Bab 32 : Saci Proplayer?

1.1K 94 1
                                    

***
Orang yang terlihat bodoh ini, sebenarnya memiliki kemampuan yang tidak semua orang miliki.

*
*
*

Hari ini pagi-pagi buta, bukannya ke sekolah Saci malah pergi ke kantor Papi nya. Tadi pagi mami Rosa menyuruhnya ke kantor Papi. Katanya ada yang ingin di bicarakan. Saci jadi bingung, jika memang ada yang ingin di katakan, kenapa tidak di rumah saja?

Gadis itu berjalan dengan santai, tak lupa senyum riang yang selalu ia tampilkan. Beberapa kali dia membalas sapaan dari orang-orang kantor yang juga sudah mengenalnya.

Memasuki pintu lift, Saci sedikit terpojokkan karena ramai. Tapi tak masalah, tidak terlalu sempit juga. Beberapa kali lift itu berhenti dan orang-orang di dalam nya keluar. Kini hanya tersisa lima orang di lift itu.

"Sudah saya katakan mr. Saya sedang mengusahakan nya. Gedung AHS akan saya robohkan. Tenang saja," desis seorang pria paruh baya yang berdiri didepan orang sampingnya.

Saci mengerutkan alisnya. Kenapa bawa-bawa AHS?

Gadis itu menajamkan pendengarannya, bermaksud untuk menguping lebih lanjut. Saci sedikit terperanjat saat pria paruh baya itu meninggikan suara. "Jangan pernah anda berani menyentuh putra saya!"

Jadi, Bapak ini di ancam. Tapi siapa yang ngancem? Jahat banget. Batin Saci.

Ting!

Pintu lift terbuka, Saci buru-buru keluar. Berjalan ke ruangan Papi nya. Mengetuk pintu, dan memasuki ruangan setelah di persilahkan. Gadis itu mengulum senyum saat melihat cinta pertamanya duduk di kursi kebesarannya dengan berwibawa. Saci jadi teringat Mami kandungnya.

Gadis itu berjalan dan memeluk papinya yang di sambut hangat oleh Tama. Pria itu terkekeh. "Sudah datang?"

"Belum, ini arwah nya," cetus Saci, kemudian melepaskan pelukannya. "Kenapa manggil Saci ke sini, Pi? Kata Mami ada yang mau di bicarain. Kenapa nggak di rumah aja?"

Tama meminta Saci untuk duduk terlebih dahulu. Dan gadis itu menurut. Netra Saci mengikuti pergerakan Tama yang sedang membuka laci, mengambil beberapa kertas. Menyodorkan nya di depan Saci. "Ini apa?"

Raut Tama berubah serius. "Kamu lagi butuh uang?"

Saci mengernyit lalu menggeleng. Gadis itu membaca kertas print yang ternyata berisi tagihan kartu pemberian papi nya. Saci membulatkan matanya, kenapa dia sangat ceroboh. Sekarang alasan apa yang akan ia gunakan.

"Papi nggak masalah kalau kamu gunain uang Papi, berapapun itu. Tapi ini tumben, kamu lagi ada masalah di sekolah?"

Saci menggeleng kecil. "Nggak ada, kok. Pi," jawab Saci seadanya.

"30 juta dalam sekali tarik itu tidak sedikit untuk anak seusia kamu, Ci."

Saci menggaruk ujung pelipisnya yang tidak gatal. "E-e, Sa-Saci... Itu. Anu, Pi. Sebenernya Saci waktu itu nggak sengaja ngerusakin mobil orang. Orang nya minta ganti rugi, jadi ya Saci kasih," elak Saci setenang mungkin. Jangan sampai Papinya curiga.

Tama memicing kala matanya. "Yakin?"

Saci mengangguk pasti. "Iya, Papi. Udah ah, Saci mau berangkat sekolah."

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang