52. Benci & Bahagia

492 29 0
                                    

"Silvia, right?" Kaisar menaikkan sebelah alisnya, dan tersenyum miring.

Shena mengerjab beberapa kali, dia pun segera memalingkan wajah nya ke lain arah, dan melihat Aluna dan Dewa yang mematung di ambang pintu, Aluna segera menyodorkan segelas air hangat yang telah di pesan oleh Kaisar, Shena tersenyum dan menerima air pemberian Aluna. Setelah kedua orang itu pergi, Shena kembali menoleh ke arah Kaisar. "Darimana Lo tahu?"

Kaisar pun lagi-lagi tertawa dan mencubit gemas hidung mancung Shena. "Semua yang terjadi dan yang bersangkutan dengan Ravens maupun Visiona, gak lepas dari penglihatan gue."

"Kenapa Lo gak pernah bilang ke gue, Kai?" Air mata Shena luruh lagi, dia pun menatap Kaisar dengan tatapan penuh kecewa.

Kaisar kembali menghembuskan nafas kasar. "Gue gak bisa cerita hal-hal yang bersangkutan dengan privasi orang-orang, Shena. Dan, itu adalah privasi antara keluarga Lo, Silvia dan--"

"Dan?" Shena mengulang.

"Gery."

"What? Gery? Apa hubungannya?"

25 Agustus 2019

Kaisar duduk di pinggiran lapangan basket, cowok itu masih menatap lekat ke arah Gery yang asik bermain dan melempar dengan kasar bola dalam genggaman nya ke arah sebuah ring. Kaisar tahu, ada yang disembunyikan oleh Gery, hingga cowok itu meminta agar Kaisar menemani nya bermain basket hingga tengah malam begini. Setelah hampir lelah, Gery kembali ke pinggir lapangan dan mengambil handuk kecil, cowok itu ingin kembali bermain namun pergelangan tangan nya di cekal oleh Kaisar.

"Duduk," suruh nya dan melirik sebuah kursi di samping nya.

Gery pun menurut, dia segera duduk di samping Kaisar dan menunduk sembari memutar-mutar bola basket yang ia pegang.

Kaisar tersenyum remeh. "Laki-laki juga butuh curhat, Ger. Lo teriak, Lo nangis, juga gak akan ada yang dengar." Kaisar memperlihatkan jam di ponsel nya, yang sudah menunjukkan pukul 2 malam.

Mendengar itu, Gery pun menitikkan air mata. Cowok itu segera menyeka nya, dan menatap lurus ke depan. "Kenapa gue gak pernah berdampingan dengan kata 'bahagia'?"

"Gue bukan Tuhan," jawab Kaisar.

Gery tertawa kecut mendengar nya. "Bokap gue minta, untuk gue nemuin nyokap gue setelah lulus nanti, supaya gue kuliah di biayai nyokap. Dan, disaat yang bersamaan tempat sandaran gue satu-satunya malah milih untuk hidup sama laki-laki lain untuk selamanya. Gue harus apa, Sar?"

Kaisar menoleh ke arah Gery, cowok itu masih memandang lurus ke depan sana dengan mata memerah dan senyuman palsu yang siapa saja bisa melihatnya. "Siapa perempuan itu?"

Gery ikut menoleh ke arah Kaisar, tidak ada lagi Gery si kulkas sebelas pintu disini, juga tidak ada Kaisar si wajah tanpa ekspresi. Dua orang pria dengan luka mereka, berbaur, bercampur menciptakan mata kehangatan yang meneduhkan hati, satu sama lain. "Silvia," jawab Gery pelan.

Kaisar rasa tidak ada gunanya bertanya, sejak kapan mereka memiliki hubungan. Karena itu adalah privasi mereka, walaupun sebenarnya ia sangat penasaran, karena selama ini yang ia lihat. Keduanya seperti dua orang yang tidak saling kenal. "Apa alasan nya?"

"Dia cuma mau selama nya ada di dekat Shena, dia mau hidup sama Shena, menjaga Shena dan jadi sandaran untuk dia selama nya."

"Kenapa harus Shena?" Kaisar kini di buat bingung dengan jawaban Gery barusan.

"Lo gak akan percaya kalau gue jujur."

"Why?"

Gery tersenyum kecut, hingga kata-kata menyakitkan itu keluar juga dari bibirnya. "Dia memutuskan buat nikah sama Om Hendra."

Kaisar segera memalingkan wajah nya ke arah lain, dan tertawa sangat nyaring. Hingga orang-orang yang mendengar, bisa saja lari kepirit dengan tawa yang begitu menggelegar tersebut, kini Kaisar tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia harus bahagia, atau sedih mendengar nya?

"Gue harap, Lo gak perlu cerita ke siapapun, Sar. Termasuk Shena, biar semua berjalan dengan baik, sampai hari kelulusan nanti," kata Gery dan melemparkan bola basket nya dengan kuat, cowok itu segera berdiri, mengambil tas ransel yang berada di kursi dan menyampirkan nya di bahu kiri cowok itu. Gery pun lantas pergi meninggalkan Kaisar, dengan sejuta ekspresi yang bersarang di otak nya.

"Gue harus gimana, Ger?"

Kaisar terus saja mengulang pertanyaan itu, ketika ia melihat wajah sendu Gery. Kaisar benar-benar tidak tahu, ekspresi seperti apa yang akan ia perlihatkan ketika bertemu dengan Silvia, Gery maupun om Hendra. Padahal, cowok itu tidak sadar. Bagaimana pun ekspresi yang ia berikan, wajah nya akan selalu terlihat tidak memiliki ekspresi apapun.

Shena pun kembali memeluk Kaisar dari samping, dan dibalas oleh pacar nya itu. "Tetap jadi perempuan kuat yang gue kenal, Shena Amullya. Karena hari-hari sulit itu, pasti selalu ada."

****

Aluna menghitung satu per satu uang yang barusan ia keluarkan dari dompet nya, ada uang berwarna biru, merah, ungu, hingga satu mata uang dollar. Cewek itu pun menatap Dewa.

"Jadi Kak Kaisar bakal ulang tahun 5 Oktober ini? Kira-kira dia butuh apa ya?" Aluna bertanya pada Dewa, yang asik menyaksikan serial India di hadapannya ditemani secangkir kopi yang telah Aluna buat.

"Dia udah punya segalanya," jawab Dewa asal.

"Dia gak se-kaya Lo," cibir Aluna.

"Terserah kalo Lo nggak percaya."

Aluna berpikir sebentar, kira-kira kado apa yang akan ia berikan pada Abang angkat nya itu. Menurut dari omongan Dewa, Kaisar sudah memiliki segalanya. Lantas apa lagi yang ia butuhkan, Luna melihat sekeliling ruangan markas, semua ruangan ini diisi oleh lukisan karya tangan Kaisar, juga barang-barang antik milik cowok itu.

"Kalau kasih lukisan atau barang antik, dia seneng gak ya bang?" Luna kembali meminta pendapat Dewa.

Dewa mengambil kopi di atas meja, tanpa mengalihkan pandanganya pada serial yang ia tonton. Cowok itu kembali menyeruput kopi buatan Luna, sebelum menjawab pertanyaan perempuan berusia dua tahun lebih muda darinya itu. "Senang," jawab Dewa singkat.

"Bantuin gue dong, duit gue kurang nih. Gue, pengen beli barang yang mahal. Kalau gue habisin uang tabungan ini, nanti gue gak ada uang lagi buat beli kado untuk Mama."

Kali ini barulah Dewa menoleh ke arah Luna, ketika cewek itu menyebut kan kata Kramat, yaitu uang. Dewa mungkin tidak kekurangan uang, tapi ia adalah sosok yang sangat pelit dan anti foya-foya, terus apa yang dikatakan remaja itu barusan. Ingin membeli kan Kaisar kado yang mahal, namun tidak mau pakai uang nya? Hellooooo tahun berapa ini.

Dewa mengubah posisi duduk nya, dan berhadapan langsung dengan Luna, Dewa menatap lekat mata gadis itu. "Tahun berapa ini? Lo kira duit itu daun? Kalau mau beli barang mahal, modal dong. Dikit-dikit minta, dikit-dikit minta. Susah banget hidup Lo."

Luna menetes kan air matanya, kata-kata Dewa barusan cukup menyakitkan untuk ia dengar. Luna segera memasukkan kembali uang yang ia keluarkan dan menyimpannya lagi ke dalam dompet, Luna segera mengambil tas sekolah nya dan meninggalkan Dewa dengan wajah kebingungan, "gue salah apa?" Pikir cowok itu.

Kaisar 2019 [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang