(BUKAN) MENAMBAT TIDAK BERTALI

2K 274 6
                                    

Hujan rintik-rintik kembali menerjang pada siang hari. Ini adalah tepat pada tengah hari, dimana seharusnya matahari sedang berada diatas ubun-ubun. Tapi kali ini ia enggan menampakkan dirinya dan lebih memilih tidur dibalik hitamnya mendung. Mengizinkan sang hujan untuk menggantikan perannya kali ini.

Mahika Maya berdiri termenung didepan jendela kamarnya. Ia tidak peduli pada tempias yang sesekali membasahi nya. Ia bersedekap dada memandang hujan yang turun amat derasnya. Dinginnya udara terasa menusuk hingga ke belulang. Dedaunan bergoyang akibat hantaman hujan. Seolah sedang menari satu dengan lainnya.

Pikiran perempuan itu sedang dipenuhi oleh berbagai beban. Terutama tentang kekasihnya yang saat ini tinggal bersamanya selama hampir satu bulan.
Jujur saja sebenarnya ia merasa bimbang.
Pada satu sisi ia senang bisa melihat kekasihnya setiap saat. Bisa menciumnya kapanpun ia mau, bisa tidur nyenyak dalam dekapan nya setiap malam, bisa melihatnya yang begitu cantik secara alami saat terbangun dari tidurnya, bisa melihat senyumnya yang selalu membuat nya meleleh, bisa makan bersama, bepergian kemana pun bersama-sama, dan banyak hal lainnya yang bisa ia lakukan bersama-sama dengan Padma Lintang. Dan tidak lupa bagaimana ia dan kekasihnya menjadi lebih sering bercinta sekarang.

Tapi pada sisi lainnya, ia juga merasa tidak enak hati karena hubungan ini menjadikan Padma Lintang jadi tidak harmonis dengan keluarga nya. Di usir dan tidak lagi dianggap anak.
Belum lagi gunjingan gunjingan orang yang seperti tiada habisnya. Tidak apa jika ia yang menjadi bahan gunjingan, karena ia sudah terbiasa dengan itu.
Tapi ia tidak tega saat kekasihnya harus ikut terseret.
Meski gadis itu selalu mengatakan "tidak apa, asalkan aku bisa selalu bersama kakak, aku tidak peduli pada orang lain".

Sejak tragedi pengusiran Padma Lintang, ia belum lagi melihat Juragan Abhinawa ataupun istrinya. Ia hanya bertemu Narwastu, itu pun sudah cukup lama, sekitar Dua Minggu yang lalu.

Narwastu datang kemari menemui adiknya, hanya berbicara seadanya tanpa mempedulikan dirinya. Ya, ia ikut menemui Narwastu tapi perempuan itu sama sekali tidak berbicara padanya. Seolah dirinya ini tembus pandang.
Perempuan itu datang untuk membawakan pakaian Padma Lintang. Sebab gadis itu hanya membawa dirinya sendiri. Setidaknya Narwastu masih memiliki rasa kepedulian.

Mahika Maya terkejut saat sepasang tangan melingkari perutnya. Ia tersenyum, tanpa menoleh pun ia sudah tahu siapa pemilik tangan ini.
Ia membelai lembut sepasang tangan itu. Ia menyandarkan kepalanya pada kepala kekasihnya, karena gadis dibelakangnya meletakkan dagunya dipundak kanan perempuan itu.

"Kekasihku kenapa melamun disini?" Tanya Padma Lintang. Wajahnya begitu dekat di sisi wajah Mahika Maya karena ia masih menumpu kan dagunya di pundak kanan sang kekasih.

"Tidak apa, aku hanya sedang melihat hujan" jawab perempuan itu sembari tersenyum.

"Tapi udaranya dingin loh. Nanti kakak bisa sakit" bisik Padma Lintang di telinga nya. Sesekali ia menciumi pundak kekasihnya.

"Tidak usah khawatir sayang. Jangankan hujan, siapapun yang mengganggu ku pasti akan aku hadapi. Apalagi jika menganggu hubungan kita" ucap Mahika Maya.

Padma Lintang melepaskan pelukannya lalu mengarahkan kekasihnya agar berdiri menghadap nya.
Gadis itu meraih kedua tangan Mahika Maya dan menggenggam nya. Mengecupnya sekilas.

"Aku mencintaimu.." ucap Mahika Maya. Matanya menatap dalam-dalam pada mata kekasihnya. Mata cokelat meneduhkan. Pada mata itu ia bisa melihat pantulan dirinya. Dirinya yang tidak memiliki apa-apa, hanya cinta yang bisa ia berikan pada gadis didepannya.

Padma Lintang tersenyum kecil. Tangannya bergerak untuk merapikan rambut kekasihnya yang sedikit berantakan akibat tiupan angin.
Tanpa perlu berjinjit, ia bisa dengan mudah mencium kening Mahika Maya, karena perempuan itu sedikit lebih pendek darinya.

Mahika Maya memejamkan matanya, meresapi bibir Padma Lintang yang terasa hangat di keningnya. Hanya dengan satu ciuman, rasanya sudah mampu melindungi dirinya dari dinginnya udara sekitar. Ia mencintai gadis ini sedalam-dalamnya walaupun ia tahu cara nya salah besar.
Andai saja waktu dapat diulang kembali, ia sangat ingin mencintai gadis ini dengan cara yang lebih benar. Tapi apakah Padma Lintang bisa jatuh hati padanya seandainya ia tidak melakukan kecurangan?

Janda ledhek itu memeluk Padma Lintang erat. Ia pun mendapat balasan yang juga erat dan hangat. Di dada gadis itu tangisannya tumpah. Ia terisak. Lagi-lagi rasa takut selalu saja datang menghampiri.
Ia dapat merasakan kekasihnya mengusap-usap punggung nya untuk memberikan ketenangan.

"Aku sangat mencintaimu... Aku ingin selalu seperti ini bersama mu, sampai kapanpun.. tapi orang-orang diluar sana ingin memisahkan kita.. tidak ada yang lebih ku takuti selain kehilangan kamu..." Ucapnya terisak.

Padma Lintang mencium kepala perempuan itu berulang-ulang.
"Tidak perlu pikirkan orang lain. Mereka tidak tahu apa-apa tentang kita. Memikirkan omongan orang tidak akan ada habisnya. Cukup fokus saja pada kehidupan kita. Aku dan kakak.
Aku juga mencintai kakak, harusnya kakak percaya itu" ucap Padma Lintang.

"Tapi bagaimana dengan kamu? Kamu harus menerima semua rasa pahit ini dari keluarga mu. Ini semua karena aku"

"Sudah, jangan pikirkan. Aku sudah melangkah sejauh ini. Aku hanya ingin membuktikan pada kakak, pada mereka, bahwa aku tidak main-main"

Mahika Maya mengangguk dalam pelukan itu. Airmata nya masih terus mengalir. Ia mengeratkan dekapannya.

Bukankah mereka saat ini sudah selayaknya sampan yang ditambatkan pada dermaga? Sampan yang tertambat tanpa tali yang mengikat.
Layaknya laki-laki dan perempuan yang hidup satu atap tanpa ikatan pernikahan.

Tapi masalahnya mereka bukanlah laki-laki dan perempuan yang hidup satu atap. Melainkan Dua Orang Yang Terlarang.

Jangan kau salahkan dirimu sendiri

Janganlah kamu menangis sendirian

Saling memahami kebahagiaan

Ciuman ikatan yang erat

******

Seorang perempuan sepuh duduk di kursi. Beliau baru saja mengakhiri percakapan nya dengan cucunya melalui sambungan telepon. Cukup lama mereka saling berbincang hingga batin nya seolah terkuras.

Raden Roro Windradi, Ibu kandung Bu Abhinawa aliyas mertua nya Juragan Abhinawa. Perempuan sepuh yang masih keturunan keluarga Ningrat itu menghembuskan nafas lelah.
Beliau baru saja mendengar cerita panjang lebar dari Narwastu, mengenai segala hal yang terjadi pada cucu bungsunya, Padma Lintang.

Perlu diketahui, Eyang Windradi hanya memiliki dua orang anak yang semuanya perempuan. Wo Siuk dan istri dari Juragan Abhinawa yang bernama Roro Wasita.
Wo Siuk sendiri hanya memiliki seorang anak laki-laki yang merantau ke luar provinsi.
Dan Roro Wasita yang memiliki tiga orang anak. Yakni Ramayana, Narwastu & Padma Lintang.
Padma Lintang sendiri adalah cucu kesayangan Eyang  Windradi. Itulah salah satu alasan beliau membawa Padma Lintang ke ibukota. Walaupun sebenarnya alasan beliau membawa Padma Lintang adalah lebih dari itu.

Tasbih di tangan Eyang Windradi tak henti bergerak. Mulut nya masih terus komat-kamit seolah sedang membaca doa. Ia memejamkan mata.

Tak berselang lama, Eyang Windradi membuka matanya. Ia merasakan sesuatu hal yang buruk terjadi pada cucu bungsunya. Ia kembali menghembus kan nafas kasar.

"Eswari!" Teriaknya.

"Nggih Ndoro!" Jawab Lik Eswari dari luar. Kemudian bergegas masuk.

"Ambilkan aku minum" ucap Eyang.

Beberapa saat kemudian Lik Eswari kembali lagi membawakan segelas air putih yang langsung diteguk oleh Eyang.

"Bulan depan aku akan ke rumah Wasita" ucap Eyang.

"Apakah ada masalah Ndoro? Ndoro terlihat khawatir" tanya Lik Eswari.

"Putu ku keno memolo" (cucu ku terkena petaka)

BERSAMBUNG

"PELET" Mahika Maya (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang