Bab 20 : Bentakan

1.2K 108 5
                                    

***

Mengucapkan kata maaf itu mudah, yang sulit itu menghilangkan gengsi untuk mengatakannya.

*
*
*

Siang ini di jam istirahat pertama, Nayla memutuskan untuk bermain basket. Ia sangat merindukan tempat ini, padahal hanya hitungan hari ia tak mendatangi tempat favoritnya ini. Nayla melakukan pemanasan sebelum memulai latihan, setelah dirasa cukup ia mulai mendribble bola oren nya beberapa kali lalu memasukkan nya ke dalam ring dan wush poin pertama.

Nayla mengambil bolanya dan mendribble nya lagi. Kali ini ia mencoba melemparkan nya dari titik tengah lapangan, lemparan Nayla gagal karena bola bertabrakan dengan ring. Tapi Nayla tidak menyerah, ia mengambil bolanya lagi dan mendribble nya sebelum melakukan shooting. Baru saja akan melemparkan bola, seseorang memanggil namanya dari arah belakang.

Nayla menoleh, netranya mendapati seorang cewek yang ia ketahui beberapa hari lalu saat di kantin. Cewek yang menampar pipi Saci. "Ada apa ya?" tanyanya biasa, karena memang pada dasarnya ia tak memiliki masalah dengan cewek ini.

"Nama gue Shela. Gue ke sini mau minta maaf soal yang di kantin waktu itu," ujar Shela meminta maaf.

"Ooh, jangan minta maaf sama gue, minta maaf sama Saci. Kan dia yang lo tampar," balas Nayla hati-hati.

Shela menundukkan kepalanya, ia menggigit bibir bawahnya, hingga tak lama suara isak tangis terdengar. "Gu-gue beneran minta maaf, waktu itu gue nggak sengaja. Gu-gue marah, gara-gara temen lo ngata-ngatain Agam. Agam nggak kayak gitu, gue kenal dia udah lama," jelas Shela sesekali mengusap air matanya.

Nayla dibuat bingung dengan Shela yang tiba-tiba menangis. "I-iya, udah jangan nangis, Saci baik kok. Dia pasti maafin lo," balas Nayla menenangkan.

Saat akan mengusap kepala Shela untuk menenangkan, tiba-tiba saja tangannya disentak seseorang. "LO APAIN SHELA?!"

Cowok itu berdiri di depan Shela menjadi tameng.

Nayla yang masih terkejut mencoba menjelaskan. "Nggak gue apa-apain kok. Gue tadi cuma—"

"Dia punya salah apa sama lo?!!"

Sementara Shela yang mendengar suara Regan meninggi, ia menarik-narik tangan Regan untuk menjelaskan. "Regan, enggak. Tadi dia cuman—"

Ucapan Shela terputus saat Regan menarik tangannya, dan membentak Nayla. "LO SIAPA BERANI BIKIN DIA NANGIS?!!"

"Lo SIAPA BERANI BENTAK-BENTAK GUE, HA?!!" Nayla naik pitam, emosinya tak terbendung lagi. Ia membentak Regan tak kalah kerasnya, membuat laki-laki itu sedikit terkejut. Memangnya dia siapa berani membentaknya? Seumur-umur tak ada yang pernah membentaknya seperti ini.

Nayla menatap nyalang pemuda di depannya ini. "Minta penjelasan sama cewek lo ini, daripada lo bentak anak orang tanpa tau kebenarannya!!" sungut Nayla dengan napas yang memburu, ia membanting bolanya lalu pergi meninggalkan tempat itu, lebih tepatnya meninggalkan dua orang di tempat itu.

Disisi lain, Vano berjalan menuju meja Anya dan teman-temannya untuk mewujudkan ramalannya.

"Hai, Kak Vano," sapa Saci saat Vano mendatangi mejanya.

Letta mengerutkan alisnya. "Lo kenal dia?"

Saci mengangguk sebagai jawaban.

"Hai, Ci," jawab Vano balas menyapa Saci. Netra Vano kemudian beralih pada Letta, ia mengulurkan tangannya. "Hai, Vano. Kelas 12," ucapnya sok memperkenalkan diri.

Letta menyalami tangan Vano, sorot matanya beralih menatap pemuda itu. "Hai, Kak. Gue Letta," balasnya sambil meremas telapak tangan Vano hingga Vano menarik tangannya spontan.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang