49. persiapan untuk Oktober

469 34 0
                                    

Shena tak henti-henti nya menangis, matanya menatap sendu ke arah hakim, yang nyata nya tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Tapi, mereka tidak bisa melakukan apa-apa.

"Shena, makasih ya. Udah perhatian kali sama aku juga keluarga ku, aku gak pernah nyangka, ketua OSIS yang teramat garang ini, ternyata punya hati yang sangat lembut. Terimakasih udah jadi kakak yang baik untuk adik-adik ku, terimakasih banyak Shena." Shena memeluk Poltak singkat, dan menumpahkan air mata kesedihan yang bercucuran deras.

"Dan untuk teman-teman ku semuanya, teman-teman dari Visiona, Vidia, Silvia dan semua yang kutemui di masa putih abu-abu. Terutama teman seperjuangan ku, anggota inti Ravens." Poltak menarik nafas dalam, dan menutup kedua wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Poltak kembali mengangkat wajah nya, dan melihat satu persatu anggota inti Ravens yang tak mampu lagi bersuara, hanya air mata yang terus mengalir. Pertanda mereka sangat berduka.

"Terimakasih banyak ku ucapkan untuk kalian semua, untuk solidaritas nya, untuk pertemanan yang begitu mengagumkan ini. Juga, untuk kekeluargaan yang sangat kurasakan, kalian akan tetap jadi sahabat terbaik ku, sampai kapanpun."

Daniel mengusap air mata nya dan memberikan jaket kebesaran Ravens pada Poltak. "Nggak akan ada yang melupakan perjuangan ini, Lo akan tetap di ingat semua orang sampai kapan pun. Dan terimakasih, bro. Dari Lo, gue belajar arti solidaritas yang sebenarnya."

"Jaga diri disana ya, kami pasti sering berkunjung," seru Jef yang berdiri disamping Reno.

Poltak mengangguk dan melambaikan tangan ke arah teman-temannya. "Selamat tinggal Ravens, selamat tinggal Visiona, dan sampai berjumpa teman-teman."

"Setelah aku pulang, aku harus lihat Kelian semua dalam keadaan baik-baik aja!" Teriak Poltak yang semakin menjauh.

"Kami janji," jawab Daniel dengan suara lirih.

Shena berkali-kali menyeka air mata, yang tak kunjung berhenti, melintasi wajah cantik nya. Shena menoleh ke samping, melihat jelas wajah Kaisar yang masih di selimuti rasa haru, wajah nya yang diam tanpa ekspresi, masih bisa dibaca oleh Shena, terbesit satu penyesalan besar disana. Namun, semua sudah terjadi, bukan. Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan sekarang.

Para anggota Ravens keluar dari ruang persidangan, mereka semua kini duduk di kendaraan masing-masing, di sebuah parkiran tak jauh dari gedung. Dewa sudah pulang lebih dulu, karena ia harus mengantar keluarga Poltak ke rumah mereka.

"Kita gak boleh diam, Sar. Sekali lagi kita di curangi. Yang bener aja, pembunuhan berencana katanya? Bangsat!" Daniel memukul dengan keras helem yang semula ia genggam, emosi nya benar-benar menggebu-gebu, keputusan hakim sangat tidak puas baginya.

Gery mengeluarkan satu batang rokok dari dalam saku nya, memantik rokok tersebut dan menyesap nya dengan penuh nikmat, perlahan deburan asap putih keluar dari mulut dan hidung cowok itu. "Gue gak mau diam kali ini, Sar," imbuh nya.

Jef mengangguk setuju. "Kalo Lo tetap diam, biar kami yang gerak sendiri."

Kaisar menatap tajam ke arah Jef, cowok itu tetap diam dengan tatapan yang tak pernah lepas dari sahabat nya itu. "Kalau dari awal, Lo mau bertindak sendirian, kenapa harus milih gue buat jadi ketua? Apa keputusan gue gak berharga bagi Lo?"

Jef diam seribu bahasa dengan kata-kata yang baru saja di ucapkan oleh Kaisar. Jef memang tidak berani membantah setiap perintah ketua Ravens itu, tapi melihat mereka sekali lagi di tipu, menghilangkan semua rasa takut dan rasa hormat yang selama ini ia simpan.

"Terus kita harus apa sekarang? Kalau Lo bilang tunggu, kami semua gak bisa nunggu lagi, Sar." Kini Andra menimpali.

"Stop... Stop..." Shena menengahi. "Kaisar gak sepenuhnya salah, menyelesaikan masalah gak harus dengan berantem 'kan?"

"Lo gak usah ikut campur, Shen. Ini bukan ranah kekuasaan Lo!" Reno mengingat kan.

Shena menarik nafas dalam-dalam dan memutar bola matanya malas. Baru saja ia ingin buka suara, namun suara dari arah belakang mengejutkan mereka semua.

"Waduh... Ada yang lagi konferensi nih. Gimana, udah sadar sekarang? Lo semua cari rugi udah main-main sama kami!"

Siapa lagi yang empunya suara angkuh itu, kalau bukan Dilon, ketua dari geng Wolves, sekaligus sepupu Shena. Di belakang cowok itu, ada lima orang sahabat nya.

"Gue bilang juga apa. Mereka itu cuma kumpulan banci." Terdengar gelak tawa dari anggota Wolves.

Jef mengertakan giginya dengan tatapan mata nyalang, yang siap membunuh para pria sombong, dihadapan nya sekarang ini. "Anjing!" Jef segera maju, namun baru turun dari motor, pergelangan tangan cowok itu di tahan oleh Kaisar.

"Apa bangsat! Lo mau diam lagi sekarang?!" Jef bertanya dengan suara yang tertahan, mata cowok itu kemerahan menahan amarah.

"Membunuh musuh gak bisa dengan emosi, Lo harus bunuh mereka dengan diam Lo itu."

"Nggak!" Jef membantah. "Dilon pasti mati ditangan gue sekarang!"

Kaisar mengulur kan tangan nya, dan menunjuk ke arah Dilon, namun tatapan mata cowok itu masih kepada Jef. "Silahkan!"

Jef segera maju dan melemparkan helem yang ia pegang, namun dengan cepat di tangkis oleh Dilon. Dengan berani Jef menarik kerah baju ketua Wolves itu dan menatap lekat mata sombong yang selama ini ia perlihatkan. "Siapa yang banci disini? Banci itu banyak omong daripada tindakan, Lo gak sadar diri?"

Dilon mendorong dengan kasar kedua tangan Jef, namun tidak semudah itu. Jef menggenggam erat kerah baju Dilon, hingga membuat nya susah menarik nafas, lima sahabat Dilon dengan kasar menarik Jef yang masih kekeh menarik kerah baju Dilon, hal itu menarik perhatian geng Ravens yang lain ikut bergabung saling melindungi teman mereka masing-masing.

"Sar, Lo kok diem aja sih? Lo gak liat temen-temen Lo!" Vidia membentak Kaisar.

Kaisar tersenyum miring. "Kenapa? Lo takut Daniel kenapa-kenapa 'kan?"

"Omong kosong."

"Goblok Lo!" Kaisar segera turun dari motor nya dan menengahi perkelahian kecil ini.

Geng Ravens mundur atas interupsi dari Kaisar, beberapa dari mereka luka-luka termasuk Daniel, yang terkena cakaran Andra, yang mengenai sudut bibir nya. Setelah yakin semua anggota nya mundur, Kaisar duduk lagi di motornya dengan Shena yang berdiri di samping cowok itu.

"Gue rasa semua ini sia-sia, lebih baik kita buat kesepakatan!" Usul Kaisar dengan tatapan mata yang mengarah ke pada Dilon.

"Sampai kapan pun, nggak ada kesepakatan antara Visiona dan Airlangga!"  Dilon menggertak giginya, dan tatapan mata nya penuh dengan aura murka.

"Laki-laki harusnya punya omongan yang bisa dia pegang, dan Lo gak punya itu." Gery berucap dari arah belakang Kaisar, kata-kata barusan ia tujukan pada Dilon.

"Lo semua gak penting bagi gue, dan ke kesengsaraan siswa Visiona adalah misi gue. Kalau Lo semua mau bebas, berhenti untuk bela Visiona!"

Kaisar 2019 [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang