IA AKAN GILA, IA BISA GILA, BENAR-BENAR GILA

2.4K 276 1
                                    

Beberapa hari telah berlalu. Berlalu bersama seringnya hujan turun dan minimnya cahaya matahari. Bahkan terkadang pagi pun seolah enggan untuk hadir. Kalah oleh hitamnya mendung yang menggantung sejak malam hari.

Seperti pagi ini, hujan turun rintik-rintik mengiringi sepasang mata yang kembali terbuka untuk pertama kalinya sejak tertutup cukup lama. Mata itu mengerjap perlahan untuk menyesuaikan nya dengan cahaya sekitar. Jemarinya bergerak pelan. Ia membuka mulutnya dengan bibir yang bergetar. Namun suara yang ingin ia keluarkan seperti terhenti.

Ia masih diam, hanya matanya yang terlihat kosong. Tiba-tiba ingatan nya kembali pada saat ia mendapat hukuman dari ayahnya. Sakit dan airmata yang ia rasakan, masih terekam jelas hingga kini. Memunculkan setitik rasa benci di hatinya. Selayaknya api, semakin menjalar, semakin berkobar. 

Semua karena ayahnya sendiri. Karena nya ia tergolek lemah diranjang yang sempit ini. Ia benci bau obat. Karena hanya akan mengingatkan ia pada luka luka yang ia terima dari tangan ayahnya sendiri.

Ia membenci ayahnya sendiri, yang sudah mencoba menghancurkan hubungan dirinya dengan sang kekasih. Ia membenci ayahnya sendiri, yang berusaha memisahkan nya dari kekasih hati yang saat ini ia rindui.

Cinta memang membuat buta. Termasuk hati gadis itu yang sudah lama gelap tanpa pelita. Begitu gulita karena cinta yang ia miliki bukanlah cinta yang semestinya. Cinta yang malah menjauhkan ia dari keluarganya. Menimbulkan kebencian pada ayah kandung.

Iblis memperdaya dari segala arah mata angin.

Seorang perempuan yang sejak semalam menemani gadis itu kini mulai terbangun. Dia lah Narwastu, kakak perempuan Padma Lintang yang tidur dengan terduduk di kursi. Ia membaringkan kepalanya di ranjang. 

Rasa kantuk Narwastu seketika menguap dan lenyap, berganti dengan rasa syukur yang meluap-luap. Ia begitu terharu melihat adiknya yang akhirnya kembali bangun.

"Lintang, syukurlah kamu sudah sadar"  perempuan itu berseru saat melihat adiknya yang kini sudah menatapnya dengan pandangan yang masih lemah.

Narwastu berkali-kali mencium kepala adiknya. Betapa ia ketakutan dan khawatir. Namun Tuhan mengabulkan doa doa nya. Ia tak bisa membendung tangisnya. Kali ini bukan tangis karena rasa takut, melainkan rasa syukur.




Dokter baru saja keluar dari ruang rawat inap yang dihuni Padma Lintang. Dokter itu mengatakan bahwa kondisi nya sudah jauh lebih membaik. Tentu saja hal itu membuat keluarga nya bersyukur.

Keluarga Abhinawa berada dirumah sakit menemani Padma Lintang, minus Ramayana saja. Dan itu lebih bagus menurut Padma Lintang. Rasa bencinya pada sang kakak sulung masih ada hingga sekarang.

Jika keluarganya menyalahkan Mahika Maya karena sudah membuat gadis itu terluka.
Gadis itu justru menyalahkan Ramayana. Ia sangat membenci laki-laki itu. Gara-gara laki-laki itulah ia menjadi bahan amukan ayahnya.

"Dimana Kak Maya?" Suaranya terdengar lemah.

Pertanyaan itu sekonyong-konyong membuat keluarga nya berdecak kesal. Terutama Juragan Abhinawa. Dalam keadaan tak berdaya seperti ini masih saja teringat akan janda itu.

"Lintang, jangan bikin Bapak marah lagi" ucap Juragan Abhinawa.

Mendengar nama janda itu saja langsung membuat otaknya mendidih. Ia kira setelah mendapat hukuman seberat itu, anaknya akan berubah. Nyatanya tidak. Janda dusun sebelah itu masih hidup di otak anak bungsunya.

"Aku ingin bertemu kak Maya... Ibu, aku ingin bertemu Kak Maya" Entah mengapa sekarang suara yang lemah itu berubah. Gadis itu mulai memberontak. Mengabaikan dirinya yang masih sakit.

"PELET" Mahika Maya (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang