Bab 45 : Tengah hutan

1K 102 1
                                    

***
Perlahan tapi pasti, setapak demi setapak. Kalau memang tuhan menghendaki, kamu akan di berikan petunjuk. Percayalah.

*
*
*

Di tengah hutan bertemankan sinar bulan yang tak terlalu cerah sebagai penerang. Dua insan sedang sibuk berlari menghindari orang-orang yang mengejar dengan gila.

Regan dan Nayla terus berlari beriringan. Bukannya takut, Nayla malah merasa tertantang dengan langkah mereka yang terasa seperti siput. Sudah sekitar 15 menit dia berlari bersama Regan, Nayla cukup beruntung karena mantan babu nya ini cukup lincah. Atau mungkin Regan yang merasa beruntung, karena bocah menyebalkan ini yang cukup lincah. Karena jika salah satu dari mereka lelet, mereka sudah pasti mati dari tadi.

Merasa terlalu masuk ke dalam hutan, Nayla buru-buru menghentikan langkahnya. "Woy! Berenti dulu!" Nayla menarik ujung jaket Regan hingga sang empu berhenti.

Sembari mengatur nafasnya yang tak teratur, Nayla menoleh ke belakang. Tak ada tanda-tanda orang mengejar lagi. "Ini ... kita kemana lagi? Jalannya gelap."

Regan mengedarkan pandangannya, hingga terhenti pada gadis di depannya ini. Dia berdecak. "Lo ngapain ikutan lari, sih? Mau mati?"

Nayla mendongakkan kepalanya. "Dih, harusnya gue yang nanya. Lo mau mati? Sok-sokan lari sendiri, kalo di kepung, lo beneran mati!"

Regan menaikkan alisnya sebelah. "Khawatir?"

Nayla mendelik. "Huek najisun kalo kata Aji."

Regan mengeluarkan ponselnya dan menghidupkan flash sebagai penerang. Keduanya berjalan untuk mencari jalan keluar, batin Nayla tak henti-hentinya merapalkan doa untuk mengusir makhluk halus yang bisa saja muncul.

Di sisi lain, tak jauh berbeda Saci dan Agam juga sedang berlari menghindari kejaran orang-orang itu. Karena kehabisan tenaga, Saci tak memperhatikan jalan. Kakinya menyandung akar pohon hingga dia tersungkur.

Bruk!

"Aw ... capek!" Mata Saci berkaca-kaca karena tak kuat. Seumur-umur, ini hal ekstrem pertama yang ia alami.

Agam berjongkok di depan Saci, dia berdecak. "Ck, nyusahin!"

Bibir Saci melengkung ke bawah siap menangis. Gadis itu terisak pelan, membuat Agam bingung sendiri. Ini kedua kalinya melihat gadis mungil ini menangis di hadapannya. "Diem dong!" Dan seperti biasa, Agam tak tau cara menenangkan seorang gadis yang tengah menangis. Memang payah.

Saci semakin terisak, membuat Agam geram sendiri. "Ck, diem atau gue cium!"

"Cium aja kalo beran--"

Tubuh Saci meremang kala Agam memajukan wajahnya hingga keduanya hidung mereka bertemu. Dia menelan ludah nya susah payah. Satu kesalahan saja bibir mereka akan benar-benar bersilaturahmi. "E-elo ...."

"Gue nggak main-main. Diem atau kita bakal ketauan!" Agam menjauhkan wajahnya, setelah itu membalikkan badan. "Naik!"

Membutuhkan waktu beberapa detik agar Saci konek. "Hah?"

Agam menghela nafas. "Gue gendong!"

Saci menurut, tidak ada pilihan lain sekarang. Tubuhnya terasa remuk dan tenaganya habis. Setelah menggendong Saci, mereka mencari jalan keluar dengan bantuan senter HP milik Agam.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang