Shena berlari kecil ke arah pintu depan, dan membuka nya. Senyum Shena segera luntur, ketika ia tidak melihat Kaisar disana. Ayah nya bohong? Tapi, untuk apa. Shena mematung di tempat, Silvia dan ayah nya berdua di kamar. Apa yang mereka bicarakan.
Shena mundur beberapa langkah, dan berjalan hati-hati menaiki tangga. Perlahan Shena berdiri di balik tembok, dan ia mendengar percakapan antar ayah nya dengan Silvia.
"Kamu gak bisa kasih tahu Shena sekarang!"
"Tapi kenapa, Om?" Air mata Silvia jatuh begitu saja. "Bahkan saya udah mengorbankan banyak hal, mengorbankan cinta saya, keluarga saya hanya untuk Shena."
Shena merasa sesak di dadanya. Kesepakatan apa yang telah mereka buat, apa yang telah di rencanakan oleh ayah nya dengan Silvia.
Hendra mendekat dan memeluk Silvia sangat erat. "Shena butuh waktu, dia nggak akan pernah bisa menerima. Kalau dia tahu, kamu akan jadi ibu sambung nya."
Shena menutup mulut nya, air mata kembali mengalir. Shena segera berlari dan menuruni tangga, Shena berlari ke luar gerbang dan tak tau arah, kemana ia akan pergi. Bagaimana ini? Shena harus bahagia atau sedih. Apakah ini jawaban dari keinginan Silvia, yang mengatakan bahwa dia ingin hidup selamanya bersama Shena.
Satu mobil hitam berhenti di dekat Shena, sang kemudi menurunkan kaca mobil nya dan melepas kaca mata yang melekat pada kedua mata cowok itu, cowok itu segera mengeluarkan kepala nya dari balik jendela. "Wah... Bu komandan, ngapain nangis di trotoar!"
Shena menoleh ke arah sumber suara, dengan cepat ia menghapus air mata yang melintas deras di wajah putih mulusnya. Shena hanya menggeleng dan mengalihkan perhatian dari mobil tersebut.
"Ayo gue antar pulang!" Seru Dewa lagi.
Shena menurut, dia segera masuk ke dalam mobil Dewa, dan duduk di kursi samping kemudi. Shena melirik ke arah kaca, dan melihat di kursi belakang ada salah satu adik Poltak disana, Shena kemudian menoleh pada Dewa. "Kenapa Lo cuma bawa satu? Mana satunya lagi."
"Les dia, biasa perempuan pintar. Gak kayak cewek yang satu ini, cewek hobi nya balapan."
"Heh! Gue masih bisa denger yah!" Aluna melipat kedua tangan nya di dada.
Hening beberapa detik, Shena terlihat mengarah kan pandangan nya ke arah lain, Dewa mengambil ponsel di saku nya dan mengetikkan sesuatu disana. "Lo ada masalah sama Kaisar?"
Shena menggeleng pelan, dan bersandar pada kaca mobil, Dewa ingin bertanya lagi. Namun, lengan cowok itu di pukul oleh Aluna, agar dia diam. Mungkin, Shena sedang butuh waktu, ucap Aluna dalam hati, dan tentu saja tidak dapat di dengar oleh Dewa.
Dewa memarkirkan mobilnya di markas, sesuai perintah Kaisar. Cowok itu membalas pesan yang di kirim oleh Dewa, dan meminta cowok itu untuk membawa Shena ke markas, sebelum nya Dewa memang sudah memberi tahu Kaisar, kalau Shena terus menangis sepanjang perjalanan. Karena itu, Kaisar meminta Dewa untuk membawa Shena ke markas.
"Wah... Besar banget rumah kalian!" Puji Aluna.
"Namanya markas, bego!"
"Dih, suka-suka gue lah."
Shena segera turun dari mobil dan berlari ke dalam markas, cewek itu segera berlari ke arah kamar dan melewati Kaisar yang sudah menunggu nya di dekat pintu, bahkan Kaisar sudah mengulurkan tangan nya, namun tidak di hiraukan perempuan itu.
"Shena kenapa?" Kaisar mengertakan gigi nya.
Aluna segera berdiri di balik tubuh Dewa, ia sangat takut melihat wajah cowok itu yang langsung berubah kemerahan.
"G-gue nemuin Shena di jalan, dia udah nangis-nangis begitu." Dewa sedikit gelagapan dalam menjawab pertanyaan Kaisar. Aluna yang menjadi saksi pun ikut mengangguk. Cewek itu masih memegang punggung Dewa, berharap di lindungi.
Kaisar menatap Dewa tajam, dan kemudian menatap Aluna. "Bawa air ke kamar," suruh nya, Kaisar pun segera beranjak ke kamar menyusul Shena.
"Air apa?" Cicit Aluna yang sedikit tidak paham, air hangat kah, air dingin kah atau air apa.
"Air keran!" Jawab Dewa ketus dan ingin segera pergi, namun kerah jaket cowok itu ditarik kasar oleh Aluna.
"Temenin gue, gue gak berani anjir," ucapnya.
"Lo sendiri aja sono! Kaisar gak minat juga makan perempuan kurus kayak Lo!" Cibir Dewa.
"Au ah, pokoknya temenin." Aluna menarik kerah jaket Dewa, dan menyeret paksa cowok itu ke arah dapur.
Shena terus menangis di atas kasur dengan posisi tengkurap, cewek itu juga meniban bantal di atas kepala nya. Kaisar masih bisa mendengar pacar nya itu menangis tersedu-sedu. Kaisar ikut merebahkan tubuhnya di samping Shena.
"Kalau ada masalah, jangan cuma nangis. Karena, setiap masalah bukan nangis solusinya," kata Kaisar menasehati.
Shena pun berbalik dan menatap langit-langit kamar, dia kemudian memiringkan tubuhnya dan memeluk Kaisar erat, tempat paling nyaman yang ia temui.
"Papa bakal nikah lagi, Kai."
Kaisar membalas pelukan Shena, dan menarik cewek itu, agar lebih dekat mendekap dirinya. "Dia benar-benar cinta sama perempuan itu?"
Shena tiba-tiba mengingat siapa yang akan menjadi calon ibu tirinya, yakni Silvia sendiri. Shena tahu, Silvia adalah gadis yang baik, dia juga bukan perempuan yang gila akan harta. Shena selalu memberi kebebasan Silvia untuk memakai semua barang branded miliknya, namun Silvia tidak pernah menggunakan kesempatan itu, dari sana, Shena tahu. Kalau Silvia bukan lah tipikal perempuan yang gila akan uang dan juga barang-barang mewah. Namun, mengenai perasaan. Shena tidak tahu, apakah dia dan ayahnya benar-benar saling mencintai, atau hanya karena sebuah kesepakatan.
Shena menggeleng. "Gue gak tahu."
"Kenapa Lo harus sedih, Om Hendra mungkin kesepian setelah nyokap Lo pergi, dia juga manusia biasa, Shen. Dia juga butuh pasangan, dia butuh tempat untuk bersandar. Lo mungkin anak nya, tapi gak semua cerita bisa dia bagi ke Lo, dan gak semua cerita bisa dia cerita kan ke sahabat-sahabat nya, maka dari itu dia butuh pasangan. Perempuan yang mengerti dia, yang bisa menyiapkan kebutuhan nya, dan selalu ada di saat susah nya."
"Gue gak rela, Lo gak tahu dengan siapa dia nikah," ucap Shena lirih.
"Tahu," balas Kaisar cepat.
Shena segera melepaskan pelukannya dan segera duduk, Kaisar tersenyum dan juga ikut duduk di samping Shena, Shena menatap Kaisar lekat dan bertanya, "siapa?"
"Silvia, right?" Kaisar menaikkan sebelah alisnya, dan tersenyum miring.
Shena mengerjab beberapa kali, dia pun segera memalingkan wajah nya ke lain arah, dan melihat Aluna dan Dewa yang mematung di ambang pintu, Aluna segera menyodorkan segelas air hangat yang telah di pesan oleh Kaisar, Shena tersenyum dan menerima air pemberian Aluna. Setelah kedua orang itu pergi, Shena kembali menoleh ke arah Kaisar. "Darimana Lo tahu?"
Kaisar pun lagi-lagi tertawa dan mencubit gemas hidung mancung Shena. "Semua yang terjadi dan yang bersangkutan dengan Ravens maupun Visiona, gak lepas dari penglihatan gue."
"Kenapa Lo gak pernah bilang ke gue, Kai?" Air mata Shena luruh lagi, dia pun menatap Kaisar dengan tatapan penuh kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar 2019 [ SELESAI ]
Fiksi RemajaIni tentang Elgafri Kaisar Hugo dan kisahnya sepanjang tahun 2019. Kaisar meninggalkan kota Surabaya, kota dimana ia tumbuh menjadi remaja sekarang ini. Kaisar pergi setelah ibu nya mengatakan akan menikah, Lagi. Catat LAGI! Kaisar pergi dari rumah...