BAGAI MENGGEMBALAKAN KERBAU DUNGU

2.5K 337 96
                                    

BUAT LU YANG BEBERAPA HARI LALU NEMUIN GW DI INSTAGRAM,
SELAMAT, SAYA KASIH DUA JUTA RUPIAH, AMBIL SENDIRI DI DOMPET MAMAKMU🤟

*****

Aspal jalan masih basah bekas guyuran gerimis pagi ini. Sabtu kelabu yang diselimuti udara dingin yang menusuk hingga ke belulang.
Meski hanya gerimis, badan akan tetap kuyup jika tidak memakai pelindung.

Orang-orang di pasar memakai payung. Dan tak jarang yang hanya memakai pelindung seadanya seperti plastik atau jaket untuk menutup kepala dari guyuran gerimis.
Bahkan beberapa kuli panggul tidak mempedulikan itu. Mereka mengangkat barang-barang para pembeli tanpa perlindungan apapun.

Tidak jauh dari lapak pedagang tembakau lintingan. Narwastu Abhinawa dan Landhung Anindhita sedang berdiri memperhatikan seseorang yang berjarak beberapa meter dari mereka.
Sesekali Anindhita berdecak kesal saat tempias dari atap seng yang bocor selalu mengenai badannya. Berbeda dengan Narwastu yang hanya fokus kedepan dengan tatapan iba sekaligus kesal.

Di Sabtu yang kelabu pagi ini, Narwastu mengajak Anindhita untuk melihat bagaimana sang adik berjualan di pasar. Kegiatan yang sama sekali belum pernah dilakukan oleh sang adik selama ini.
Sekuat itu pengaruh guna-guna yang tertanam dalam dirinya. Sehingga gadis itu menjadi bodoh dan dungu.

Kedua perempuan itu masih berdiri di samping lapak pedagang tembakau lintingan. Memperhatikan bagaimana Padma Lintang dan Mahika Maya menjajakan dagangannya diantara tanah yang becek akibat gerimis.
Dagangan mereka nampaknya masih banyak. Sejak tadi orang-orang menolak tawaran mereka.

"Lintang pasti sangat menderita" Narwastu menggumam. Gumaman diantara gerimis dan hiruk pikuk. Meski begitu, Anindhita yang berada disebelahnya masih dapat mendengar nya dengan jelas.
Gadis itu menoleh pada Narwastu. Melihat matanya yang berkaca-kaca. Ia pun ikut terenyuh.

Anindhita jadi sedikit nostalgia akan hari-hari yang pernah ia lalui bersama Padma Lintang. Bisa dibilang, ia bersahabat dengan gadis itu belum lama. Mereka pertama kali berkenalan tahun lalu.
Itu pun karena ia adalah anak dari salah satu buruh yang bekerja di perkebunan milik Juragan Abhinawa.

Awalnya ia diminta oleh Juragan Abhinawa untuk menemani Padma Lintang jika bepergian. Karena gadis itu sejak kanak-kanak pergi dari kampung halaman nya untuk tinggal di ibukota. Tentunya masih asing dengan lingkungan sekitar.
Hingga lambat laun mereka menjadi sahabat.

"Saya juga tidak tega Mbak. Tapi mau bagaimana lagi? Lintang sedang di guna-guna. Ini semua diluar kendali dia" ucap Anindhita.

Anindhita terbelalak saat melihat Narwastu membuka payung nya lalu beranjak pergi dari sana.

"Loh Mbak, mau kemana?" Teriak Anindhita. Tapi perempuan itu tidak menggubris teriakannya.

"Nek ngene iki lak yo awakku klebus meneh to" (kalau seperti ini kan badanku jadi basah lagi) Anindhita menggerutu. Meski misuh misuh, ia tetap nekad menyusul Narwastu. Ia berlari membelah gerimis yang semakin rapat turun. Ia hanya melindungi kepalanya dengan payung yang sebenarnya sudah tidak layak pakai. Payung yang utuh dibawa ibunya pergi kerumah Pak RT untuk bantu-bantu karena ada SRIPAH (orang meninggal).



Narwastu terus berjalan dibawah gerimis dengan payung berwarna oranye. Ia hampir sampai ke tempat adiknya berada bersamaan dengan Mahika Maya yang berjalan meninggalkan adiknya, pergi entah kemana.
Waktu yang tepat, karena ia memang malas bertatap muka dengan perempuan janda ledhek itu.

Narwastu berjalan menghampiri adiknya yang sedang duduk di lantai dengan tegel hitam milik sebuah toko kelontong. Gadis itu duduk disana sendirian, sebab dirinya sedang menunggu Mahika Maya yang pergi ke toilet umum dan juga akan membeli sesuatu.

"PELET" Mahika Maya (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang