Bab 25 : Balas Budi

1.1K 107 1
                                    

***

Sebenarnya semua ini tidak terlalu rumit. Hanya saja kau kekurangan informasi untuk memecahkan nya.

*
*
*

Selama dua hari, Saci tidak masuk sekolah lantaran masih syok dengan kejadian hari itu. Letta di skors selama 1 minggu. Dia juga nyaris di keluarkan dari sekolah jika saja tidak ada pihak-pihak yang membelanya.

Sedangkan Arga, bajingan itu sudah di keluarkan dari sekolah dan sekarang terbaring kaku di rumah sakit. Tidak terlalu parah, mungkin sekitar dua atau tiga hari lagi bisa langsung pulang ke penjara. Ya, mendengar kabar bahwa putri semata wayangnya hampir di lecehkan. Papi Saci langsung menembus jalur hukum untuk menyelesaikan nya. Dia juga membela mati-matian Letta, orang yang sudah menghajar habis Arga demi membela Saci putrinya.

Saci menghela nafas, menatap tak minat pada makanan di depannya. "Sepi."

Anya memandangi Nayla yang terdiam, begitu juga Saci yang tidak bersemangat. "Kan pulang sekolah masih bisa ketemu."

"Iya sih, ck. Lagian tu bocah maen gebukin anak orang aja. Di skors kan sekarang," gerundel Nayla.

"Ya, dia kan begitu gara-gara belain Saci. Lagian gue cukup puas sih sama wajah Arga yang babak belur itu," sahut Vano. Selama dua hari ini seperti biasa, dia dengan gencar mengejar hati Anya. Hingga sekarang dia duduk bersama ke tiga gadis itu.

Nayla mengernyit heran. "Lah, tumben kak, lo belain Letta. Biasanya kalo ketemu, kerjaannya ribuut mulu. Udah kayak kucing ama tikus."

"Iya, gue kucingnya. Tu bocah tikusnya."

"Yeee, hati-hati lho kak. Aku aduin nih sama Letta, biar di makan," tukas Saci pura-pura mengancam.

"Cih, aduin aja. Tu bocah, sekali sentil juga kepental. Mana muka modelan nya kayak curut gitu."

Anya tersenyum miring. "Letta! Lo di sini?"

Vano mematung seketika, ia mengerjabkan matanya, sesekali menelan kasar salivanya. "Curut, curut yang di gang itu loh lucuu ya, Ci?"

Saci mati-matian menahan tawanya. Tapi sudahlah, wajah Vano sangat lucu saat ketakutan mendengar nama Letta. "Pffttt, ahahaha. Kak Vano lupa, Letta kan di skors!"

Tawa Saci dan Nayla mengudara saat Vano membalikkan badan tapi tak menemukan sosok gadis yang bernama Letta di belakangnya. Wajahnya langsung berubah datar. "Katanya nggak takut?" cetus Nayla.

Vano merengut kesal. "Nggak lucu cantik," geramnya pada Anya. Namun masih berusaha tersenyum.

Anya menatap sinis Vano yang dengan seenaknya saja memanggilnya dengan sebutan menggelikan itu. "Jaga omongan lo, kak! Lagian kalo nggak lucu, mereka nggak bakal ketawa kan?"

Vano mengangguk kaku. "I-iya sih." Ia meminum habis es teh di gelasnya. "O iya, besok kan lomba 17 Agustus an. Kalian ikut lomba apa?"

"Lari estafet, sama Volly." Nayla bersemangat.

Vano menggelengkan kepalanya heran. "Kok lo nggak ikut basket sih? Bukannya lo suka banget ya sama basket."

"Iya, Nay. Gue juga heran," timpal Saci.

Nayla menampilkan cengir kudanya lalu mengendikan bahu. "Nggak tau, males aja gitu. Haha, kayaknya gue terlalu jago deh. Takutnya orang-orang pada iri tuh sama gue," jawab Nayla di bumbui sedikit kesombongan. Biarlah lagipula itu fakta 'kan.

Saci menggelengkan kepalanya sambil berucap,"astaghfirullah. Nggak boleh som–bong."

"Iyaaa, makasih udah di ingetin."

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang