Bab 16 : Ibu Baru?

1.2K 111 1
                                    

***
Tanda persahabatan kita bukan hanya berupa barang, tapi rasa tulus satu sama lain.

*
*
*

"Ck, ribet banget sih, Ci. Gue ada urusan ini. Lo mau bawa gue kemana sih," gerutu Letta menyenderkan tubuhnya di kursi mobil. Sejak pulang sekolah tadi, Saci menarik-narik Letta agar ikut bersamanya. Entah kemana Saci akan membawanya.

Saci menghela napas. "Gue mau ngajak lo ke rumah Nayla sama Anya, Let. Kan mereka abis menang lomba, masak kita nggak ngasih ucapan selamat sih," jawab Saci. Ia rasa kerja keras mereka perlu di apresiasi, apalagi mereka sekarang menjadi teman. Tadi waktu masih di sekolah, ia tak sempat mengucapkan selamat pada Nayla dan Anya.

Letta menghembuskan napas pasrah, terserahlah. Lagipula urusannya masih bisa ditunda. Sebenarnya ia ada rapat di markas hari ini, tapi berhubung Saci mengajaknya ke rumah Nayla dan Anya, lebih baik rapatnya ditunda untuk sementara waktu.

Mobil putih yang mereka tumpangi kini berhenti di depan sebuah toko. Belum sempat Letta bertanya pada Saci, gadis mungil yang mengenakan bandana biru langit itu sudah lebih dahulu keluar dari mobil. Dengan malas, Letta mengikuti Saci yang sekarang sudah masuk ke dalam sebuah toko kue. "Beli kue buat siapa, Ci?"

"Ooh, ini buat Nayla sama Anya. Masak kita kesana nggak bawa apa-apa sih, kan nggak enak," jawabnya kemudian menerima 2 kotak kue coklat.

"Berapa Mbak?" tanya Saci pada kasir.

"300 ribu Kak."

"Oh, bentar." Saci merogoh sakunya. Belum sempat ia mengeluarkan uang dari dompet, sebuah kartu ATM sudah disodorkan pada kasir, membuatnya menoleh pada sang pemilik kartu.

"Gue aja yang bayar, nggak usah banyak tanya, gue ikhlas," ujar Letta mengetahui wajah penuh tanya Saci. Setelah melakukan pembayaran, mereka segera keluar dari toko itu dan melanjutkan perjalanan ke rumah Nayla.

Kenapa begitu? Karena Saci hanya tau rumah Nayla, ia tak tahu dimana rumah Anya. Tapi mungkin Nayla tau dimana rumah Anya, jadi nanti dia akan bertanya padanya.

Setelah cukup lama perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah Nayla dengan selamat, Saci dan Letta menuruni mobil dan mengunjungi rumah sederhana itu. Letta terenyuh, bukan bermaksud menghina, tapi rumah ini jauh dari bayang-bayang Letta. Dia pikir, rumah Nayla sama besarnya dengan rumah yang ia tempati, terlebih melihat sikap Nayla yang cukup berani membuatnya menyimpulkan bahwa gadis atlet itu berasal dari keluarga berada. Pandangannya menyapu seluruh penjuru halaman rumah, tempat ini sangat bersih, dan ada banyak sekali bunga di samping rumah ini.

Tok tok tok!

"Assalamualaikum, Nayla, Nenek," seru Saci seraya mengetuk pintu.

Seseorang membuka pintu. "Waalaikumsalam," jawabnya. "Loh, kalian. Kalian ngapain di sini?"

"Hai, Nay. Oh iya, ini gue ada kue buat lo sama Nenek," ujar Saci menyodorkan sekotak kue pada Nayla.

Alis Nayla bertaut. "Kue? Kenapa? Perasaan hari ini gue nggak ulang tahun," herannya.

"Btw, selamat ya. Sang juara lomba lempar lembing. Kayaknya gue sekarang harus ati-ati deh kalo sama lo, jangan sampe ntar gue lagi yang lo lempar," celetuk Letta.

Nayla tertawa kecil. "Nggak gitu juga kali konsepnya, tapi bisa dicoba sih," ucap Nayla.

"Selamat, Nay," seru Saci kemudian.

"Makasih ya, oh iya sampe lupa, ayo masuk atau langsung pulang?" tawar Nayla.

Saci menggeleng. "Nggak dulu deh, Nay. Emm lo tau rumahnya Anya nggak, rencananya kita mau ke sana, lo ikut juga ya?"

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang