Bab 52 : Amira Berulah

1K 101 1
                                    

***
Diam memang tindakan yang benar, tapi jangan lupa kalau terkadang pembalasan juga di perlukan untuk membuat mereka jera.

——4 Girls——

*
*
*

"Nah, jadi gitu. Tu supir mulutnya rapet banget gila! Udah gue sogok juga nggak mempan," kata Vano setelah menjelaskan kronologi dimana dia menghampiri rumah sopir truk beberapa waktu lalu.

Di mulai dari dia yang sudah berani membolos pelajaran, menghampiri rumah si sopir, menanyai dengan berbagai pertanyaan, bahkan menyogok dengan uang yang tidak sedikit. Dan hasilnya tetap nihil, si Pak tua itu tak memberitahu siapa yang menyuruhnya.

"Jangan-jangan, dia beneran nggak salah lagi," ujar Letta memberikan pendapatnya.

Vano menggeleng tegas. "Nggak! Gue yakin si sopir itu nyembunyiin sesuatu. Gue bisa liat gelagatnya yang aneh tadi."

"Jadi yang bolos waktu itu elo Van?" tanya Kenan tak habis pikir. Sang empu hanya mengangguk dengan cengir kudanya.

"Ck, udah nggak usah di bahas. Uda lewat juga," tandas Letta melerai. Dia melirik Saci yang tampak fokus dengan laptopnya. Dia tak tau apa yang sedang temannya itu lakukan, karena duduknya terpisah.

"Ekhem ... kata bokap gue, perusahaan NC udah lama musuhan sama Bramara group," celetuk Agam mengalihkan beberapa pasang mata di sana. Kecuali Saci yang tampak tak terusik dari tempatnya. Agam menatap teman-temannya sangsi. "Apa mungkin, dalangnya Om Bram?"

Netra Anya menatap Agam datar. "Om? Lo kenal?"

"Bokapnya Shela!"

"What?! Jadi Shela anaknya pemilik Bramara group!" Nayla melotot terkejut. Yang lain juga tercengang dengan fakta itu.

"Gila! Dunia sempit amat," ujar Letta terkekeh kecil.

Ketika suara ketikkan keyboard semakin cepat. Semua orang mulai menolehkan kepala ke arah Saci duduk. Gadis itu tampak semakin serius, ruangan tiba-tiba senyap. Hanya suara ketikan keyboard yang terdengar.

"Sorry, gue telat." Bersamaan semua orang mengalihkan pandangannya.

Betapa terkejutnya mereka kala melihat Regan datang dengan keadaan babak belur. Tidak parah karena masih mampu berdiri, tapi setiap lebam di wajahnya mampu membuat orang yang melihat meringis ngilu.

Refleks Agam berdiri dari duduknya. "Re! Siapa yang udah gebukin lo?" tanya Agam dengan sorot mematikan.

Regan menatap Agam sekilas. Kemudian mendudukkan diri di sofa tanpa menunggu perintah. "Nggak ada."

Semua orang mengernyit bingung mendengar jawaban Regan. Bagaimana mungkin tidak ada yang memukuli kalau wajahnya saja lebam begitu.

Agam menghembuskan nafas pelan. Semenjak kejadian malam itu, keduanya memang sudah berbaikan. Tapi kadang sikap Regan menjadi sedikit acuh pada nya. Agam mengerti, mungkin saja setiap Regan melihat wajahnya, rasa sakit itu akan muncul.

"NAH! INI NIH!" pekik Saci kemudian menjatuhkan punggung di sandaran sofa. Dia menghela nafas lega, merenggangkan otot-otot jemarinya hingga menimbulkan bunyi.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang