukan.
Vannesya yang melihat tingkah mereka berdua hanya tertawa ringan. Mengambil plester untuk merekatkan perban luka di lengan pasien, Vannesya menjawab, “Sorry … but—” Vannesya mengangkat tangan kirinya sedada, memperlihatkan jari manisnya. “I’m taken.”
Sebenarnya cincin yang melingkar di jari manisnya hanya aksesoris. Ia selalu memakai cincin itu untuk menghindari permintaan-permintaan serupa yang datang dari pria. Karena bukan hanya sekali, dua kali Vannesya mendapatkan confess serupa dari pria asing. Dan karena terlalu malas untuk meladeni lebih jauh, Vannesya hanya mengatakan kalau ia sudah ada yang punya dengan memperlihatkan cincin tersebut.
Pria muda itu mendesah kecewa. “So, I’m late? Who is the lucky man? Is he more handsome than me?”
“Hmm….” Vannesya bergumam agak panjang. Di saat yang bersamaan ia melihat Raden yang berbicara dengan suster di meja administrasi, pria itu baru saja datang ke UGD. Mendapatkan pencerahan, melalui gerakan kepalanya Vannesya menunjuk Raden, yang kemudian diikuti oleh pria muda yang diobatinya. “You can judge for yourself.”
“O—ow … ugh! He is so stunning.”
Vannesya tersenyum, ketika pria yang baru saja menggodanya malah terkesima melihat Raden.
Pangeran Raden Majaraya, sesuai namanya, pria ini mempunyai perawakan yang kharismatik. Siapa saja yang melihatnya pasti akan mengatakan hal serupa—he is so stunning.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENVELOVE [COMPLETE]
Teen FictionKarena kasus bullying, Vannesya Morris dipindahkan ayahnya ke New York. Vannesya mengira kehidupan barunya di Negeri Paman Sam tersebut akan membawa perubahan yang signifikan. Menjadi anak sekolahan yang baik dan tidak peduli dengan kehidupan New Yo...