Bab 15 : Ukiran Prestasi

1.2K 104 1
                                    

***

Kalo kaki lo di injak, injak balik. Orang tua lo, besarin lo bukan untuk di injak-injak.

Pahami.

Anya Cassandra—

*
*
*

Malam ini udara cukup dingin, padahal baru pukul setengah delapan. Saci mengeratkan pegangannya pada nampan yang berisi empat gelas teh dan sepiring kue. Kakinya melangkah menghampiri ke tiga gadis yang sedang duduk di sebuah pondok belakang rumah milik Saci. Setelah meletakkan nampan itu, Saci juga ikut mendudukkan dirinya di samping Nayla dan Anya yang pandangannya tak lepas dari Letta.

Wajah Letta berbinar cerah saat sepiring kue coklat tersaji di depannya, dengan semangat tangannya mengayun untuk mengambil kue tersebut. Sontak Anya, Nayla dan Saci memundurkan badannya. Saci memasang wajah takut-takut, Anya dengan wajah waspada nya dan Nayla yang tetap tenang tapi pikirannya sedang mencari jurus jika saja Letta tiba-tiba mengamuk.

"Kwenapwa pwada diwem aja?" tanya Letta heran, mulutnya sibuk mengunyah kue coklat itu. Saking banyaknya kue yang ia kunyah, tenggorokannya sedikit seret. Tangannya kembali terayun mengambil segelas teh di depannya. Dan lagi-lagi membuat ke tiga gadis di depannya memundurkan tubu kaget.

Letta yang menyadari sikap aneh ke tiga gadis di depannya sontak meletakkan gelas kosong di tangannya ke meja dengan sedikit keras. Brak!

"Huaaaaa!! Ampun, ampun, ampun. Gue nggak bakal gangguin lo lagi!!" pekik ke tiganya kompak. Nayla menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajah dengan mata terpejam, Saci menutupi wajahnya dengan kedua tangan, dan Anya yang menyembunyikan wajahnya dibalik badan Nayla.

Letta tertawa renyah melihat ekspresi wajah mereka bertiga. Menurutnya mereka sangat lucu, ekspresi takut Nayla dan ya! Lihatlah si pemilik mata tajam itu, dia menyembunyikan wajahnya di belakang tubuh si atlet. "Bahahaha, lo ... lo semua ngapain?"

"Udah tenang aja, gue nggak makan orang kok!" seru Letta setelah meredakan tawanya.

Nayla dan Saci membuka matanya perlahan, Anya mengintip sebentar lalu menegakkan tubuhnya, ia berdehem dan kembali memasang wajah datar, walau sejujurnya ia juga takut melihat Letta. Mereka ber tiga beradu pandang, Saci yang memang tak memiliki keberanian menyenggol lengan Nayla, sedangkan Nayla sendiri yang juga ketakutan menyenggol lengan Anya.

Mengerti maksud Nayla, Anya menelan susah payah salivanya. "Ee ... I-tu. Yang tadi nggak mati, kan?" Sumpah, Anya merutuki pertanyaan yang ia lontarkan, kenapa dia malah membahas hal itu lagi sih!

Saci dan Nayla memandang Letta was-was, telinga mereka di tajam kan untuk mendengar jawaban dari Letta. "Ooh, nggak tau," ujar Letta mengendikan bahunya.

"Iih, Let! Kok lo gitu sih? Kalo dia mati gimana? Lo bisa masuk penjara tau? Emangnya lo mau masuk penjara?" tanya Saci dengan polosnya.

Letta menghembuskan napas berat. "Kalo nggak gue gituin, mungkin sekarang malaikat lagi tanya amal lo," jawabnya santai.

Saci terperangah. "I-iya juga sih. Ee ... makasih ya, tadi udah mau nolongin," ujar Saci tulus.

"Cuma lo ber tiga cewek di sekolah yang tau kalo gue bisa sebringas ini. Atau mungkin bisa lebih," celetuk Letta memandangi ke tiganya.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang