Bab 22 : Terbentuknya Vilan

1.2K 94 3
                                    

***
Yang baik akan selalu mendapatkan hujatan. Tapi hujatan itu hanya datang dari orang-orang yang tidak mampu berbuat kebaikan.

*
*
*

"Weh, weh. Kalian denger gosip terbaru nggak?" tanya Saci bersemangat. Tangannya sibuk menscrol layar HP.

Siang ini mereka sedang berada di kantin seperti biasanya. Bedanya hari ini Vano juga ikut duduk bersama mereka, entahlah padahal Letta sudah mengusir pemuda itu, tapi tetap saja Vano tidak mau pergi.

"Gosip apaan?" tanya Letta.

"Ini, katanya perusahaan NC group menempati urutan ke 3 sebagai perusahaan terbesar di Indonesia. Ngalahin perusahaan Anjaya corp sama Bramara group. Keren banget," beritahu Saci seraya membaca berita yang sedang tranding.

Mendengar penuturan Saci, dua orang saling bersitatap dengan perasaan gelisah. Anjaya corp adalah perusahaan papa Letta. Sebenarnya mereka berdua tidak terlalu peduli, tapi Letta yakin setelah kabar ini, papa nya akan sangat murka dan melampiaskan semua ini pada orang-orang di rumah. Terlebih pada Letta, semenjak mamanya pergi dan perusahaan papanya mengalami sedikit saja penurunan, Angga akan langsung mengamuk pada putrinya itu.

"NC group? Tapi bukannya ada desas-desus yang bilang kalo perusahaan itu nggak punya pewaris ya. Gimana caranya masih bisa beroperasi?" tanya Nayla.

"Kan ada CEO, lagian setau gue. Perusahaan itu sebenarnya ada yang pegang, tapi nggak tau siapa," timpal Anya.

Mereka mengangguk paham dengan penuturan Anya. Atensi mere teralihkan saat suara decitan kursi terdengar. "Ee, semuanya gue duluan ya, mau ke kelas," pamit Vano.

"Sana, nggak usah balik lagi ganggu lu," sinis Letta.

"Yee, suka-suka gue dong. Lagian ini bukan kantin lo kali. Mak lampir," balas Vano menekankan dua kata terakhirnya lalu melarikan diri.

Letta menggebrak meja. "Weh! Ngomong apa lo tadi? sini gelud!"

"E-e-e-e. Udah Let, kakak kelas itu," cegah Saci yang memang duduk di dekat Letta.

"Iya, Let. Kalo kata nenek sih, banyak-banyak in sabar aja," timpal Nayla menasehati.

"Udah selesai makan nya? Ke taman belakang yuk," ajak Anya pada ketiganya.

Mereka bertiga secara serentak mengerutkan alisnya, bingung dengan Anya yang tiba-tiba mengajak mereka ke taman belakang. Biasanya, gadis dingin itu lebih memilih hal lain untuk di kerjakan timbang bersantai.

"Tumben," celetuk Nayla.

"Diem! Ikut aja!" titah Anya tak terbantahkan. Gadis itu berjalan terlebih dahulu di ikuti oleh ketiga temannya.

Belum sempat memasuki area taman, seseorang menghampiri mereka. "Maaf, bisa ngobrol sebentar sama Saci?" tanya pemuda itu.

Nama yang di sebut pun menatap ketiga temannya bergilir hingga akhirnya mengangguk. "Mau ngomong apa, Ga?" tanya Saci.

"Di tempat lain aja, Ci," jawab Arga. Saci mengangguk lalu berpamitan pada ketiga temannya. Setelah itu berjalan bersama Arga entah kemana.

Anya, Letta, dan Nayla pun kembali berjalan ke taman. Tak jauh dari pohon yang cukup besar terdapat kursi panjang bercat putih, tapi ketiga gadis itu lebih memilih untuk duduk di antara akar pohon karena udaranya lebih sejuk dan dingin.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang