DARI SISI SEBUAH PIGURA

2.2K 352 27
                                    

Ia berjalan pelan menuju objek tujuan nya. Langkah kakinya berbekas diatas tanah merah yang dipenuhi rerumputan dan tanaman perdu.
Namun kini mereka tumbuh dengan seenaknya.

Semakin mendekat pada objek tujuan nya, tanah yang ia injak semakin berubah berwarna hitam.
Hujan semalam membuat abu yang berserakan menjadi hitam pekat. Saat di injak, sebagian dari nya akan menempel pada bagian bawah alas kaki. Hal yang paling menyebalkan terlebih saat sepatu baru dicuci.

Matanya menatap nyalang pada reruntuhan bangunan didepannya.
Bukan reruntuhan candi ataupun prasasti, melainkan rumah yang dipenuhi oleh jutaan kenangan yang kini berujung tragis.

Tragedi memilukan saat itu telah berlalu selama beberapa waktu. Namun ia baru berani menginjakkan kakinya kembali hari ini.
Itu pun ia harus sekuat tenaga mengumpulkan kesiapan hati dan perasaan nya untuk datang.

Sebenarnya ia tak ingin terluka, ia ingin mengabaikan nya. Namun tetap saja ada satu titik nyeri yang menyusup ke relung hati nya.
Bagaimana ia harus menghadapinya?

Kayu kayu hangus yang tersisa saling menumpuk satu dengan lainnya. Posisinya masih sama seperti saat rumah itu dilalap api dendam.
Pertanda tidak ada seorang pun yang datang berkunjung untuk sekedar menyampaikan belas kasih.

Matanya kembali berkaca-kaca. Kobaran api yang menyala-nyala itu seketika menyambangi ingatan nya.
Betapa merah dan menyakitkan. Ia masih dapat merasakan sengatan panas nya dari tempatnya berdiri waktu itu.

Perempuan lemah dan penuh kesedihan itu muncul kembali dalam benaknya.
Ia masih ingat betul bagaimana tangisannya, bagaimana airmata nya yang membasah di pipi, bagaimana matanya yang menatap dirinya dengan penuh kepedihan, bagaimana tubuhnya yang ringkih itu ditopang oleh dua kaki yang tak memiliki arah tujuan.

Semuanya, masih begitu segar dalam ingatan.

Ia mengusap air mata yang berhasil lolos dari bendungan pelupuk matanya. Kakinya melangkah ke bagian lain reruntuhan ini bersamaan dengan hati yang berdebar.
Saat itu juga ia dapat merasakan desiran angin, yang datang berhembus seolah menyampaikan rasa kasihan.

Ia mengamati segala sisi, yang ada hanya puing puing kerusakan. Semuanya telah porak poranda.
Ia bahkan lupa dimana kamar sederhana tempat ia tidur dulu bersama perempuan itu.
Ia lupa dimana tempat ia duduk sembari berbincang dengan pemilik nya. Ia lupa posisinya, tapi ia tidak lupa pada setiap kenangan yang tercipta dibawah atap itu.
Semuanya sudah lebur membentuk sebuah tragedi masa kelam.

Ia jongkok saat melihat sesuatu yang berkilau dibawah sinar matahari.
Ia mencoba untuk menggali puing-puing itu. Meraih sebuah benda yang menarik perhatiannya.

Sebuah foto berbingkai yang sudah hangus sebagian.  Namun kaca yang sudah cukup menghitam akibat asap itu masih melindungi foto tersebut.

Tangannya yang memegang benda itu nampak bergetar. Ia tidak tahu kebaikan apa yang diperbuat Mahika Maya sehingga Tuhan menyisakan kenangan kecil miliknya untuk tetap dapat dilihat.

Ia membuang kaca itu dan mengambil foto nya. Meski di beberapa sisi nya telah terbakar, namun potret dirinya dan perempuan itu masih utuh.
Ya, foto itu adalah foto ia sendiri bersama Mahika Maya. Keduanya sama-sama saling menatap dengan senyum kecil.
Bahkan ia dapat melihat ketulusan dari mata perempuan itu dikala memandang nya.
Foto yang kini menjadi usang ini adalah foto berbingkai yang Mahika Maya letakkan di meja kecil didalam kamar. 
Ia masih ingat betul. Dulu, saat semuanya masih begitu indah.

Airmata nya menetes dan jatuh tepat di foto usang itu.
Ia membuang pandangannya ke arah lain. Menyeka air matanya dan membuang nafas kasar.
Mengapa ia menjadi seperti ini?
Mengapa ia menjadi lemah? Padahal di awalnya ia ingin abai.

"Padma Lintang!!!!"

Sebuah suara dari kejauhan mengejutkan dirinya. Ia sangat mengenali suara ini meski tanpa melihatnya.
Dengan rasa panik yang ia tahan, sesegera mungkin ia menyeka air matanya.
Foto usang ia dan Mahika Maya yang sudah terbakar sebagian itu ia lipat dengan tergesa. Lalu ia menyimpan nya di saku celananya.

Ia berbalik badan dan mendapati suaminya berdiri beberapa meter dari tempat nya berada. Ia cukup terkejut karena tiba tiba Andriyo sudah berada disana. Sudah berapa lama?

Andriyo berjalan mendekat pada istrinya. Tatapan mata yang entah apa artinya itu membuat Padma Lintang merasa canggung dan khawatir. Ia takut laki-laki itu melihat semuanya.

"Untuk apa datang kemari?" Dengan suara nya yang berat, Andriyo bertanya.

"Aku .... Aku hanya ingin lihat lihat" jawab Padma Lintang.

Bola matanya bergerak resah, membuat Andriyo menatapnya semakin lekat.
Ia tahu istrinya sedang tidak baik-baik saja.

"Hanya lihat lihat? Apakah itu cukup menjadi alasan untuk membawamu datang kemari?
Aku sudah tahu tempat ini, apa yang terjadi disini. Perempuan yang sempat membuat mu tersesat itu tinggal disini kan?
Sayangnya, waktu itu aku belum sempat melihat wajahnya" ucap Andriyo sembari menerawang langit. Ia ingat kejadian dulu saat Padma Lintang marah besar padanya. Hal yang membuat Mahika Maya cemburu. Namun waktu itu ia hanya dapat melihat punggung nya.

Mendengar penuturan suaminya, Padma Lintang hanya dapat menunduk. Ia menatap kosong pada tanah yang berselimut abu.

"Waktu itu, dia mencuri kekasihku. Merusak sebuah hubungan yang terbina dengan rapi. Menyakiti banyak orang.
Kalau ditanya ikhlas atau tidak, rela atau tidak. Tentu saja tidak. Tidak ada orang yang rela dan ikhlas saat orang yang dicintai nya direbut orang lain" Andriyo  menjeda ucapannya. Mengambil nafas dan melanjutkan nya.

"Saat itu aku sampai berpikir, apakah aku masih mempunyai kekurangan yang belum kamu dapatkan?
Apa kesalahan yang aku perbuat sehingga kamu memilih pergi?
Saat itu aku berpikir, setelah lebih dari 6 tahun kita bersama, rupanya aku masih tidak layak bersamamu"

Ucapan itu seketika membuat Padma Lintang menoleh. Ia menatap suaminya dengan pandangan sendu. Ia tidak pernah tahu jika Andriyo serapuh itu.

Dulu ia tersesat dan tidak ingat apa-apa tentang nya. Selama hampir dua tahun ia menyakiti nya.
Andriyo pasti sangat terluka.

"Jangan bicara seperti itu. Tidak ada yang lebih layak bersamaku kecuali kamu. Maafkan aku" ucap Padma Lintang disertai isakan kecil.

Andriyo menoleh dan menatap istrinya. Ia memberikan senyum agar istrinya tahu bahwa ia baik-baik saja.
Ia mengusap air mata Padma Lintang dan mengacak rambutnya.

"Untuk apa minta maaf? Lagipula itu semua bukan kesalahan mu.
Meskipun ada hal yang memisahkan kita, aku akan selalu baik-baik saja, selama hatiku dan hatimu masih memiliki rasa yang sama.
Semuanya sudah berlalu, jangan lagi mengingat hal-hal yang menyakitkan. Mari berdamai dengan keadaan dan melanjutkan hidup. Bukankah kita akan memulai petualangan baru?" tanya nya.

Padma Lintang mengangguk dan mencoba untuk tersenyum. Ia menatap Andriyo yang tersenyum. Sejak dulu senyum itu tidak pernah berubah. Selalu menghangatkan dan menenangkan.

Andriyo merengkuh tubuh istrinya, membawanya ke dalam pelukan. Matanya menatap ke kejauhan, ke langit biru yang dihias garis garis tipis. Serta pemandangan Gunung Sumbing yang begitu jauh.

'aku berharap semua hal yang menyakitkan ini berakhir. Agar kami dapat melanjutkan petualangan baru kami bersama-sama. Aku tidak ingin kehilangan dia untuk kedua kalinya'

"Aku mencintaimu, seterusnya dan akan selalu seperti itu"

Padma Lintang mengeratkan pelukannya saat mendengar ucapan lembut nan tulus itu. Tidak ada yang perlu di khawatir kan. Tidak ada yang perlu ditanyakan lagi. Cinta Andriyo sangat ia percayai.

'aku sudah memiliki mu yang sebaik ini. Tapi mengapa aku malah memikirkan orang lain?
Dari sini justru aku yang berpikir bahwa aku tidak layak kamu miliki.
Andriyo, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kamu'

BERSAMBUNG

bjirrr malah eror

Next part, sebelum jam 12 malam

"PELET" Mahika Maya (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang