Bab 11 : Pencarian Vano

1.4K 125 4
                                    

***
Mungkin kita rival, tapi pada dasarnya kita hanyalah manusia yang saling membutuhkan.

*
*
*

Kali ini pagi-pagi sekali, Vano sudah membelah jalanan Jakarta untuk pergi ke tempat adiknya camping. Ia berkendara dengan kecepatan tinggi, fokusnya sekarang adalah Letta.

Setelah hampir 2 jam ia berkendara, akhirnya Vano sampai ke tempat camping. Vano segera mencari tau letak adiknya berkemah, ia bertanya pada petugas yang berjaga, dan akhirnya ia di bawa ke tempat itu.

Saat sampai, tanpa pikir panjang, Vano segera menuju tenda guru. Ia menanyakan kronologi atas hilangnya adiknya, setelah mendengar penjelasan dari guru, dia mengangguk mengerti.

Beberapa guru dan tim SAR mulai mencari anak-anak itu, Vano memaksa untuk ikut mencari walaupun sudah di larang, ia beralasan kalau ada salah satu kekasihnya yang hilang juga bersama ke empat gadis itu.

Tentu saja Vano bohong, mana mungkin ia berkata bahwa yang hilang adalah adiknya Letta, bisa di penyet hidup-hidup dia nanti.

Di tempat lain, tepatnya di tengah hutan, Anya dan Nayla baru saja turun dari pohon setelah Babi-babi itu pergi entah kemana.

Saci dan Letta juga keluar dari persembunyiannya, penampilan mereka sudah tak berbentuk, baju kotor, jaket sobek. Ck! Pokoknya mirip gembel.

Letta menggendong Saci sambil tertawa, Anya dan Nayla bergidik ngeri. "Gila, lo?" tanya Nayla menaikkan sebelah alisnya.

"Hahaha ... heh, Nya. Lo tadi persis kayak monyet," cetus Letta terkesan mengejek.

"Maksudnya, kayak uu aa?" sindir Anya yang langsung membuat Letta kicep.

Nayla tertawa renyah, ia jadi teringat kejadian semalam. "Hahaha ... makan tu, uu aa!" ujar Nayla yang langsung mendapatkan plototan dari Letta.

"Udah, mending sekarang kita cari makan," lerai Anya sembari mengamati sekitar, barangkali ada buah atau apapun itu yang bisa di makan.

Mereka berjalan beriringan, sama-sama mencari pohon yang berbuah. Saci menghela nafas. "Letta, emangnya lo nggak capek gendong gue terus?"

Letta menggeleng sambil terus berjalan. "Lo, tenang aja. Badan gue ini udah terlatih kek tentara, jadi aman. Lagian lo nggak berat juga kok," jawabnya santai.

Nayla tersenyum sumringah saat melihat pohon pisang di depan sana. "Woy, liat tuh ada pohon pisang," ujarnya sambil menunjuk pohon pisang yang berjarak tak jauh darinya.

Mereka menghampiri pohon pisang itu, ada beberapa buah yang sudah matang. Letta menurunkan Saci dari gendongannya, mengambil pisang itu dan membagikannya pada yang lain.

Nayla tersenyum simpul. "Lihai banget lo ngambilnya, nyet," godanya sambil melahap pisang di tangannya.

Saci tersenyum geli, perdebatan kedua nya sangat lucu. Letta mendelik tajam. "Sekali lagi lo bahas itu, gue lempar lo kandang monyet!"

"Ya nggak papa, sekalian silaturahmi sama kembaran lo yang lain," ujar Nayla sembari menaik turunkan alisnya.

"Oo, nantangin lo. Sini, biar gue lempar beneran lo," geram Letta, ia kemudian mengejar Nayla yang bersembunyi di balik badan Saci.

"Heh, sssttt." Anya mengintruksikan agar mereka berhenti dan diam. Ke tiga gadis itu mendadak menegang, mereka sama-sama menajamkan pendengarannya.

"Kenapa? Ada babi hutan lagi, ya? Atau monyet?" tanya Saci sedikit takut.

"Gemericik air bukan sih?" tanya Anya entah pada siapa.

"Kayaknya, iya," balas Letta semakin manajamkan pendengarannya.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang