Pada siang hari yang sedikit mendung, seorang perempuan yang mengenakan tudung capil turun dari Jengki biru yang ia kendarai.
Perempuan itu memarkirkan Jengki nya dengan sedikit kesal karena baru menyadari jika Jengki itu tidak memiliki sandaran.
Ia menoleh ke kanan kiri, mencari cari sesuatu.
Saat telah menemukan nya, ia menuntun Jengki nya ke arah rumpun Pohon Resede, lalu ia menyandarkan disana.Saat ia menyandarkan Jengki nya, ia menutup hidung nya karena bau pohon tersebut sangat khas. Bau pohon Resede itu menguar sangat kuat karena beberapa daunnya terlihat baru saja di babat. Mungkin ada penggembala ternak yang mengambil daun daunnya.
Ia berjalan di halaman sebuah rumah yang cukup luas. Halaman luas itu biasanya tertata rapi dengan banyak tanaman bunga atau sejenisnya. Tapi saat ini tidak lagi seperti biasanya.
Halaman luas itu dipenuhi daun daun kering. Tanaman tanaman perdu disana nampak tak beraturan. Rumput rumput liar tumbuh sepuasnya. Rasa rasanya seperti rumah ini tiada berpenghuni.Perempuan itu mengetuk pintu bercat cokelat beberapa kali. Namun sang pemilik rumah belum memberikan respon apapun.
Ia kembali mengetuknya dengan lebih keras, berharap sang tuan rumah segera membukakan pintu menemui nya.Tak berselang lama, pintu berdebu itu terbuka perlahan, menampakkan sang tuan rumah yang bagaikan orang linglung.
"Ada apa?" Tanya sang pemilik rumah dengan nada datar.
"Kamu tidak menyuruh temanmu ini duduk di kursi Mahika Maya?" Perempuan itu protes.
Mahika Maya membuka pintu lebih lebar, membiarkan Kinasih masuk kedalam dan duduk di kursi ruang tamu.
Kinasih adalah teman Mahika Maya, mereka sama sama penari Tayub yang ada dalam tim yang sama. Meski begitu, Kinasih bukanlah warga dusun Gantoeng, melainkan ia adalah tetangga dari Padma Lintang, aliyas warga dusun Nggayu.
"Kamu terlihat tidak sehat, kamu sakit Maya?" Tanya Kinasih saat menyadari ada yang berbeda dari temannya itu.
"Hati ku yang sedang sakit" Mahika Maya menjawab tanpa menoleh. Pandangan matanya menatap sayu pada jendela didepannya.
"Wuahh, jebul gendheng pancen"
(Wuahh, ternyata gila memang) ucapan Kinasih terdengar meledek.Ledekan itu tidak memberikan dampak apa apa pada Mahika Maya, ia tetaplah diam, hidup yang ia jalani tak lagi menarik minatnya. Bahkan ledekan Kinasih yang mengatai nya gila pun tak berarti apa-apa untuk nya.
"Aku tahu anak tetangga ku itu memang cantik, masih muda, pintar dan baik. Tapi bukan berarti kamu harus berlarut-larut seperti ini. Diluar sana masih banyak orang yang mau bersanding dengan kamu. Kenapa masih saja menyesali hubungan mu dengan nya yang berakhir tragis?" Tanya Kinasih.
"Aku belum pernah jatuh cinta, Kinasih. Hidup ku hanya untuk menari. Menari adalah hal yang paling aku senangi" jawab nya dengan suara lirih.
"Belum pernah jatuh cinta, tapi menikah sampai empat kali" Kinasih mencibir.
Mahika Maya tidak membalas pernyataan tersebut. Karena ia mempunyai alasan tertentu mengapa sampai menikah empat kali dan semuanya berakhir menjanda. Tapi bukan berarti ia mencintai suami suaminya.
"Orang pertama yang mengenalkan ku pada cinta adalah Padma Lintang. Dia sudah mencuri hatiku bahkan sejak pertama kali aku melihat dirinya. Dia adalah cinta pertama ku. Bahkan hingga saat ini, isi hati dan seluruh hidupku sudah sepenuhnya dibawa pergi olehnya.
Dan saat ia pergi, yang tersisa disini hanyalah kekosongan" Mahika Maya menunjuk kearah dadanya. Ingatan nya turut kembali pada saat pertama kali ia melihat Padma Lintang. Gadis yang duduk didalam mobil dan menatap nya dari kejauhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
"PELET" Mahika Maya (GxG)
FantasyKetika seorang gadis muda hampir gila karena guna guna sebuah ilmu pelet seorang penari