Bab 47 : Informasi

1.3K 120 2
                                    

***
Mari angkat beban itu bersama agar terasa ringan.

*
*
*

Siang ini Letta menyelesaikan acara makannya lebih cepat. Dia berdiri, menggeret semua atensi secara otomatis. "Ekhm ... Nay! Kuy, latihan panah!" Ajakan Letta membuat sang empu menautkan kedua alisnya tak mengerti.

"Loh, bukannya kita mau—"

"Latihan panah, kan?" Letta meyela, Matanya bergerak melirik-lirik inti Grozi agar Nayla paham dengan kode yang ia berikan. Dia sampai melirik-lirik tajam lantaran masih melihat raut bingung Nayla.

"Lo udah janji, di gedung kedua!" kata Letta lagi. Tampaknya kali ini Nayla mengerti.

Nayla mengangguk mengerti, dia ikut berdiri, lalu tersenyum tipis. "Oo, iya. Latihan ya, yaudah kuy! Anya nggak ikut?"

"Gue mau ke perpus," jawab Anya kemudian ikut berdiri.

"Oke, nanti kalo ketemu Saci kabarin, suruh nyusul kita," ujar Letta yang di balas anggukan kepala oleh Anya. Ya, sejak awal Saci tak ikut makan di kantin, katanya ada urusan.

"Ee, guys! Kita duluan," seru Nayla kemudian berlalu pergi setelah mendapat acungan jempol dari anak-anak Grozi.

Kini di meja kantin itu menyisakan anak-anak Grozi, Shela, dan Desi yang sudah beberapa hari ini ikut bergabung. Entahlah, setiap harinya dia semakin akrab dengan Shela, membuat kedua temannya yang dulu merasa tak menyukai perubahan Desi.

Di telan kesibukan masing-masing selama beberapa saat, derit kursi membuat mereka menoleh. Kali ini Agam yang berdiri. "Gue ada urusan!"

"Weh, mau kemana lo, Gam? Kita ikut," tandas Didit di angguki Eja dan Aji.

"Nggak! Lo semua di sini, ntar gue kabarin," ucap Agam kemudian berlalu begitu saja tanpa mempedulikan raut bingung teman-teman nya.

Masih belum selesai dengan raut kebingungan mereka, kini mereka kembali di buat bingung lantaran Regan juga berdiri dari duduknya.

"Lah, yang ini mau kemana lagi?" tanya Aji heran.

"Di panggil guru," jawab Regan santai, kemudian melenggang pergi.

"Tumben, Regan di panggil guru," gumam Eja menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Bukan tumben, Ja. Regan, kan pinter, mungkin ada olimpiade lagi," sahut Shela mengerti.

Sejak tadi Desi menatap punggung Regan dengan tatapan berbinar. Dia semakin di buat kagum ketika mendengar penuturan Shela tadi.

"Jadi, Regan dulu sering ikut lomba?" tanyanya pada Shela.

Shela mengangguk santai. "Iya, di bidang olahraga. Pernah sekali di mapel fisika."

Alis Desi nyaris menyatu. "Loh, bukannya dia jurusan IPS, ya?"

"Mau jurusan, IPA, IPS, AGAMA, atau TEKNIK sekalipun kalo muridnya bisa dan mampu, ya ... fine-fine aja," jawab Aji sembari mengunyah makanannya.

Desi mengangguk mengerti, dia kemudian melanjutkan obrolannya dengan Shela. Mereka berbicara santai membahas Drakor yang baru-baru ini ia tonton. Sesekali mereka tertawa, tanpa sadar sejak tadi dua manusia sedang geram dengan perilaku Desi.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang