Cak Wawan membukakan pintu gerbang saat aku membunyikan klakson dari luar. Ini sudah sore dan langit menampilkan mendung yang menggantung. Sama gelapnya dengan keadaan ku akhir-akhir ini.
Aku memasuki halaman rumah dan memarkirkan mobil didepan. Biar saja nanti Cak Wawan yang memasukkan nya ke garasi.
"Selamat sore Nyonya" Cak Wawan menyapa.
"Sore Cak. Apakah Padmaya rewel hari ini?" Tanyaku.
"Tadi sempat menangis, Nyonya" jawabnya.
"Kalau begitu saya kedalam dulu. Tolong urus mobilnya" ucapku sembari menyerahkan kunci mobil ke tangannya.
Seketika rasa lelah dan penatku menghilang saat melihat dua orang yang aku cintai berada didepan mata.
Aku tersenyum melihat Mahika Maya yang sedang menidurkan Padmaya tanpa sadar bahwa aku sudah pulang.
Aku berjalan perlahan menghampiri nya.Sebenarnya aku berniat mengagetkan nya tapi gagal karena ia lebih dulu melihatku. Ia tersenyum begitu manis, membuat ku ikut tersenyum dengan perasaan yang menghangat.
Aku ikut duduk di karpet bulu di ruang televisi. Duduk disamping Mahika Maya yang sedang menepuk nepuk pelan pundak Padmaya agar anak itu tidur dengan tenang. Ia masih terus menatapku dengan senyum yang tak luntur.
Aku mendekatkan tubuhku kearahnya, aku ingin mencium keningnya. Namun baru ujung bibirku yang menempel, ia dengan lembut menyentuh dadaku untuk menahan perbuatan ku.
Ia terkekeh pelan melihat ku yang kini menampilkan wajah protes.
"Jangan melakukan nya didepan Padmaya" ucapnya.Aku kembali duduk ditempatku dengan memberengut. "Dia sedang tidur, dia tidak akan melihatnya" kini aku seperti anak remaja yang sedang merajuk.
"Aku mengerti, tapi bagaimana kalau sewaktu-waktu dia bangun lalu melihat Ibunya mencium Bibi yang merawatnya? Dia bisa mengingatnya sampai dia dewasa" ia berusaha memberiku pengertian.
Aku mengangguk mengerti. Dia mengusap pundak ku dengan lembut untuk menenangkan ku.
Aku membaringkan tubuhku di karpet bulu ini, aku berbaring dengan berbantalkan kaki Mahika Maya yang selonjoran dan ia bersandar pada sofa. Sementara anakku tidur di sisi kirinya.Aku memejamkan mata menikmati usapan lembut dari Mahika Maya di kepalaku. Rasanya masih sama seperti dulu, begitu menenangkan dan suasana terasa hangat. Aku merindukan saat-saat seperti ini bersamanya. Saling menyalurkan kasih sayang meski tanpa lewat kata-kata.
Dengan mata masih terpejam, aku meraih tangan Mahika Maya yang berada di kepalaku, lalu membawanya dan meletakkannya di dadaku. Aku ingin ia merasakan detak jantung ku yang tak beraturan saat bersamanya.
Aku tak pernah mengucapkan kata cinta padanya. Tapi aku ingin ia mengerti, bahwa aku selalu menggunakan cinta dalam setiap tindakan yang aku lakukan padanya.
Mungkin ia berpikir dan bertanya-tanya mengapa aku memperlakukan ia seolah-olah ia adalah kekasihku. Namun tidak ada kata cinta yang terucap dari mulutku.Tidak, aku tidak berniat mempermainkan perasaannya. Aku hanya belum mampu mengatakan yang sejujurnya. Tapi aku tidak bisa menahan tindakan manis ku untuknya.
Aku berharap ia mengerti. Aku berharap ia dapat merasakan cintaku pada segala hal yang aku lakukan padanya."Apakah ada hal buruk yang terjadi hari ini?" Ia bertanya dengan lembut.
"Tidak, aku hanya merasa lelah seperti biasa. Tapi rasa lelahku menghilang saat aku melihat kakak & dan Padmaya"
Aku hanya berpura-pura dengan jawaban itu. Sebenarnya aku memang sedang tidak baik-baik saja.
Tapi aku tidak ingin menceritakan hal ini padanya. Aku tidak mau ia merasa tertekan.Aku bangun dan duduk disamping kanannya. Menggenggam tangannya dan menyandarkan tubuhku padanya.
"Kak..."
Ia menoleh padaku dengan sedikit menunduk agar bisa melihat wajahku.
"Bisa kah untuk tetap disini.... dalam waktu yang lama?"
Ia diam beberapa saat. Aku bisa merasakan bahwa ia tengah membuang nafasnya sedikit kasar.
"Aku disini bekerja untuk merawat anakmu. Jika dia sudah dewasa, dia tidak akan membutuhkan ku lagi. Mungkin itu adalah waktu untuk ku pergi dari sini"
Aku mengeratkan genggaman tangan ku. Mendengar ucapannya membuat mataku memanas. Apa yang ia katakan? Ia akan meninggalkan ku?
"Tapi ... bagaimana kalau... aku yang membutuhkan kakak, apa kakak akan tetap tinggal disini?"
"Apa lagi yang kamu butuhkan dariku? Kamu sudah memiliki segalanya, kamu memiliki suami, kamu memiliki anak, keluarga mu sangat harmonis. Suamimu merawatmu dengan sangat baik. Kurasa, tidak ada apapun dalam diriku yang bisa memenuhi kebutuhan mu. Aku tidak mempunyai apa-apa"
Jawabannya yang lugas menggores luka di hatiku. Apakah ia tidak dapat merasakan cinta yang aku berikan? Apakah ia tidak mempercayai ku lagi? Ataukah cintanya untuk ku sudah sirna? Jadi seperti inikah rasanya ditinggalkan? Sakitnya ditinggal pergi saat kita masih membutuhkannya di sisi kita.
"Apa lagi yang kamu harapkan? Hidupmu sudah lengkap. Jangan merusak nya Lintang. Aku bersyukur masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali denganmu. Kesempatan untuk dekat denganmu seperti dulu. Tapi tolong jangan mempermainkan perasaan kami"
'mempermainkan perasaan kami?'
Aku tahu apa maksudnya. Yang ia maksud adalah dirinya sendiri, juga Andriyo. Aku bisa menangkap kesedihan dalam kalimatnya. Tapi aku tidak pernah mempermainkan perasaannya. Aku hanya belum mampu berkata jujur.
"Aku minta maaf jika sikapku akhir-akhir ini membuat kakak bingung. Maaf kalau aku egois"
Aku melepaskan genggaman tangan kami. Aku kembali duduk tegak dan mengusap setetes air mata di pelupuk mataku.
"Pergilah mandi, aku akan menyiapkan teh hangat untukmu" ucapnya.
Aku bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Meski aku tidak menoleh, aku dapat merasakan bahwa ia menatapku.
Aku tidak pernah menyangka bahwa hatiku akan bercabang.
Aku duduk bersandar di kepala ranjang. Padmaya duduk dipangkuan ku dan memelukku. Sesekali ia masih terisak. Ia baru saja berhenti menangis. Sisa sisa air matanya masih terlihat jelas. Ku usap usap punggung nya agar ia merasa tenang.
Ia sering bertanya padaku mengapa papa nya tidak pernah pulang lagi kerumah. Aku tidak tahu harus menjawab apa, karena aku sendiri juga tidak tahu alasan mengapa ia tidak pulang.
Aku hanya mengatakan pada anakku, jika papanya sedang sibuk. Dan baru akan pulang jika tugasnya selesai.Tentu saja Padmaya merindukan papanya. Biasanya satu bulan sekali Andriyo akan pulang, lalu tinggal dirumah selama 5 atau 7 hari, baru setelahnya kembali bertugas.
Namun sekarang sudah lewat dari tiga bulan, dan ia sama sekali tidak pulang. Ia tidak menggunakan cuti nya untuk pulang. Jika aku menelepon nya, ia hanya mengangkat nya sesekali, itu pun ia lebih memilih untuk mengobrol dengan Padmaya.Ia berbicara dingin padaku untuk pertama kalinya.
Aku takut jika apa yang aku khawatirkan menjadi kenyataan.
Bagaimana kalau ia sudah mengetahui semuanya? Apa yang harus aku katakan padanya? Aku dihantui perasaan takut yang teramat."Mama kenapa menangis?"
Kedua tangan mungil milik anakku telah menangkup pipiku. Aku tidak dapat lagi menyembunyikan tangisku darinya.
Aku peluk Padmaya dengan isakan."Mama kangen papa ya?" Tanya nya.
"Iya nak, mama kangen sama papa" jawabku dengan terisak.
"Papa jahat sudah membuat mama sedih. Kalau nanti papa pulang, aku akan memarahi nya"
"Kamu tidak boleh menyalahkan papa. Papa tidak pulang karena sedang sibuk bekerja. Jadi kamu tidak boleh memarahi papa ya"
Papa mu tidak pernah jahat, tidak pernah menyakiti mama nak.
Justru mama yang berkali-kali menyakiti papa mu. Maaf, karena mama kamu harus bersedih.BERSAMBUNG
typo dikit gk ngaruh eakkk
Besok insyaallah double up gaes hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
"PELET" Mahika Maya (GxG)
FantasiaKetika seorang gadis muda hampir gila karena guna guna sebuah ilmu pelet seorang penari