48. Sidang Poltak

529 36 0
                                    

Setelah perbincangan hangat di pantai. Shena, Kaisar beserta anggota Ravens kembali ke markas. Kini, Shena sadar, kenapa Kaisar begitu mencintai Ravens. Solidaritas yang mereka bangun, benar tidak main-main. Malam ini, jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Tapi, para anggota Ravens masih sibuk bermain kartu, dan juga memasak mie. Mereka memang bukan terlahir dari keluarga yang kaya raya, kecuali Dewa. Tapi, mereka semua berhasil, membuat Shena merasa, dirinya benar-benar seperti ratu.

"Besok sidang terakhir Poltak," Reno mengingat kan, cowok itu tidak ikut bermain kartu. Dia malah asik menonton berita di televisi, yang di siarkan hanya selalu mengenai masalah salah satu anggota Ravens, yakni Poltak.

Para anggota Ravens sangat yakin, dalang dibalik semua berita ini, adalah pihak Airlangga. Mereka mau, SMA Visiona dibenci dan di remehkan semua orang.

"Kita nggak akan ganti posisi Poltak, 'kan Sar?" Kini Daniel yang bertanya. Walaupun di balik pertanyaan pria itu, jelas terlihat bahwa ia tidak mau. Ada orang yang menggeser, posisi salah satu di antara mereka.

Kaisar menggeleng, dan melemparkan kartu terakhir nya. "Sampai kapan pun, nggak akan ada yang bisa ganti, posisi yang udah kita bentuk. Walaupun, suatu hari nanti, kita semua pasti terganti."

Ada sebelah hati Kaisar yang terasa nyeri, mengucapkan kata terganti.

"Oktober udah dekat, kita harus buat rencana yang lebih matang untuk pertandingan kali ini." Gery buka suara, dia adalah salah satu saksi mata, dimana SMA Visiona kembali di curangi oleh SMA Airlangga, saat tujuh belas Agustus kemarin.

"Kali ini kita pasti berhasil, karena OSIS udah diisi anggota Ravens juga," ucap Reno. Reno memang benar, Putra dan Joel sudah diberhentikan dari posisi mereka, di OSIS. Dan diganti oleh Gery dan Daniel.

Andra datang membawa mie yang telah ia masak. Cowok itu juga menyiapkan satu piring kecil untuk Shena, karena Shena masih ikut berkumpul mendengarkan pembicaraan Ravens.

"Kenapa kita gak nyerang Airlangga Aja, Sar. Masalah pasti langsung selesai," usul Jef.

"Bukan selesai tapi permasalahan makin panjang, setelah kita lulus, mungkin ada ajang balas dendam antar sekolah lagi. Lebih baik, kayak gini. Kita menjelaskan ke mereka pelan-pelan." Kaisar menyahut.

Ada sesuatu yang menyerang perasaan Kaisar, perasaan itu seolah menganggu pikiran nya, tapi apa? Kaisar tidak mengerti, seperti ada rasa sesak di dada, dan sebuah penyesalan tak berujung, yang tidak ia mengerti sedikitpun.

"Kai, Lo gak papa?" Shena bertanya dan menyentuh dada Kaisar, terasa begitu jelas pada tangan Shena, jantung Kaisar berdetak lebih cepat.

"Itu efek Kaisar sering tidur dibawah jam tiga pagi, besok Lo harus cek ke rumah sakit," suruh Gery yang mengerti isi kepala Shena.

Kaisar menggeleng. "Gue gak ngerasa sakit, tapi supaya Shena gak khawatir. Besok gue cek."

Shena tersenyum manis mendengar penuturan Kaisar, yang begitu halus masuk ke dalam ulu hatinya.

Kaisar berdehem pelan. "Kalau suatu hari nanti, gue harus mundur, sebelum Ravens selesai. Apa yang bakal kalian lakukan?"

Kaisar menatap satu per satu, anggota inti Ravens. Mereka semua mendadak berhenti makan, dan menunduk dalam diam. Jef meletakkan piring beserta sendok yang ia genggam, mengakibatkan dentingan suara yang cukup keras, memecah keheningan malam.

"Lo gak akan berkhianat 'kan?" Jef bertanya dengan suara tertahan, hanya ia yang mengerti. Kenapa suara yang ia keluarkan seakan enggan untuk keluar.

Kaisar tersenyum remeh. "Ravens sekarang, jadi bagian penting dalam darah gue. Kalau dia nggak ada, berarti gue mati. Dan, gue gak akan mungkin berkhianat untuk Ravens. Apapun jaminan nya."

"Apa landasan pertanyaan Lo itu?" Jef bertanya lagi.

"Umur manusia gak ada yang tahu."

"Kami pasti meneruskan Ravens ke generasi selanjutnya," Gery menyahut.

Shena langsung diam, ketika mendengar kata umur yang Kaisar lontarkan. Shena tidak mau kehilangan lagi, apapun alasannya.

Setelah pembicaraan itu, Kaisar mengantar Shena ke dalam kamar, Shena meminta Kaisar untuk membuka gorden, agar ia bisa melihat bulan lebih jelas.

"Kenapa?" Kaisar bertanya, kenapa sekarang Shena ingin melihat bulan. Padahal biasanya cewek itu, selalu tidur sebelum jam 9 malam.

"Gue mau menyukai apapun yang Lo suka," jawab Shena dengan senyuman merekah.

Kini keduanya sedang berdiri di balkon, menatap indahnya bulan yang begitu terang, ditemani bintang-bintang di atas sana.

"Kai, Davida beruntung yah. Bisa jadi cinta pertama Lo."

"Sampai Lo sebegitu effort, ngucapin ulang tahun nya ke Surabaya, gue juga pengen," lanjut Shena.

Kaisar tertawa mendengar ucapan pacar nya itu. "Davida mungkin jadi perempuan pertama yang gue cintai, tapi Lo. Bakal jadi cinta terakhir, yang gue bawa, sampai gue mati, Shen."

"Jadi siapa yang lebih beruntung?" Kaisar menaikkan sebelah alisnya.

****

Ke tujuh anggota Ravens sudah duduk berdampingan di ruang sidang, disana juga ada Bu Gayatri, Pak Hendra, Shena, Vidia juga Silvia. Di seberang tempat mereka duduk, ada ibu Poltak dan kedua adik kembarnya. Kaisar tidak henti-hentinya merapal kan doa dalam hati.

"Silahkan berdiri." Terdengar perintah dari hakim, yang ia tujukan pada Poltak.

Poltak kini berposisi di tengah-tengah, seakan ia adalah penampil utama di ruangan ini, anggota Ravens tersebut, sudah mengenakan pakaian putih dan celana hitam. Pria ber darah Batak itu pun segera berdiri, sesuai interupsi dari hakim.

"Mengadili, satu menyatakan, terdakwa, Poltak Pakpahan. Terbukti secara sah! dan meyakinkan bersalah. Melakukan tindak pidana, melakukan pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana terdakwa, Poltak Pakpahan, dengan pidana penjara selama 15 tahun penjara, sesuai dengan pasal 338 KUHP."

Kaisar menutup mata nya rapat-rapat, tangisan terdengar menggema dari kedua adik Poltak, ibu pria itu juga langsung pingsan di tempat.

"Sar, kenapa bisa jadi pembunuhan berencana?" Andra benar-benar tidak menyangka atas vonis, yang di jatuhkan terhadap sahabat nya itu.

"Maaf, Pak. Sebelum saya dibawa, boleh saya bicara sebentar dengan sahabat saya?" Para tim kepolisian mengangguk, mereka membiarkan Poltak untuk bertemu dengan Kaisar dan anggota Ravens yang lain.

"Sar, aku udah lakukan satu pengorbanan besar untuk Ravens. Satu pengorbanan yang merenggut masa muda ku, kebahagiaan keluarga ku, dan sebagian dari hidup ku. Permintaan ku, cuma satu. Jangan pernah bubarkan Ravens, dan jangan pernah biarkan siswa dan siswi Visiona menderita lagi, putusan hakim memang kedengarannya nggak adil untuk ku dan juga untuk kita semua. Tapi, kau harus percaya, kalau semua yang ku lakukan, bukti cintaku untuk Ravens." Poltak langsung berhambur dalam pelukan Kaisar, berbeda dengan Kaisar yang hanya diam, dengan wajah pucat.

Kaisar ingin berteriak dan mengatakan, bahwa dia yang bersalah. Namun, seperti ada yang tertahan di tenggorokan nya, sehingga yang jatuh hanya air mata. Poltak melepaskan pelukannya pada Kaisar, tempat dimana selama ini ia berlindung, meskipun terlihat cuek dan jarang bicara, nyatanya bagi Poltak. Kaisar adalah salah satu penyelamat hidup nya, Kaisar selalu membantu kehidupan ekonomi keluarga Poltak, bahkan cowok itu yang membiayai semua biaya transplantasi ginjal, adik kembar Poltak. Kaisar, juga lah orang yang membelikan motor yang telah lama di impikan oleh Poltak, dan diam-diam Kaisar juga selalu memberikan uang saku kepada adik Poltak dan membiayai semua keperluan sekolah mereka. Maka dari itu, Poltak tidak pernah ragu, untuk menitipkan ibu dan kedua adik nya pada Kaisar.

Kaisar 2019 [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang