Padma Lintang terlihat murung. Wajahnya sembab, masih pula terdapat sisa sisa airmata. Pipinya merah akibat perbuatan ayahnya. Namun hatinya yang jauh lebih sakit.
Ia duduk bersandar dikursi yang ada didepan jendela kamarnya. Kakinya ia naikkan dan ia peluk. Airmata nya kembali berlinang mengingat hal yang ia terima dari ayahnya. Kata-kata makian, hinaan, perlakuan kasarnya.
Ia memandang keluar kaca jendela, pada rembulan yang tampak begitu cerah malam ini. Sinarnya mampu menerangi langit dan bumi saat gelap.
Bahkan bulan itu lebih cerah daripada suasana hati nya. Keadaan nya lebih buruk daripada mendung menggantung yang hendak turunkan hujan."Kak Maya....."
Sementara dirumahnya, Mahika Maya pun sedang memandang bulan dari jendela kamarnya. Ia merenung memikirkan kekasihnya. Padma Lintang tidak ada kabar sejak dibawa pergi oleh orang-orang di pagelaran Tayuban sore tadi. Ponselnya pun tidak bisa dihubungi. Membuat pikiran nya semakin kacau.
Sedang apa gadis itu sekarang? Bersama siapa? Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah ia baik-baik saja?
Apakah ini pertanda dari hal hal buruk yang selalu menghantuinya? Apakah ia akan kehilangan Padma Lintang mulai hari ini?
Tidak, tidak mungkin. Ia tidak akan pernah siap kehilangan gadis itu. Tidak sampai kapanpun.Hatinya sangat gusar, begitu gundah dan khawatir. Jujur saja ia merasa takut. Takut akan banyak hal yang akan datang secara tiba-tiba. Sementara ia tidak akan pernah siap. Ia lemah tanpa gadis itu.
"Aruntala..... Sampaikan salamku pada kekasih ku...
Aku sangat khawatir padanya..."******
Padma Lintang, gadis itu membaringkan tubuhnya miring di kasur. Punggungnya terlalu sakit untuk tidur. Tapi itu semua tidak sebanding dengan sakit dihatinya. Sakit dihati nya akan lebih sukar untuk disembuhkan.
Gadis itu memejamkan matanya, namun airmata tidak dapat berhenti berlinang. Ia meringkuk meratapi nasibnya sendiri.
Pintu kamarnya terbuka, seseorang masuk dan kembali menutup pintu.
Kakak perempuan Padma Lintang, Narwastu, ia berjalan mendekati ranjang. Menatap pedih pada adiknya yang meringkuk diatas kasur. Ia dapat melihat tubuh gadis itu yang bergetar. Menangis dalam diam memang lebih menyakitkan.Ia duduk disana, memandang punggung adiknya yang membelakangi nya. Gadis itu belum mengganti pakaiannya. Noda darah dari punggungnya yang terluka tercetak jelas di baju itu.
Airmata Narwastu seketika menetes. Melihat adiknya tak berdaya seperti ini membuat nya ikut merasakan kepedihan yang dirasakan olehnya."Bangunlah, biar Mbak obati luka kamu" ucapnya lirih. Suaranya bergetar.
Padma Lintang tidak merespon. Ia masih tetap meringkuk dikasur. Bahkan Narwastu dapat mendengar isakannya.
Ia menyesal tidak dapat melakukan apapun untuk menolong nya. Andai saja ia lebih berani, adiknya tidak akan seperti ini."Jangan pernah berpikir bahwa kamu sendirian. Mbak peduli sama kamu Lintang. Biarkan Mbak mengobati luka kamu"
Gadis itu masih saja diam. Padma Lintang hanya memejamkan matanya dan terus terisak.
Narwastu bangkit dan memapah adiknya untuk bangun. Dengan begitu berhati hati ia mendudukkan Padma Lintang.
Kemudian ia berlutut dihadapan nya, menatap wajah sembab adiknya. Airmata nya terus mengalir di pipinya yang memerah, bekas tamparan dari tangan ayahnya. Bukan hanya sekali, tapi berulang kali tangan ayahnya menampar pipi gadis itu, ia melihatnya sendiri."Maaf Mbak tidak bisa melakukan apa-apa saat itu... Maaf...." Perempuan itu terisak dan membaringkan kepala dilutut Padma Lintang. Ia menyesal tidak bisa mencegah perbuatan buruk ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
"PELET" Mahika Maya (GxG)
FantasiaKetika seorang gadis muda hampir gila karena guna guna sebuah ilmu pelet seorang penari