69. Ravens vs Wolves

580 34 0
                                    

Mata Kaisar bertemu dengan mata Dilon yang menatap nya sangat tajam. Namun Kaisar hanya acuh, dan memilih untuk berbicara bersama teman-teman nya.

Jef memperhatikan leher Kaisar, kalung bergambar kura-kura tidak ada lagi disana. Padahal, selama ini Kaisar selalu membawa kalung pemberian Shena itu kemanapun ia pergi. "Sar, kalung Lo jatuh?" tanya Jef.

Kini semua orang memperhatikan leher Kaisar. "Jam tangan Lo juga mana?" Gery pun bertanya.

Kaisar hanya acuh, dan mengedikkan kedua bahu nya. "Gue suruh Shena pegang, gue takut lecet."

Tentu saja anggota Ravens heran mendengar jawaban Kaisar itu. Memang nya mereka mau perang, sehingga cowok itu harus melepaskan semua atribut nya. Namun, tidak ada lagi yang peduli soal atribut Kaisar, kecuali tiga sahabat dekat nya. Yakni, Jef, Daniel dan Gery. Bahkan Gery mulai curiga dengan gerak-gerik Kaisar sejak acara ulang tahun nya di rooftop. Namun, cowok itu hanya diam dan menyaksikan, apa yang sebenarnya terjadi dengan Kaisar hari ini.

Kini Kaisar benar-benar berhadapan lagi dengan Dilon di lapangan. "Dengar-dengar ada yang ultah nih," ucap seorang pria di sebelah Dilon.

"Makanya itu, kita kasih dia kado yang lebih spesial hari ini." Dilon kemudian tersenyum sinis, dan melemparkan bola ke arah Kaisar namun kali ini, Kaisar malah tidak bisa menangkap nya.

Kaisar melihat kedua tangan nya, yang seperti kebas padahal ia merasa. Ia sudah siap menerimanya bola itu.

"Lo baik-baik aja kan?" tanya Daniel.

Kaisar mengangguk. "Aman."

Pertandingan sudah di mulai. Shena merasa udara di sekitarnya mulai panas dan gerah, gadis dengan bandana putih itu bahkan membuka jas yang ia kenakan.

"Shen, Lo Kepanasan?" tanya Silvia.

"Iya nih, kok tiba-tiba ya."

Vidia dan Silvia saling memandang. "Perasaan ruangan ini tertutup, dan pakai AC. Dan, diantara banyaknya orang, cuma Lo doang yang kepanasan," ujar Vidia yang dibalas anggukan Silvia.

Shena pun menggeleng. "Nggak tahu, gue tiba-tiba ngerasa gerah dan sesak gitu."

"Lo baik-baik aja kan?" tanya Silvia.

Shena mengangguk yakin. "Aman."

Shena masih serius memperhatikan Kaisar yang bermain sangat tenang. Bahkan cowok itu berkali-kali berhasil memasukkan bola ke dalam ring, membuat banyak orang bersorak. Shena melihat sekeliling nya, orang-orang sangat heboh dan berteriak sangat bahagia. Namun, hati Shena malah merasakan sesuatu yang aneh, dia bahkan tidak mengerti perasaan apa ini, namun, suasana yang tergambar seperti suasana yang tidak nyaman.

"Shen!" Panggil Silvia lagi. "Are you okay?" Silvia melihat raut wajah Shena yang seperti tidak tenang, dan terlihat seperti orang yang gelisah dan kehilangan sesuatu.

Shena memutar bola matanya dan menatap ke atas langit-langit ruangan, bahkan sangat lama gadis itu melihat ke arah sana, membuat Silvia dan Vidia sedikit panik. Namun, Shena memastikan dia baik-baik saja. Perlahan jam tangan yang Kaisar berikan pada Shena, jatuh dan mengenai lantai. Karena, Shena yang menaruh nya di atas pangkuan gadis itu.

"Yah, pecah." Shena menunduk dan meraih jam tangan kesayangan Kaisar.

"Kacanya doang kok, besok kita perbaiki." Shena mendongak dan melihat Kaisar yang sudah berdiri di samping nya, Shena pun menoleh ke arah lapangan. Disana, anggota Ravens yang lain berdiri dan menatap ke arah nya.

"VISIONA MENANG BU KOMANDAN!" teriak mereka bersamaan.

Shena pun memeluk Kaisar sangat erat, dan tersenyum bahagia. Shena dan Kaisar segera turun dan menemui anggota Ravens di lapangan, di ikuti dengan Silvia juga Vidia.

"Happy birthday to you!"

"Happy birthday to you!"

Kaisar lagi-lagi mengukir senyuman yang sangat indah, kala melihat Aluna datang dengan kue serta lilin di atas kue tersebut. Dia tidak sendiri, ada Alana dan Talita bersama nya.

Kaisar menerima kue pemberian Aluna dan meniup lilin yang tertancap di atasnya. Kaisar menyerahkan bolu itu pada Shena, ketika melihat mata Aluna yang mulai berkaca-kaca, Kaisar mendekat dan memeluk Aluna sangat erat. "Jangan takut, kakak selalu ada untuk kalian."

"Kak," panggil Aluna pelan dan menghapus air mata yang terus saja mengalir, tanpa pamit. "Selamat ulang tahun, selamat bertambah usia, dan jaya selalu. Jangan tinggalkan kami ya, gue bahkan gak tahu, jadi apa kehidupan kami kalau kakak nggak hadir dalam keluarga kami."

Kaisar mengangguk dan menyapu habis air mata Aluna dengan tangan nya.

"Kak, jangan pergi ya!"

Permintaan itu seolah memiliki makna yang sangat dalam, di hati Kaisar. Seolah ada sesuatu yang menusuk dan sesak di dalam dadanya, mendengar permohonan adik angkatnya itu.

"Potong kuenya!" Suruh Talita yang tak sabaran dan memberikan satu pisau plastik kepada Kaisar.

"Bolu nya hasil karya tangan gue dan Alana loh," ungkap Talita bangga.

"Sejak kapan Alana bisa masak?"

Alana menunjuk ke arah gadis di belakang Kaisar. "Di ajarin kakak ipar," katanya.

Kaisar pun tertawa, saat tahu bahwa Shena lah yang mengajari Alana memasak. Bahkan membuat kue spesial ulang tahun Kaisar.

Kaisar mengangkat pisau itu dan berniat memotong kue. Namun suara ledakan yang menggema, membuat semua orang kompak berlari bahkan berjongkok dan menutup telinga mereka. Shena bahkan tidak sadar kemana dia membuang kue ulang tahun Kaisar, cewek itu berlari dan berpelukan bersama Silvia dan Vidia.

Semua orang berlari berhamburan keluar dari aula. Menyelamatkan diri mereka masing-masing.

Tiga suara ledakan pistol melesat tak terelakkan. Semua orang berlari mencari tempat berlindung. Hingga suara kembali senyap, dan...

"KAISAR!!!"

Shena segera berlari dan menemui Kaisar yang kini sudah terkapar berlumuran darah. Kepala cowok itu kini sudah dipenuhi darah segar, bahkan ia sudah tidak sadarkan diri. Sekujur tubuh Kaisar terasa dingin dan nafas nya pun mulai berat. Kaisar perlahan menutup matanya, ketika Shena terus-menerus memangil nama pacar nya itu.

Rini yang melihat anak nya dipenuhi darah, sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Bahkan, air mata pun tak kuasa mendarat. Rini diam mematung dengan tatapan mata kosong, hingga akhirnya ia pun jatuh pingsan. Melihat putra semata wayangnya hampir meregang nyawa, membuat sebagian raga Rini juga ikut pergi ntah kemana.

Shena mengangkat kepala dan menatap benci ke arah Dilon, yang masih memegang pistol. Dengan raut wajah pucat, bahkan masih bisa Shena lihat jelas. Ada sekelebat penyesalan dari penglihatan sepupu nya itu.

"Lo akan bertanggung jawab untuk semua ini!" Teriak Shena sangat kuat, bersamaan dengan air mata nya yang meluncur deras.

Para panitia segera menarik Dilon dan mengamankan senjata nya. Para tim kesehatan juga sudah membawa Kaisar menggunakan tandu, di susul oleh anggota Ravens yang tidak peduli lagi tentang pelaku, mereka lebih mementingkan nyawa Kaisar.

Shena masih berdiri di tempat nya dengan lesu, bahkan air mata tidak lagi mengalir. Kedua tangan Shena juga sudah bersimbah darah, semua begitu sunyi, suara-suara tak lagi kedengaran. Tatapan mata Shena kosong. Wajah nya pucat, dan seluruh tubuh Shena terasa begitu dingin.

"Shen!" Silvia terus mengguncang tubuh Shena yang begitu kaku, bahkan Silvia sudah menangis sejak tadi melihat kondisi sahabat nya ini. "Shena, please! Nangis, Shen. Teriak Shen!" Bentak Silvia.

Pak Hendra segera mendekat dan memeluk Shena sangat erat.

"Shena kehilangan lagi, Pa?" tanya Shena pelan.

Pak Hendra menggeleng kuat. "Nggak, Sayang. Kaisar baik-baik aja, dia cuma pingsan. Percaya sama papa."

Detik itu juga tubuh Shena ambruk, sekeliling nya mulai mengabur dan menghitam. Shena tidak mendengar bahkan mengetahui apapun lagi.

Kaisar 2019 [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang