Happy reading-!!
.
.
.
.
Pintu terbuka perlahan, menampakkan sosok Gilang yang berdiri lengkap dengan seragam sekolah yang masih melekat ditubuhnya. Tali ranselnya yang menggantung di pundak sebelah kanan.Cowok itu menatap sendu perempuan cantik yang duduk bersandar pada kepala ranjang. Freya sama sekali tak menoleh kala pintu itu terbuka, ia menatap kosong ke depan.
Ini belum jam pulang, namun Gilang bolos lagi demi merawat Freya. Laki-laki itu meletakkan kantong plastik berisikan nasi Padang di atas nakas. Itu bukan untuk Freya, tapi untuk dirinya sendiri, karena Freya hanya boleh makan bubur saja.
"Lo udah sarapan?" Tanya Gilang.
Freya mengangguk lemah. "Udah minum obat?" Tanya Gilang lagi.
Kali ini Freya menggeleng. Perempuan itu masih enggan menatap Gilang, pandangannya lurus ke depan. Hembusan napas pelan keluar dari hidung Gilang. Laki-laki itu lantas mengambil berbagai obat yang harus dikonsumsi Freya dan segelas air.
Gilang menyodorkannya pada Freya, "minum dulu gih biar cepet sembuh."
Freya diam tak menjawab. Cukup lama tangan Gilang melayang di udara. Sesaat kemudian Freya membuka mulutnya. "Buat apa? Gue enggak mau sembuh. Biarin aja gue sakit terus, supaya gue bisa cepet ketemu Papa."
"Freya, lo enggak boleh ngomong gitu." Sahut Gilang cepat. "Di mana Freya gue yang kuat? Ayo bangkit, Frey."
Freya terkekeh miris. "Dia udah mati. Gue udah capek."
"Lahir dari rahim seorang perempuan malam ternyata sebuah kutukan. Hidup gue hancur karena Mama." Kata Freya. "Gue capek harus nyusun puzzle yang sama berulangkali."
Kepala Freya menoleh ke arah Gilang. Ia menatap Gilang nanar. "Lang, gue kangen Papa."
Telapak lebar Gilang mengusap lembut kepala Freya. "Lo sembuh dulu, nanti gue temenin ke makam Om Allan."
Dengan sekali bujukan, Freya pun mau meminum obat. Setelah minum obat, Freya merebahkan tubuhnya dan perlahan matanya terpejam merasakan usapan-usapan halus pada puncak kepalanya.
Gilang tersenyum lega. Setidaknya kali ini Freya sedikit lebih tenang dari hari-hari sebelumnya. Dengan begitu, Gilang menjadi lebih tenang untuk melakukan aktivitas lain jika tidak bersama dengan Freya.
Cowok itu pun duduk di sofa untuk menikmati nasi Padang yang sudah ia beli tadi. Nasi itu sudah dingin karena lama dibiarkan, namun tidak mengurangi napsu makan Gilang.
⚪⚪⚪
Satu Minggu sudah berlalu, selama itu pula Alga diambang keresahan karena tak kunjung bertemu dengan Freya. Setiap hari Alga datang ke rumah Freya untuk menemui perempuan itu, namun kata Pak satpam Freya belum pulang.
Hari ini Alga akan pergi ke rumah Freya lagi harap-harap perempuan itu sudah pulang dari rumah sakit. Sebelum berangkat Alga menyempatkan diri untuk pergi ke toko buah membelikan Freya buah-buahan.
Setelah membeli buah, Alga menyusuri jalan raya yang ramai menuju rumah sang perempuan. Tadi saat jam pulang sekolah, Alga buru-buru pamit pada teman-temannya untuk pulang duluan. Padahal mereka berencana akan pergi nongkrong saat pulang sekolah.
Motor Alga berhenti di depan pagar rumah Freya. Ia mengetuk pintu pagar yang langsung dibuka Pak satpam. Pak satpam mengernyit, lagi-lagi Alga yang datang mencari Freya.
"Sore, Pak. Freya-nya udah pulang?"
Pak satpam tersenyum dan mengangguk. "Kali ini Mas beruntung karena Non Freya baru aja pulang tadi pagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGANTARA
Teen Fiction"Kenapa badai dateng ketika gue udah jatuh sama dia." -Freya "Gue benci kalo liat wajah lo, tapi gue rindu saat lo nggak ada di samping gue." -Algantara Antara cinta, benci dan dendam yang harus mereka hadapi. Begitu banyak masalah yang menghampiri...