***
Terkadang tanpa kita sadari, penjara yang sebenernya, berasal dari orang terdekat.*
*
*Cuaca Jakarta pagi ini cukup cerah, membuat kicauan burung di pohon-pohon terdengar seperti alunan musik yang indah. Seorang laki-laki menyemprotkan parfum pada seragam sekolahnya, menyisir rambutnya dan memakai sepatu. Tangannya terulur untuk mengambil tas hitam di kasur. Kali ini pagi-pagi sekali sebelum berangkat sekolah, Vano membungkus makanan untuk diberikan pada adiknya.
Pemuda itu mengambil beberapa centong nasi dan lauk pauk di meja. Sebelum ada yang datang di meja makan, ia sudah harus pergi mengunjungi Letta. Vano pergi ke belakang rumah, memandangi tempat ventilasi udara di atas sana. Pemuda itu melepaskan tasnya, berjalan mengambil tangga lalu menegakkannya. Ia mulai memanjat tangga itu dengan sekotak makanan di tangan.
Vano berbisik memanggil nama Letta dari atas. Letta yang sedang melakukan pemanasan tiba-tiba saja merinding. Ia teringat pada ucapan Vano malam itu. Gadis itu menoleh ke kanan-kiri, tapi tidak menemukan apapun. Saat mendongak ke arah kotak ventilasi ia terkejut melihat kepala Vano sudah menyembul dari atas sana.
Tangannya terus melambai, mulutnya berbisik memanggil namanya. Vano menyodorkan kotak makanan itu melalui lobang ventilasi yang berbentuk kotak. Letta langsung mengerti, dia mulai mencari cara agar bisa menyamai tinggi lobang itu. Gadis itu menyusun meja dan kursi, lalu memanjatnya.
"Lo ngapain geblek?" seru Letta yang malah bertanya hal konyol. Padahal sudah jelas Kakaknya itu sedang mencoba memberinya makanan.
"Udah, lo terima dulu ini, pegel tau, dipanggil nggak nyaut-nyaut. Budek lo?" teriak Vano sebal.
"Hehe, maaf Abangku sayang," ujar Letta tersenyum tengil.
Vano pura-pura muntah. "Geli gue, udah sana makan, jangan sampe sisa, susah tau gue bawanya."
Vano segera pergi sebelum ada yang melihatnya disini. Ia menuruni satu persatu anak tangga dan mengembalikan tangga itu ke tempatnya semula.
Setelah selesai dengan urusannya ia pergi menuju garasi dan menunggangi motornya, melaju meninggalkan rumah besar itu.
Perjalanan yang cukup lama sudah ditempuh, ia akhirnya tiba di sekolahnya. Vano memarkirkan kendaraannya kemudian berjalan ke arah kelas. 12 IPS 7. Karena berangkat terlalu pagi, di sini hanya terisi beberapa gelintir orang yang bahkan bisa dihitung dengan jari. Saat ia sudah sampai di kelas pun bahkan sudah tidak ada orang lagi. Karena bingung, Vano mencari kesibukan. Mungkin dirinya harus ke perpustakaan untuk membaca beberapa buku.
Saat memasuki perpustakaan, hal pertama yang ia rasakan adalah merinding. Tempat ini begitu sepi, hanya ada jajaran buku yang berbaris rapi di rak. Guru penjaga perpustakaan pun belum sampai. AC yang dinyalakan menambah hawa ngeri tempat itu. Daripada memikirkan hal yang malah membuatnya takut, Vano memilih untuk segera mencari buku yang ia akan baca nanti.
Vano mencari dengan teliti, langkahnya terus membawanya menyusuri rak di ruangan itu. Senyum kecil terbit di bibirnya, ternyata buku yang ia cari ada di sini. Pemuda itu sedikit terkejut saat sebuah tangan menyentuh buku yang akan dia ambil. Vano menoleh ke kanan. Seketika pandangannya terpaku pada gadis cantik dengan rambut hitam yang lurus di hadapannya.
Gadis itu menarik kembali tangannya. "Sorry."
Vano seperti tak mendengar ucapan gadis itu. Seperti ada yang bergejolak di perutnya. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Cahaya dari jendela kaca semakin menunjukkan wajah cantik gadis itu.
Gadis yang tak mendapatkan respon dari Vano pun melenggang pergi. Mungkin dia pikir Vano aneh. Padahal Vano sedang mencoba menyadarkan dirinya dari hipnotis yang entah dari mana asalnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/339637934-288-k432437.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Girls [ END ]
Ficção AdolescenteApa jadinya jika 4 gadis berbeda karakter dijadikan satu??? Ada tiga kemungkinan: 1.Kemungkinan pertama, mereka akan saling cakar mencakar alias nggak akur. 2.Kemungkinan kedua mereka akan saling diam seperti orang asing. 3.Dan kemungkinan yang ke t...