Bab 10 : Babi

1.3K 139 1
                                    

***
Kadang, pertengkaran lah yang membuat kita semakin dekat.

*
*
*

Suasana hutan semakin mencekam kala lolongan serigala terdengar lagi. Kalaupun merasa takut, ketakutan mereka sekarang tertutupi karena mereka tidak sendiri.

Purnama masih bersinar, tapi tidak seterang tadi karena awan tipis menutupi. Udara semakin dingin, membuat ke empat gadis di tengah hutan itu mengeratkan jaketnya.

Letta menurunkan Saci dari gendongannya, mereka duduk di batang pohon tumbang. Nayla segera menyusun kayu-kayu yang ia bawa, semua tersusun rapi dalam sekejap.

Senyumnya luntur mengingat untuk apa menyusun kayu-kayu ini kalau tidak ada pematik api. "Ini cara ngidupin apinya gimana?" tanyanya memandangi satu persatu orang yang ada disana.

"Nggak mungkin pake batu kan?" tanyanya lagi saat melihat Anya membawa dua buah batu.

"Nggak ada cara lain," kata Anya yang mulai menggesekkan ke dua batu itu. Terhitung hampir lima menit ia melakukannya tapi nihil, tidak ada api disana.

"Sini, gue aja yang coba. Lo nggak punya tenaga," tandas Nayla merebut batu itu dari tangan Anya.

Tangan Nayla pegal sampai tak kuat menegang batu itu, hampir 10 menit dia melakukannya tapi nihil juga. Udaranya terlalu dingin, tanah juga sedikit basah, hal ini menjadi masalah utamanya.

Letta menghembuskan nafas kasar, ia memutar bola matanya jengah, tangannya mengambil sesuatu di saku jaketnya kemudian di lemparkan pada Nayla. Dengan gesit Nayla menangkap, mulutnya menganga kala yang di lempar Letta adalah korek api.

"Babi lo! Kenapa baru lo keluarin ni korek api. Astaghfirullah," ungkap Nayla menahan emosi.

"Dih, lo aja yang bego, nggak nanya dulu."

Nayla tak meladeni ucapan Letta, ia sibuk menyalakan api agar mereka bisa segera menghangatkan badan.

"Tapi lo juga bisa kasih tau kita," seloroh Anya datar, ia mendekat ke arah api untuk menghangatkan badan. Pandangannya menyapu seluruh hutan yang gelap ini.

"Emm.. makasih ya, kalian udah mau susah-susah cari gue. Padahal kita kenalnya belum lama," celetuk Saci memandangi satu persatu teman-teman nya, ia tersenyum tulus kemudian menggosok ke dua telapak tangannya.

Nayla terenyuh, ia tersenyum kecil. "Sama-sama, gue lakuin semua ini karena lo satu-satunya temen gue, Ci," jawabnya tulus.

"Ha? Bukannya kita semua temen, ya?" tanya Saci polos, ia masih tak tau masalah ketiganya.

"Idih, gue? temenan sama atlet songong itu, huek ... mendingan gue temenan sama monyet," cibir Letta.

Uu    a a    uu   aa

Tiga detik setelah Letta mengatakan itu, suara monyet terdengar nyaring di telinga ke empat gadis itu. Nayla tak kuasa menahan tawanya begitu juga Saci, Anya sendiri hanya tersenyum kecil melihat Letta yang langsung kicep.

Dalam hati, Letta menyumpah serapahi monyet-monyet sialan itu. Tapi ia tetap memasang wajah datar meski sebenarnya ia sangat malu.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang