Bab 35 : Rendi Evonder?

1.1K 98 4
                                    

***
Katanya uang itu bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.

*
*
*

Flashback on

Saat itu hari minggu. Karena di hari itu Anya libur bekerja, dia memilih untuk mendatangi tempat tawuran 5 tahun lalu yang menewaskan Gibran si pendiri geng Grozi. Setelah mengantarkan sarapan untuk pamannya, Anya bergegas ke tempat itu.

Saat sampai di tempat ini, pandangan Anya menyapu jalanan kosong itu dengan teliti. Sibuk mengamati sekitar, Anya menemukan satu kamera CCTV di sana. Gadis itu tersenyum tipis.

Tanpa berlama-lama, Anya berjalan mendekati kamera itu. Namun saat sudah hampir dekat, dia di kejutkan oleh tepukan di bahunya. Refleks, Anya memelintir tangan orang itu hingga sang empu mengaduh kesakitan.

"A-a-a-a sakit, Nya! Aduh," rintih Saci meringis ngilu.

"Saci?" Anya melepaskan pelintiran itu, kemudian menautkan kedua alisnya. "Ngapain?"

Saci mengibaskan tangan kanannya sambil meringis ngilu. Sakit juga di pelintir Anya. Nggak kebayang kalau Letta atau Nayla yang tak sengaja memelintir tangan nya. Bisa langsung patah pasti.

"Shh, harusnya gue yang nanya. Ngapain lo di sini? Kalo gue sih, mau ke supermarket gara-gara di suruh mami. Eh, ngeliat lo berdiri kayak patung di sini. Gue samperin lah," oceh Saci menjelaskan kronologi kenapa dia bisa berada di sini.

Anya mengangguk mengerti, pandangannya beralih pada mobil putih milik temannya itu. "Ikut gue!"

Anya menarik tangan Saci menuju mobil gadis itu. "Masuk! Lo bisa ke supermarket, gue ada urusan," katanya sambil mendorong tubuh Saci agar memasuki mobil putih itu.

"Eeeeh, nggak bisa! Lo mau kemana? Gue ikut, terlanjur kepo ni." Mata Saci memicing curiga. "Lo nyembunyiin sesuatu, ya? Nya! Kok lo gitu, sih. Kita kan temenan, eh, sahabat an malah."

Anya memutar bola mata malasnya, dia berpikir sejenak sebelum akhirnya kembali menarik Saci keluar. Memberikan gadis itu peringatan. "Janji jangan ember!"

Saci tidak mengerti, tetapi dia mengangguk setuju. Mendapat respon itu, Anya membisikkan sesuatu di telinga Saci hingga sontak membuat sang empu membulatkan matanya. "Beneran? Emang masih ada? Itu kan udah 5 taun yang lalu, Nya."

"Terserah! Lo bisa balik, gue cari sendiri," kata Anya lalu melenggang pergi.

Melihat kepergian Anya, Saci otomatis mengejar gadis dingin itu. "Eeeeh, gue ikut!"

"Hm."

"Kita kemana dulu, nih?"

"Cari yang punya tu kamera," kata Anya seraya menunjuk kamera CCTV yang tadi.

Saci mengangguk mengerti, mereka berdua terus berjalan hingga memasuki area perumahan. Selama berjalan, pandangan Anya tak terputus dari kabel penghubung kamera. Gadis itu menghentikan langkahnya saat Saci sedikit menariknya agar berhenti.

"Permisi, buk numpang tanya. Yang masang kamera CCTV di pojok jalan itu siapa ya?" tanya Saci pada ibu-ibu yang sedang berbelanja.

4 Girls [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang