TAK KAN BERSANDING BUNGA BANGKAI DAN TERATAI

2K 271 9
                                    

Belakangan ini hujan turun semakin sering. Langit lebih sering gelap, layaknya tangisan kepedihan para makhluk di bumi yang merana. Seolah matahari hanya muncul tak sampai sepenggalah naik. Setelahnya ia akan kembali  tertidur beralaskan mendung hitam hingga waktunya tiba pada batas hari. Kemudian berganti ke ujung petang. Waktunya semesta memperdengarkan suara nyanyian serangga malam. Selalu seperti itu setiap hari nya.

Seorang perempuan dengan hatinya yang memar membiru, berjalan dibawah rintik hujan yang sengaja ia batasi dengan payung berwarna hijau. Menjadi satu-satunya warna paling cerah saat sekitar nya berwarna monokrom akibat dihantam hujan dan sambaran kilat. Ia berjalan pada aspal basah ditepi rerumputan. Ujung rok nya sedikit kebasahan karena tempias. Di halaman sebuah bangunan bertingkat  tempat orang-orang memperjuangkan hidupnya dengan obat-obatan.

Ia naik ke lantai lalu menutup payung nya. Kemudian ia masuk kedalam gedung tersebut setelah menyandarkan payung nya pada tempat penitipan. Ia terus berjalan dan sesekali menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dadanya terasa berdebar seolah akan menemui seseorang untuk pertama kalinya.

_

Perempuan itu berdiri bersembunyi dibalik dinding berwarna pucat. Mengintip sedikit jauh kearah depan. Pada dua orang laki-laki dan perempuan yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Kemudian mereka duduk sejenak di bangku tunggu. Tak lama kemudian keduanya pun pergi meninggalkan tempat itu. Entah kemana ia sendiri tidak tahu. Ia hanya berharap memiliki waktu selama mereka tidak disana.

Setelah dirasa aman, perempuan dibalik dinding itu berjalan keluar dari persembunyiannya. Melangkah ke arah ruangan yang memang ingin ia tuju.

Ia telah sampai tepat didepan pintu sebuah ruang rawat inap. Pintu itu memiliki kaca dibagian atasnya, sehingga ia dapat mengintip kedalam.
Ia membuka kain berwarna cokelat yang sejak tadi ia kenakan sebagai penutup kepala dan sebagian wajahnya.

Didalam sana, di ruangan ini, seorang gadis tergolek lemah tak berdaya diatas ranjang sempit. Tubuhnya dipenuhi oleh alat alat medis yang ia sendiri tidak tahu apa saja nama dan kegunaannya.
Gadis itu diselimuti oleh selimut berwarna biru muda. Yang melindunginya dari rasa dingin yang mendera.

Melihatnya seperti itu, hatinya mencelos. Hatinya yang sudah memar membiru seolah dipukul lagi oleh bogem mentah. Entah bagaimana cara menyembuhkan nya.

Airmata yang sejak tadi ia simpan rapat, tidak bisa lagi ia membendungnya. Kini tumpah dan mengalir pada pipi. Tangisannya pecah walaupun ia tidak mampu bersuara.
Tangisan tanpa suara memang terasa jauh lebih menyiksa. Menyedihkan sekali dirinya saat ini.

Telapak tangan kirinya menyentuh kaca pintu yang dingin. Walaupun hatinya lebih dingin karena tidak ada kekasihnya yang bisa menghangatkan nya selayaknya biasa.
Rasanya ingin sekali ia masuk kedalam sana. Menemui kekasih hatinya yang ia sayangi dengan penuh cinta kasih. Memberikan kecupan kecil di keningnya. Menguatkan nya agar tetap bertahan.

'sayang.... aku disini. Bangunlah, aku sangat merindukan kamu.
Apakah kamu tidak ingin menemui ku? Apakah kamu ingin membuat ku terus menerus bersedih?
Aku minta maaf, ini semua adalah kesalahan ku. Kamu tidak pantas menderita. Kamu tidak pantas untuk disakiti'

Ia kembali mengusap airmata nya yang tidak berhenti mengalir. Sesak sekali hingga rasanya ia kesulitan bernafas.

'aku sangat mencintaimu, aku terpaksa melakukan semua ini karena aku tidak mempunyai pilihan lain. Aku ingin mendapatkan kamu, memiliki kamu seutuhnya. Aku tidak menyangka jika semuanya akan menjadi seperti ini.
Aku tidak pernah bermaksud membuat kamu menderita seperti ini sayang... Tolong maafkan aku..'

Dengan airmata nya yang terus berderai, tidak sekalipun ia mengalihkan pandangannya dari kekasihnya didalam ruangan.
Derita yang gadis itu alami juga merupakan akibat dari perbuatannya. Lalu apa yang harus ia perbuat sekarang?

'haruskah aku mengakhiri semuanya? Haruskah aku menyudahi  segala yang aku lakukan? Tapi.... tapi tidak mau kehilangan dia... Aku tidak bisa hidup tanpa dia'

Perasaan nya menjadi bimbang. Manakah yang harus ia turuti? Otak atau hatinya?
Tapi kalau ia mengakhiri dan melepaskan gadis itu dari jerat ilmu pengasihan nya, itu artinya ia harus siap kehilangan nya.
Tapi ia juga tidak tega melihatnya seperti ini.

Ditengah rasa bimbang nya, ia tidak menyadari akan kedatangan seseorang yang kini sudah berdiri dibelakangnya. Menatap nya dengan tajam.

"Aku tidak menyangka kamu seberani ini untuk menampakkan batang hidung mu disini"

Mahika Maya yang sejak tadi berdiri didepan pintu langsung mengusap air mata nya. Ia tentu sangat mengenali suara ini tanpa harus menebak nebak.
Ia kemudian menoleh, melihat kepada Narwastu Abhinawa yang entah sejak kapan sudah berada disini.

Perempuan itu berjalan kearahnya sembari menenteng tas yang tidak bisa Mahika Maya tebak berapa harganya. Mungkin memiliki angka nol yang banyak membentuk barisan.
Perempuan itu mengenakan kemeja dengan motif garis-garis, celana panjang berwarna hitam, dan sepatu ber hak tinggi dengan warna senada. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai. Perempuan itu tak kalah cantik dan sangat mirip dengan adiknya. Tapi bagi Mahika Maya, Padma Lintang jauh lebih cantik.

"Kamu memang suka nekad ternyata" ucap Narwastu lagi. Saat ini ia telah berhadapan dengan Mahika Maya.

Narwastu memperhatikan Mahika Maya dengan cukup jeli. Ia dapat menemukan wajahnya yang sembab. Perempuan itu pasti habis menangis.

"Aku hanya ingin melihatnya karena aku merindukan dia. Aku juga ingin tahu keadaan nya. Lagipula aku sudah menurutimu untuk melihat nya dari jauh. Aku khawatir pada kekasihku sendiri, apakah itu salah?"

"Tidak. Tidak salah. Hanya saja kamu terlalu nekad. Kalau sampai orang tua ku melihat mu berada disini, habislah sudah. Aku sudah bosan melihat konflik ini. Mengapa tidak kamu akhiri saja hubungan mu dengan Lintang?"

"Kamu menyuruhku untuk berpisah dengan Lintang? Kamu lupa bahwa kami saling mencintai? Bagaimana kalau kamu yang berada di posisi ku, apakah kamu bisa meninggalkan orang yang kamu kasihi?"

"Bukan masalah posisi atau apapun itu. Masalah nya adalah, kamu perempuan, adikku juga perempuan"

"Aku tahu. Tapi cintaku padanya itu sangat tulus. Cinta kami memang tidak benar. Tapi kami berhak saling mencintai.
Aku juga tahu resiko nya, tapi itu bukan urusan kamu"

"Kamu tahu bahwa hubungan kalian itu berisiko tinggi, tapi jangan membawa bawa adikku kedalam jalan yang salah. Tanggung lah sendiri akibatnya"

"Kamu tidak punya hak untuk mencampuri hubungan kami"

"Aku punya hak karena Lintang adalah adikku. Dia tidak pernah seperti ini dan tidak akan seperti ini kalau bukan kamu yang menggodanya"

Kedua perempuan itu saling melayangkan tatapan membunuh. Hampir melupakan bahwa mereka sedang berada di rumah sakit. Dan kenyamanan untuk para pasien dan orang-orang di sekitarnya adalah prioritas.

"Sampai kapanpun aku tidak akan pernah meninggalkan nya. Kami saling mencintai dan siapapun tidak berhak mengganggu hubungan kami"

"Kalian punya cinta tapi dunia punya norma!" Ucap Narwastu dengan tegas, seolah mengingatkan Mahika Maya bahwa dunia milik Tuhan. Memiliki norma dan hukum.

"Teratai tumbuh dalam jernihnya air. Sampai kapanpun tidak akan dapat dijangkau oleh bunga bangkai.
Begitu juga dengan kamu, sampai kapanpun tidak akan bisa menjangkau adikku. Sekalipun kamu memaksa dan membenarkan tindakan mu.  Aku yakin dunia tidak akan membiarkan itu semua terjadi"

Mahika Maya merasakan tenggorokan nya tercekat. Rasanya ia ingin menampar perempuan yang saat ini telah masuk kedalam ruangan tempat Padma Lintang dirawat.

Rasa takut akan kehilangan yang selalu menghantuinya kini tampak semakin nyata. Ia sangat sadar bahwa hubungan nya dengan Padma Lintang adalah fatal.
Tapi cinta membutakan banyak insan.

Iblis memperdaya dari segala arah mata angin

BERSAMBUNG

"PELET" Mahika Maya (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang