Pagi ini Shena sudah bersiap dengan seragam sekolah nya. Shena berjalan ke arah dapur dan menyiapkan beberapa sarapan juga kopi untuk sang ayah, sampai akhirnya Hendra turun dari lantai atas dan ikut bergabung bersama Shena di meja makan.
"Selamat pagi, Pa."
"Selamat pagi Sayang ku." Hendra mengecup singkat kening Shena.
"Ini Shena udah siapin sarapan sama kopi untuk papa."
Hendra mengecek jam tangan nya. "Papa sarapan di kantor aja, Sayang. Udah mau telat."
Shena mematung di tempat, namun detik berikutnya ia tersenyum dan menyalami Hendra. Walaupun hati nya sesak sekali rasanya, nyatanya Hendra tidak pernah ada waktu untuk mereka berdua berbincang membicarakan hari-hari mereka. Keduanya hanya akan banyak bicara jika membicarakan sekolah maupun pekerjaan. "Hati-hati, Pa." Shena berusaha keras menerbitkan senyuman nya.
Shena juga tidak minat untuk sarapan pagi ini, dia pun ikut berangkat ke sekolah hingga dia melihat di luar, Kaisar tampak berbincang bersama ayah nya. Shena segera mendekat ke arah mereka.
"Ayo," ajak Kaisar dan menyerahkan helem ke arah Shena.
"Gue di antar supir," jawab Shena.
Kaisar menatap Hendra yang hanya bengong di antara mereka. "Boleh kan, Om. Saya berangkat bareng Shena?"
"Tentu, Shena kamu berangkat bareng Kaisar aja. Lagian papa lebih tenang kalau kamu berangkat nya bareng Kaisar."
Shena hanya pasrah dan menerima helem yang berada di tangan Kaisar. Dan segera menaiki motor pria itu, Shena menatap Kaisar dengan tatapan yang siap membunuh, bukan nya takut. Kaisar hanya tersenyum singkat.
"Oh iya, Sar. Om minta tolong, nanti siang kamu bisa antar Shena cek up ke rumah sakit?"
"Nggak papa kok, Pa. Shena kan udah biasa pergi sendiri," jawab Shena.
"Bisa kok, Om. Lagian nanti saya gak kemana-mana," kata Kaisar yang di setujui langsung oleh Hendra.
"Kamu hati-hati ya, awas kalau anak saya lecet!" Peringat Hendra.
"Siap komandan!" Jawab Kaisar dan melajukan kendaraannya.
"Shena berangkat, pa."
"Hati-hati cintaku."
Shena dan Kaisar sudah sampai di sekolah ketika sekolah sudah sangat ramai. Kaisar dan Shena kembali menjadi pusat perhatian, Kaisar yang dingin tak tersentuh kini terlihat pergi bersama seorang wanita, bahkan terlihat begitu romantis.
Shena sang ketua OSIS yang selama ini tidak pernah terlihat bersama pria Manapun selain anggota OSIS, yakni Joel dan Putra, kini malah terlihat pergi bersama Kaisar.Shena segera turun dan menyerahkan pada Kaisar dengan kasar helm yang ia kenakan. "Terimakasih! Lain kali lo nggak perlu jemput gue dan cari perhatian di depan bokap gue, dan Lo nggak perlu antar gue buat check up. Gue bisa pergi sendiri."
"Kenapa? Lo nggak mau kalau gue tahu Lo penyakitan?"
Shena tertawa terpaksa. "Nggak! Lagian dari kecil Lo udah tahu kalau gue penyakitan kan? Karena gue tahu, tujuan Lo bukan baik, Lo cuma mau cari perhatian kan."
"Gue gak se murahan itu."
"Oh ya? Terus apa namanya. Lo tiba-tiba jemput gue padahal rumah Lo dengan rumah gue berjauhan, Lo bersikap baik di depan gue, apa tuh namanya?"
"Gue cuma menjalankan amanah bokap Lo!"
Shena tertawa lagi. "Bokap gue ngasih amanah setelah Lo datang, Kai."
"Gue ketemu sama bokap Lo di peternakan seminggu yang lalu."
Shena kembali diam mendengar jawaban singkat Kaisar. "Oke, tapi Lo nggak perlu antar gue ke rumah sakit, Kai. Gue bisa pergi sendiri." Shena ingin segera pergi namun pergelangan tangan nya di tahan oleh Kaisar.
"Lo benar-benar nggak tahu diri, perempuan penyakitan kayak Lo harus nya berterimakasih masih ada orang yang peduli..."
Plak!
Kaisar merasa begitu panas dan perih pada pipi kanan nya, ketika tangan mulus Shena begitu kasar mendarat di sana.
"Terimakasih, Kaisar. Udah mengingat kan betapa lemah nya gue. Tapi sampai kapan pun gue gak butuh bantuan Lo!"
Kaisar menatap Shena tajam. "Pegang ucapan Lo!"
Kaisar segera pergi dari sana dengan raut wajah yang begitu menyeramkan bagi Shena. Bahkan pria itu tidak berbalik lagi hanya untuk menatap Shena. Shena menunduk lesu, apakah kali ini dia benar-benar terlalu berlebihan pada Kaisar?
Shena beberapa kali mengusap kedua lengan nya, hujan turun begitu deras pagi ini. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, sepanjang pelajaran Shena semakin tidak fokus, gadis itu masih memikirkan Kaisar dan ucapannya. Shena semakin merasa bersalah, apalagi belakangan ini Shena sering berkata kasar padanya, sampai menampar pria itu.
"Shen!" Panggil Silvia membuyarkan lamunan Shena.
"Hm?"
"Lo nggak papa kan?"
"Dingin," jawab Shena singkat.
Silvia tersenyum dan berjalan ke arah belakang kelas, disana terdapat sebuah lemari kotak-kotak dengan nama siswa di setiap kotak. Silvia membuka salah satu kotak dengan nama Shena, dan mengeluarkan kain kecil dari sana. Setelah menutup kotak tadi, Silvia segera mendekat ke arah Shena dan memakai kan kain yang ia bawa pada bahu sahabat nya itu.
"Menurut Lo, apa setiap ucapan gue terlalu berlebihan?"
Silvia menarik sebelah alis nya. "Berlebihan ke siapa?"
"Kaisar."
Silvia menggeleng. "Biasa aja. Lagian dia juga nggak ada lembut-lembut nya kalo ngomong sama Lo, cowok mana coba yang berani nampar perempuan, cuma dia. Orang yang menghargai kita lah yang pantas untuk di hargai, Shen."
Shena berpikir sebentar dan menunduk sendu. "Setelah gue pikir-pikir, pertemuan awal gue sama Kaisar dia nggak se kasar itu, Sil. Apa karena ucapan gue yang berlebihan sampai di se kasar itu."
Silvia meletakkan dengan keras pena nya di atas meja hingga menimbulkan suara yang cukup keras. "Shen, jangan jadi lemah gini. Kalau Kaisar sama geng nya tau Lo merasa bersalah, mereka bakal semakin semena-mena. Udah biarin aja. Kalau dia emang beneran lakik, harusnya dia minta maaf lebih dulu."
Silvia melanjutkan menulis catatannya, begitu juga dengan Shena. Setelah bel istirahat berbunyi, Shena memilih berjalan menyusuri lorong kelas dua belas hingga ia sampai di kelas paling pojok, yaitu kelas 12 IPS 10, kelas paling akhir. Dan disana lah Kaisar berada. Shena memasuki kelas itu dengan tangan yang ia lipat di dada. Tidak ada yang aneh selain para remaja pria yang bermain game di sudut kelas, Shena mendekati sekretaris kelas untuk melihat catatan siapa yang tidak berada di dalam kelas. Dan hanya ada nama Elgafri Kaisar Hugo disana, kemana pria itu.
Shena kembali lagi ke kelas nya dan berpapasan di ambang pintu dengan Gery.
"Ger, Lo nggak lihat Kai?"
"Kaisar?"
Shena mengangguk.
Gery menggeleng. "Nggak." Gery pun segera meninggalkan Shena.
Shena menghembuskan nafas kasar. Dia sudah bertanya pada orang yang salah, lagi pula Gery adalah pria dingin di SMA Visiona dengan julukan kulkas sebelas pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar 2019 [ SELESAI ]
Teen FictionIni tentang Elgafri Kaisar Hugo dan kisahnya sepanjang tahun 2019. Kaisar meninggalkan kota Surabaya, kota dimana ia tumbuh menjadi remaja sekarang ini. Kaisar pergi setelah ibu nya mengatakan akan menikah, Lagi. Catat LAGI! Kaisar pergi dari rumah...