Bab 36 : Perdamaian

1.1K 108 1
                                    

***
Tidak ada salahnya memaafkan mereka, lagipula mereka juga tidak sepenuhnya bersalah.

*
*
*

"Pergi ke medan beli ayam bakar, woy para beban, apa kabar?" sapa Eja dengan pantun dadakan nya.

Kepala Eja langsung terhuyung ke depan saat Aji menabok nya dengan sayang. "Heh! Beban teriak beban!"

Eja meringis, lalu mendelik tajam ke arah Aji. Aji pun merespon dengan menaikan dagunya menantang, seolah berkata Ape? Mau ape lu?

Eja memutar bola mata malasnya, tak menghiraukan Aji. Lelaki itu duduk di sofa setelah mencomot kacang di meja. "Serius amat ni pada, ada apaan dah," tandas nya lalu melemparkan kulit kacang itu ke arah Didit yang sedang bermain game.

"Minta di mutilasi ni bocah," sarkas Didit, lalu melemparkan botol air di dekatnya.

"Mutilasi aja, Bang. Gue dukung," sahut anggota Grozi yang bernama Romi.

"Whuss, selow man. Lu pada tega amat, sayang dong muka ganteng gue ini," balas Eja setelah menghindari timpukan dari Didit. Para anggota Grozi pun memasang wajah mau muntah mendengar penuturan Eja.

"Iya, kenapa sih, Gam?" tanya Aji yang juga penasaran.

Agam yang sedari tadi hanya diam kini berdehem untuk mengalihkan perhatian. "Guys! Gue udah buat keputusan, kita harus damai sama Vilan."

Sontak perkataan Agam membuat mereka semua terkejut. Inti Grozi tak terlalu terkejut karena sudah mengetahui kebenarannya, berbeda dengan anak-anak yang lain. "Loh! Kenapa, Bang? Kita harus bales dendam!" kata Firman ngegas. Sorakan menyetujui perkataan Firman pun bersahut-sahutan.

"Diem!" sentak Regan membuat suasana hening seketika. Aura nya sangat dingin dan mengintimidasi.

"Selama ini kita salah paham, bukan anggota Vilan yang udah bunuh bang Gibran," ungkap Agam membuat mereka terkejut sekaligus bingung.

"Terus siapa dong?" tanya Romi mewakili rasa penasaran yang lain.

"Ketua Darxin generasi ke 2," sahut Regan memberitahu.

"Anjir! Jadi selama ini kita salah paham?! Tapi, tawuran kemarin ...." Roni masih tak mengerti.

"O iya, nginget-nginget kemarin. Untung lo nurut sama Anya, Gam. Kalo nggak, bakal susah kita minta damai sama Vilan!" sembur Eja merasa selamat. Untungnya kemarin Agam memilih pilihan yang benar.

Agam menghela nafas, kemudian mengangguk. "Intinya, mulai sekarang kita nggak ada masalah sama Vilan."

Semuanya mengangguk patuh, sampai Romi berujar sesuatu. "Terus, gimana sama anggota kita yang masuk RS gara-gara anggota Vilan? Masak kita mau diem aja!"

"Kayak nya bukan mereka," balas Agam.

Aji mengangguk membenarkan. "Bener, kalo di pikir-pikir lagi. Tu cewek nggak suka main belakang. Ya gak, sih? Kayak bukan gayanya gitu!"

"Agam, Regan, Didit, Kembar!" Seseorang berjalan masuk dengan sapaan yang melengking. Sontak semua mata tertuju pada gadis berambut cokelat itu.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang