SUDAH WAKTUNYA SAYAP TERKEPAK

3.7K 380 67
                                    

"temukan dia sebelum saya pergi, saya tidak mau tahu!"

Sambungan telepon itu ia putus secara sepihak. Ia meletakkan ponselnya di meja dengan membuang nafas kasar.
Matanya menatap lurus ke rumah rumah penduduk yang jauh dibawah sana.
Kali ini ia terpaksa berbohong pada suaminya.

"Lintang?"

Sang pemilik nama menoleh saat mendengar suaminya memanggil dari depan pintu.
"Ayo, sudah waktunya makan siang. Bapak dan Ibu sudah menunggu" ucap Andriyo.
Padma Lintang pun mengangguk lalu beranjak dari kursi di balkon kamar.




"Memangnya tidak mau ditunda-tunda dulu? Bukannya nanti kalau Andriyo bertugas kamu jadi sendirian dirumah?" Tanya Bu Abhinawa. Ia beserta keluarga nya sedang menikmati santap siang. Pertanyaan itu sebenarnya ditujukan untuk Padma Lintang. Namun anaknya itu tidak langsung menjawab.
"Menunda waktu terlalu lama juga tidak baik Bu. Sudah sepantasnya kami hidup mandiri. Kami kan sudah berkeluarga. Kami tidak mau merepotkan Bapak dan Ibu terus-terusan" Andriyo menjawab.

Bu Abhinawa yang tadinya sudah bersiap untuk minum pun kembali meletakkan gelas berisi air putih milik nya.
"Merepotkan bagaimana? Kalian itu kan anak-anak Ibu, anak-anak Bapak. Ini kan rumah kalian juga. Ibu cuma mikirin nanti kalau kamu lagi bertugas kan Lintang jadi sendirian di rumah" tukasnya.
Sebenarnya ia hanya mencari-cari alasan untuk menghalangi anak dan menantu nya pindah. Bukan bermaksud tidak baik pada mereka. Tapi ia masih tidak rela berpisah dengan anaknya. Mengingat ia jarang sekali bertemu Padma Lintang karena sejak kanak-kanak anak bungsunya itu diasuh oleh neneknya di Ibukota.
Dan sekarang anaknya harus ikut dengan suaminya untuk mengarungi samudera kehidupan yang baru. Ibu manapun pasti akan merasakan hal yang sama.

"Lintang sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya Bu. Saya adalah suaminya dan akan menjadi kepala keluarga di keluarga kecil kami. Jadi Ibu tidak perlu khawatir. Saya tidak akan pernah menyia-nyiakan nya" ucap Andriyo dengan bersungguh-sungguh. Ia mengusap kepala istrinya dengan lembut.

Sementara itu Juragan Abhinawa justru lebih banyak diam. Ia hanya fokus pada makanan di piring nya dan sekedar mendengarkan obrolan mereka.
Terkadang membuat Padma Lintang kesal karena ia tidak memberikan respon apapun menyoal kepindahan nya.

*********



Mahika Maya sedang duduk beristirahat di bawah jembatan layang hanya bersama Umar. Silo & Wafa pergi ke apotek untuk membeli obat.
Mahika Maya tengah sakit sehingga tidak dapat pergi terlalu jauh.

Mereka berempat sudah seperti keluarga. Ketiga remaja laki-laki itu ia anggap seperti adiknya sendiri. Sama-sama memiliki nasib yang malang membuat mereka berempat justru menemukan keluarga baru. Keluarga yang saling memberikan pelajaran tentang arti hidup. Sama-sama merangkak untuk dapat mencapai masadepan yang lebih baik. Tak apa walau sekarang harus terlunta-lunta.

Jika orang-orang memiliki ranjang yang nyaman untuk tidur, mereka hanya membaringkan tubuh pada selembar tikar.
Jika orang-orang memiliki atap untuk berteduh dari teriknya matahari dan turunnya hujan, mereka akan berlindung apa pun asal bisa menjadi tempat beristirahat. Ketika orang-orang memiliki apapun, mereka tidak perlu iri. Mereka masih memiliki bumi untuk berlarian kesana-kemari, serta langit tempat bernaung. Tuhan berada dimana pun tanpa melihat situasi dan keadaan seseorang. Mereka tidak perlu khawatir pada apapun.

"Permisi, bisa bicara dengan Mahika Maya?"

Suara seseorang mengagetkan mereka. Bahkan Umar yang sedang terkantuk-kantuk pun ikut terlonjak.
"Saya sendiri" jawab perempuan itu.
Ia pun tidak tahu menahu soal orang asing yang tiba-tiba muncul disana. Ia bingung bagaimana orang itu bisa mengetahui namanya, padahal ia sama sekali tidak mengenalinya. "Maaf kalau saya mengganggu istirahat kalian. Tapi, ada hal penting yang ingin saya sampaikan" ucap laki-laki asing itu.

"PELET" Mahika Maya (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang