Bab 40 : Belajar motor

1.1K 105 0
                                    

***
Wajah itu memang sangat mahir menutupi perasaan mu. Tapi kau lupa, bahwa mata bisa mengatakan tanpa bersuara.

*
*
*

Jika jam kosong merupakan salah satu kesenangan tersendiri bagi para murid-murid. Maka akan berbeda jika Anya yang merasakannya. Menurutnya, jam kosong itu adalah sebuah kerugian. Rugi karena seharusnya saat itu juga wawasan dia bertambah, tapi karena jam kosong, tidak ada ilmu yang dia dapatkan dari guru.

Memang, dia bisa mendapatkan wawasan sendiri dengan belajar mandiri atau membaca buku. Tetapi tetap saja, rasanya akan berbeda jika ada yang menjelaskan materi.

Menyibukkan diri dengan membaca buku, gadis itu tak menghiraukan keadaan kelas yang cukup berisik.

"Woy! Woy! Woy! Kaca gue mana?!" teriak salah satu siswi.

"Anjir! Liptint gue luntur."

"Lia, bawa lipbalm nggak?"

"Pensil gue mana, cok! Mau gambar, ini!"

"Brisik lu pada!"

"Mabar yuuu."

Brak!

Pintu terdobrak, membuat kebisingan itu terhenti sejenak untuk melihat siapa dalang pendobrak itu. Bersamaan dengan itu, 3 orang siswa memasuki kelas dengan rusuh sambil mengoper-oper pistol. Melihat jika mereka bukan guru pun, akhirnya kebisingan di lanjutkan.

"Nih! Nih! Ambil kalo bisa," ejek seorang siswa lalu melemparkan pistol itu pada Vano.

"Balikin, Van. Susah gue dapetin nya."

"A'elah, gini doang di toko mainan banyak," ledek Vano seraya meniti pistol mainan itu. Cukup bagus, karena pistol ini terlihat seperti nyata.

"Bangsat! Itu hadiah buat adek gue, cok! Tu, mainan gue beli di jerman."

"Mau ini? Dik, tangkep." Vano melemparkan pistol itu pada Dika. Namun karena meleset, pistol itu terjatuh di meja seorang gadis yang tengah anteng dengan bukunya.

Prak!

Benda itu terjatuh tepat di hadapan Anya. Anya yang hendak membalikkan lembaran buku itu menegang dengan wajah pucat pasi. Nafasnya memburu, tangan nya bergetar, keringat dingin bercucuran di pelipis.

Dengan segera gadis itu menutup  kedua telinganya dan memejamkan mata. Menundukkan kepala dengan punggung yang bergetar.

"Jauhin," lirih nya.

"Jauhin! Jauhin pistol itu! Gue mohon!" Tanpa sadar Anya berteriak agar seseorang menjauhkan benda itu darinya.

Semua langsung terdiam dengan penasaran. Vano sebagai pelaku mencoba mendekati Anya takut-takut. "Nya, lo kenapa?"

"GUE BILANG JAUHIN PISTOL ITU DARI GUE!!" pekik Anya yang lagi-lagi mengejutkan penghuni kelas.

Terkejut, langsung saja Vano mengambil pistol mainan itu dan menyembunyikan nya dengan panik. "Udah! Udah nggak ada," panik Vano.

Anya pelan-pelan mengintip dari sipitan matanya. Ternyata sudah tidak ada, meneguk salivanya. Anya segera bangkit dan pergi dari kelas dengan terburu-buru. Meninggalkan tatapan penuh penasaran dari penghuni kelas.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang