Bab 7 : Camping

1.7K 151 4
                                    

***
Hidup seperti bunga mawar atau seperti putri malu? Jika kau di berikan pilihan, mana yang akan kau pilih.

*
*
*

Langkah Anya terhenti di ambang pintu. "Di atas langit masih ada langit. Lo ngerti maksudnya 'kan?" celetuk Nayla memperingati.

Perkataan Nayla sama sekali tak diindahkan oleh Anya. Gadis itu tetap berjalan pergi walau harus menahan rasa sakit yang teramat.

Sudahlah, daripada memikirkan gadis sombong itu, lebih baik Nayla bermain basket. Sepertinya manusia bermodelan Saci tidak perlu dicari. Jika memang Saci menganggapnya sebagai teman, gadis itu pasti sedang mencarinya juga.

Di gedung kedua, banyak anak-anak lain yang bermain basket. Ada juga beberapa cewek yang hanya menonton, tidak perlu ditebak, sudah pasti mereka sedang menyemangati pacar atau crush mereka.

Nayla bisa melihat keringat mereka yang sudah bercucuran, itu artinya mereka sudah lama berada di sini. Tangan Nayla dengan gesit menangkap bola basket yang dilemparkan padanya. Bukannya marah, gadis itu malah memutar-mutar bola di jari telunjuk.

Seseorang menghampiri Nayla. Andre– kapten basket putra di AHS. Dia juga berprestasi, tapi tak lebih banyak dari Nayla karena pemuda itu hanya menekuni beberapa cabang olahraga. Salah satunya basket. "Wehey, kebanggaan AHS dateng nih. Btw, selamat Nay. Gue ikut seneng," ungkapnya seraya menepuk pelan kepala Nayla. Tentu saja Nayla langsung menepisnya.

"Thanks," singkat Nayla menanggapi.

"Woy! Nayla mau latihan, pindah!" titah Andre pada teman-teman nya. Mereka langsung menurut dan berjalan ke lapangan outdoor. Untung AHS punya 2 lapangan basket.

"Eh, nggak perlu. Latihan bareng-bareng juga nggak papa," ucap Nayla di tengah keterkejutannya. Ia jadi merasa tidak enak. Kenapa mereka harus pindah hanya karena dia ingin bermain basket?

"Udah, nggak papa. Lagian, gue tau lo lebih seneng latihan sendiri 'kan?" tanyanya ketika melihat kebingungan Nayla.

"Iya, sih. Makasih, ya."

"Santai, gue duluan," ucap Andre menepuk pundak Nayla dan lagi-lagi selalu Nayla tepis.

Lapangan basket itu sekarang sepi, menyisakan dirinya dan bola basket. Ring itu seperti benda mati yang mengamati. Tinggi, tapi tak bergerak.

Nayla melakukan pemanasan sebelum mendribble bola, setelah dirasa cukup, ia mulai melakukan aktivitas seperti biasanya. Dalam sekali hentak, bola memasuki ring. Nayla memantulkan bola sambil berlari bersiap melakukan shooting dari arah mana saja. Dan yup, sekali lagi tembakan nya tepat sasaran.

Gadis itu membalikkan badannya ketika merasa ada yang memasuki ruangan. Di depan sana seorang gadis yang sedari tadi ia cari berdiri dengan sebuket permen dan kotak berwarna biru.

Saci berlari dengan senyum diwajahnya, ia merentangkan kedua tangannya. "Naylaaaaaaa."

Bruk!

Kejadian naas yang tak terduga. Saking semangatnya Saci berlari, ia sampai jatuh. Njelungup ( dalam bahasa jawa artinya jatuh tapi ke arah depan ). Mana jatuhnya dengan tidak elit lagi. Bisa-bisanya dia jatuh ke depan, kakinya tertekuk ke atas. Untung sepi, jadi nggak malu-malu amat lah ya.

Saci mencoba berdiri, Nayla yang khawatir langsung menghampiri Saci. "Lo nggak papa?" tanya Nayla membantu Saci berdiri.

Kaki Saci bergetar, lututnya membiru karena bertabrakan dengan ubin, juga ada genangan air di matanya. "Huaaaa! Sakit, Nay," rengek Saci tak berbohong. Memang benar, lututnya terasa nyeri ditambah lagi keningnya juga bertabrakan dengan ubin.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang