Bab 61 : Nyerah?

1.1K 108 9
                                    

***
Percaya sama manusia itu hal goblok! Asal lo tau, rasa sakit luar biasa itu datang dari kepercayaan yang di khianati.

———Anya Cassandra———

*
*
*

"Habis ini istirahat, jangan makan yang aneh-aneh. Kalo butuh apa-apa kabarin gue. Jangan lup——"

"Brisik!" sentak Anya jengah. Sontak membuat Vano menutup mulut rapat-rapat. Anya menatap Vano dingin. "Sana pergi!" usirnya dengan nada nyelekit.

Vano terdiam, dia tidak sakit hati dengan usiran Anya. Bahkan ia merasa pantas mendapatkan lontaran itu mengingat dirinya yang lepas kontrol hingga membentak gadis itu tadi.

Buru-buru pemuda itu mencekal pergelangan tangan Anya ketika gadis itu hendak berbalik dan ingin pergi. Anya menyentaknya, menaikkan alisnya sebelah. "Kenapa lagi?"

"Gue salah, gue minta maaf," ujar Vano menundukkan kepalanya. Beberapa detik hening, Anya tak menjawab permintaan maaf Vano. Membuat si cowok mendongakkan kepalanya.

"Gue sama Letta nggak kayak yang lo pikirin, kok. Gue cuma——"

"Emang gue mikir apaan? Cemburu?" Anya berdecih. Dia melangkah maju, memegang kedua bahu Vano. "Kak, cari orang lain. Gue bukan orang yang tepat buat menuhin cinta masa SMA lo. Masih banyak hal yang pengen gue raih."

"Gue bisa nunggu."

"Sampe kapan? Dan lo pikir gue percaya? Perasaan ini labil."

"Perasaan gue nggak labil! Gue tulus sayang sama lo! Please, percaya sama gue," ujar Vano memandang yakin ke arah Anya. Dia tulus sayang Anya.

Anya mengetatkan rahangnya. "Percaya sama manusia itu hal goblok! Asal lo tau, rasa sakit luar biasa itu datang dari kepercayaan yang di khianati. Dan lo tau kebanyakan datangnya dari mana? Iya, dari kata cinta yang di lontarin tanpa pikir panjang. Dari janji yang cuman di ucap tanpa di tepati."

Si gadis yang kerap bersikap dingin, si gadis yang membangun tembok tinggi, si gadis yang selalu membentengi diri. Anya, gadis itu tak benar-benar tidak percaya akan kata cinta. Dia percaya, hanya saja menolak percaya.

Jika tidak ada cinta, dia tidak akan lahir ke dunia ini. Penolakan Anya akan kata-kata cinta semata-mata hanya untuk melindungi diri dari rasa sakit. Rasa sakit yang di ciptakan dari bualan para laki-laki yang tidak bertanggung jawab.

Vano menundukkan kepalanya, harus dengan cara apa lagi untuk meyakinkan gadis di depannya ini. Sejak pertemuan pertama di perpustakaan dulu, gadis ini berhasil menerobos masuk jauh ke lubuk hatinya.

Pelukan hangat seperti milik Mamanya, sikap dingin yang membuat nya semakin tertarik. Dan sorot kesepian yang ingin Vano enyah kan dari gadis ini.

"Terus, gue harus gimana biar lo percaya sama perasaan gue?" tanyanya pasrah.

Anya menggeleng. "Nggak ada. Jangan berharap sama gue, Kak. Ilangin perasaan lo."

Vano menarik nafas dalam, dia tersenyum tipis. "Gue bakal coba. Tapi kalo gue nggak bisa, biarin gue ngejar lo sampe gue sendiri yang nyerah. Ya?"

Anya memandang tepat di manik mata hangat dan tulus itu, lagi-lagi ada sesuatu yang goyah dalam dirinya. "Terserah," katanya kemudian berbalik badan dan melenggang pergi.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang