Bab 51 : Patah hati

1.1K 103 3
                                    

***
Antara bodoh dan terlalu banyak berharap.

*
*
*

Ruangan yang penuh dengan kelap-kelip lampu diskotik itu tampak sangat ramai. Musik DJ menggema di sepanjang sudut ruangan. Banyak orang-orang berpakaian kurang bahan menari-nari menikmati alunan musik.

Tak sedikit juga mereka bercumbu mesra, seolah hidup mereka tak akan ada kata dosa. Di sofa panjang berwarna merah, seorang pemuda sudah menghabiskan lima botol minuman haram yang bahkan untuk pertama kalinya dia sentuh.

Sudah banyak wanita murahan yang ingin mendekati pemuda itu, namun berakhir pergi lantaran tak segan-segan Regan kasari. Ya, dia Regan. Pemuda yang tengah patah hati itu melampiaskan emosinya di tempat penuh dosa ini.

Penampilan Regan benar-benar berantakan. Pipi nya memerah, sorot matanya sayu, sementara kesadarannya tersisa 50 persen saja. Dia persis seperti orang gila. Kadang tertawa, kadang marah, kadang menangis.

"Hahaha ... gue goblok banget, anjing!"

Lagi, Regan menegak minuman itu langsung dari botol nya. Tak mempedulikan kepalanya yang sudah pusing bukan main.

Di luar bar, dua orang berbeda gender baru saja turun dari sebuah mobil. Nayla, gadis itu menatap ngeri bangunan ini. Apalagi melihat banyak pemandangan jorok di sekitar.

"Kak, harus di tempat haram gini, ya?" tanya Nayla pada Deon.

Deon menoleh kemudian mengangguk sekilas. "Klien yang minta. Makanya saya ajak kamu. Kamu harus belajar cara menolak sebuah pertemuan di tempat seperti ini. Ya sudah, ayo masuk."

Mengikuti langkah Deon dari belakang, dalam hati Nayla terus mengucap istighfar berkali-kali. Beruntung pakaian yang ia kenakan saat ini cukup tertutup, jika tidak maka akan banyak mata keranjang yang menatapnya tidak sopan.

Setelah sampai di lantai atas, Nayla di buat sedikit terkejut. Ternyata di sini tidak seramai di lantai bawah. Pertemuan kali ini, seorang pria paruh baya yang meminta. Setelah di persilahkan duduk, mereka kembali membahas pekerjaan.

Selama pembahasan, Nayla mati-matian menahan diri untuk tidak mencolok mata si pria paruh baya di depannya ini. Dia sangat risih di pandang seperti itu. Deon yang menyadari ketidaknyamanan Nayla, menyenggol kaki gadis itu mengode.

Nayla bernafas lega. Dia kemudian bersuara dengan tenang. "Proyek ini sangat menguntungkan kedua belah pihak." Dia mengulas senyum tipis, menatap lawan bicara dengan tenang. "Saya adalah orang yang sangat menghargai sopan santun."

Pria itu terkekeh. "Maksudnya bagaimana?"

Hitungan detik, Nayla mendatarkan wajahnya. "Maksud saya, kalau anda menatap saya dengan sangat tidak sopan. Maka lebih baik kerja sama ini batal."

Mendapat jawaban itu, si pria paruh baya menegakkan duduknya. "Apa-apaan ini, Pak Deon! Anak kecil ini tidak bisa memutuskan kerjasama bernilai milyaran hanya karena saya menatapnya menggoda. Lagipula, bukankah hal itu sudah biasa di dunia kerja. Bahkan sekertaris saya saja rela memberikan tubuhnya pada klien saya yang lain agar bisa menandatangani kontrak!"

Nayla mengepalkan tangannya, keinginannya untuk membalikkan meja dan memukul mampus si tua ini semakin besar. Tapi lagi-lagi dia harus bersikap tenang.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang