SEPERTI MEMBONGKAR PETI MATI

2.2K 259 25
                                    

Aku duduk di kursi dekat jendela. Memperhatikan bagaimana rintik hujan mengguyur dengan deras. Surabaya diguyur hujan beberapa hari ini. Dan disini aku hanya sendiri. Mantan kekasih ku sedang bekerja. Sementara Padmaya sedang bersama Cak Wawan untuk dibantu membuat kerajinan tangan.

Aku duduk termangu. Memikirkan begitu banyak hal yang terjadi sejak aku tinggal disini.
Namun aku khawatir dengan apa yang terjadi beberapa bulan ini.

Suami Padma Lintang sudah lama tidak pulang kerumah. Ia bersikap dingin padaku sebelumnya, padahal biasanya ia begitu ramah. Padma Lintang juga sempat bercerita padaku, jika suaminya itu mulai berubah.

Bagaimana jika semuanya terbongkar? Aku sangat takut namun aku hanya bisa diam.

Dan hal lain yang juga mengganggu pikiran ku adalah, sikap manis yang ditunjukkan oleh Padma Lintang padaku.
Apa maksudnya semua itu?

Aku sering terbuai dan lupa diri ketika ia memperlakukan ku seperti dulu saat kami masih berpacaran.
Ia menciumku, kami berpelukan, kami sempat berciuman, kami pernah mandi bersama, kami membicarakan hal-hal yang manis, membicarakan masadepan seolah olah itu hal yang mungkin terjadi.

Tapi rupanya selama ini aku terlena. Aku baru sadar bahwa aku tidak pernah mengerti dengan semua yang ia lakukan. Ia tidak pernah mengatakan tentang perasaan nya. Tapi ia memperlakukanku seperti aku adalah kekasihnya.
Meski terkadang aku dapat merasakan ketulusan dari segala perlakuan manisnya, tapi aku tidak berani membuat kesimpulan.
Aku takut harapanku terlalu tinggi. Kemudian jatuh sedalam-dalamnya ke dasar jurang saat semua yang aku harapkan hanyalah khayalan semata.

Mana mungkin ia mencintaiku.

Jika bertanya tentang cintaku padanya, tentu saja cinta itu masih ada. Masih begitu subur dalam hatiku. Dia adalah cinta pertama ku. Bahkan aku tersihir oleh senyumnya sejak ia masih kanak-kanak.

Walau aku masih begitu mencintainya, namun aku memilih untuk menyimpan nya untuk diriku sendiri. Aku tidak akan lagi berharap lebih. Ia pantas bahagia dengan orang yang layak.

Seseorang pernah berkata, bahwa mencintai tidak harus memiliki. Walau rasanya amat menyakitkan, tapi melihat nya bahagia saja sudah cukup untukku.

Aku sudah seberuntung ini dipertemukan kembali dengannya. Aku tidak ingin merusak kehidupan nya yang telah lengkap.
Jika aku harus kehilangan nya, setidaknya aku kehilangan dia karena rasa ikhlas, bukan lagi karena rasa bersalah.

Perempuan cantik itu, bukan lagi gadis manis yang aku miliki dulu. Tapi sampai kapanpun, ia akan tetap menjadi gadis manis ku yang selalu aku kasihi.
Ia akan abadi didalam setiap detak jantung ku, dalam setiap nadi yang berdenyut, dalam setiap nafas yang berhembus.

Mungkin aku diciptakan untuk hidup sendiri, tapi bukan berarti aku diciptakan untuk hidup dalam kekosongan. Sejak aku mengenal Lintang-ku, aku jadi mengerti bahwa jatuh cinta seindah ini.

Walau cintaku berakhir tragis, tak apa. Aku akan selalu baik-baik saja selama mata ku masih menangkap hadirnya.

Padma Lintang yang aku cintai.







Setiap hari aku hanya bersama Padmaya dan Cak Wawan. Itu pun Cak Wawan berjaga didepan. Padma Lintang sangat sibuk dengan pekerjaannya dan sering pulang malam hari. Aku bersyukur saat tahu usaha nya semakin meroket. Aku tersenyum saat ia menceritakan nya padaku dengan menggebu-gebu.

Aku terkekeh pelan melihat Padmaya berlari kecil melewati ku. Ia memakai sayap mainan yang ia pakai di punggung. Beberapa hari yang lalu sepupunya mengirimi ia mainan itu. Kalendra Bena, anak pertama Narwastu Abhinawa. Padmaya selalu memanggilnya "Mas Kale".

"PELET" Mahika Maya (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang