Chapter 1

113 15 3
                                    

Seoul, 14 April 2022.


“Eonnie tunggu sebentar di sini, ya? Harusnya, seseorang yang dimintanya untuk menjemput kita sudah datang beberapa menit lalu. Tapi ... Huh, menyebalkan.” Wanita dalam balutan dress di atas lututnya yang berwarna peach dengan ikatan pita di kedua sikunya pun tampak merajuk. Mencebikkan bibirnya seraya beralih menatap layar ponselnya. “Jika memang tidak bisa kenapa harus menawarkan diri, sih?!”

Wanita berusia dua puluh tahun itu pun kembali memandang lurus teman di sampingnya yang masih terus menjatuhkan atensinya padanya. “Heiran Eonnie, maafkan aku yang membuatmu tidak nyaman.”

Saat itu, wanita yang memiliki surai bergelombang berwarna merah maroon yang menjadi lawan bicara wanita bermarga Heo ini hanya tersenyum. “Tidak apa-apa. Aku maklum akan sikap Oppa-mu yang terbilang sibuk bila menurut versi ceritamu. Jadi, coba hubungan dia dulu, untuk memastikan,” sarannya dengan bijak. Tidak terlalu mempermasalahkan karena ada hal lain yang sejujurnya sejak tadi menarik perhatiannya.

Untuk beberapa detik, Heiran bahkan sempat mengalihkan pandangan pada papan iklan digital yang menampilkan sosok yang begitu memesona bagi dirinya. Tanpa banyak membantah, akhirnya wanita bermarga Heo itu pun mengangguk. Bergegas pergi, menghilang dari pandangan Heiran melewati beberapa kerumunan orang-orang untuk menjalankan yang disarankan padanya.

Hiruk pikuk suara langkah kaki orang-orang yang berlalu lalang di sebuah stasiun kereta api cepat di Seoul sedari tadi tiada hentinya mengusik rungu. Sejujurnya perjalanan dari Busan ke Seoul membuatnya lelah meski perjalanan hanya membutuhkan waktu kurang lebih dua jam setengah. Akan tetapi, selama duduk berdiam diri di dalam gerbong kereta, Heiran bisa mengusir rasa bosannya dengan bercengkerama ataupun menggulir layar ponselnya mencari berita yang menarik. Lebih kepada fashion meski penampilannya begitu sederhana. Namun, masih menciptakan kesan rapi bagi beberapa orang yang menemuinya. 

Tanpa sadar, Heiran yang sedari tadi telah menggenggam satu gelas cup Americano dinginnya pun telah beranjak dari tempatnya. Berdiri tepat di depan sebuah papan reklame digital yang sedari tadi sedang mengiklankan koleksi pakaian dari brand terkenal yang bagus dikenakan di musim panas.

Akan tetapi perhatian Heiran tidak tertuju pada pakaiannya. Melainkan atensinya justru jatuh pada sosok artis yang kini menjadi salah satu model Brand Ambassador dari brand pakaian tersebut. Sosok yang selama ini ia ikuti perjalanan kariernya di mana sosok ini, kini telah memenuhi seluruh setiap perangkat iklan. Baik itu digital, maupun baliho berukuran besar yang menampilkan sosok sempurna tersebut.

Tidak memedulikan orang-orang yang tampak bergelut dengan kesibukannya sendiri yang tengah terburu menaiki kereta atau pun dari bagian kedatangan. Dalam diamnya, hati kecilnya selalu bertanya-tanya. Bisakah ia bertemu dengan sosok ini suatu hari nanti? Sama seperti sosok seorang fans yang begitu ingin bertemu dengan idolanya.

Sosok yang dari awal perjalanan kariernya tidak bisa dibilang mulus. Bahkan pada masanya setelah beberapa tahun berlalu, beberapa artikel yang pernah memuat kabar tentang dirinya hampir meruntuhkan kariernya atas isu yang dituduhkan padanya. Isu yang bisa dibilang dampaknya juga tidak terlalu ringan.

Menurut artikel yang ia baca, beberapa brand yang telah menjalin kontrak kerja sama dengan dirinya bahkan sempat memutuskan kontrak secara sepihak. Tentu, hal ini berdampak pada merosotnya kariernya kala itu. Kehilangan kepercayaan akibat isu yang menyeret namanya.

Namun, agar tidak menimbulkan kerugian yang cukup besar, usaha yang diupayakan oleh pihak agensi guna melindungi artisnya dengan menyewa jasa pengacara terbaik dan juga aparat penegak hukum yang berusaha bertanggungjawab penuh menguak kebenaran kasus yang terkait, akhirnya sanggup membersihkan nama sang model. Sehingga tidak heran, bila kali ini sosok tersebut lebih bersinar dibanding sebelumnya.

Seulas senyum tanpa sadar terbit di kedua sudut bibir Heiran. Hingga sebuah tepukan ringan di pundak menyadarkan dirinya. “Dari sekian banyak artis, mengapa Eonnie menyukainya?”
Lagi, Heiran hanya tersenyum. Tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya. Yang jelas, hanya melalui dari kedua netra kelam sang model, wanita itu seolah bisa melihat kebenaran di dalam sana tanpa harus bicara. Padahal ia sama sekali belum pernah bertemu dengannya secara langsung. Hanya mengagumi visual tampan pria bermarga Seong tersebut yang entah sejak kapan telah mengisi sebagian ruang dari dirinya.

“Entahlah. Terlalu sulit menjelaskannya,” jawabnya kala itu masih tanpa mengalihkan perhatiannya. Hingga akhirnya, Heiran pun berbalik memandangi rekan kerjanya tersebut. “Bagaimana kau tahu aku di sini?”

Ya, Heiran ingat benar sepertinya dirinya telah bergeser dari tempat seharusnya ia diminta menunggu begitu menyadari kini dirinya berada di sini karena mengagumi sosok yang menarik perhatiannya tersebut.

Wanita itu pun menjentikkan jari. “Itu gampang. Dia seperti magnet bagimu,” tunjuknya begitu yakin pada sosok sang model sebelum beralih kembali pada Heiran. “Mudah saja. Hanya mencari Eonnie di mana sosok dia berada.”

Heiran terkekeh. Mengakui analisis sederhana tersebut yang mampu membuatnya tersipu. Dengan segera, ia pun mengalihkan topik karena tidak ingin terlalu begitu bahagia memandang sosok tersebut. Ya, padahal hanya sebuah gambar yang bergerak dalam iklan digital.

“Lalu, bagaimana?” tanyanya mengenai perihal alasan mengapa keduanya masih berada di sini.

Wanita itu segera mengerucutkan bibirnya seraya mengedikkan kedua bahunya. Perubahan ekspresi yang begitu cepat.

“Oppa terlalu sibuk. Ia lupa memberitahukan pada temannya untuk menjemput kita. Jika tahu sibuk, benar, kan? Harusnya tidak perlu menawarkan diri. Coba dari tadi kita naik taksi, pasti sudah tiba dalam apartemen dan merebahkan diri. Padahal sudah liburan, tetap saja merasa lelah.”

Saat itu, Heiran yang masih menggenggam gelas cup-nya hanya tersenyum seraya mengaitkannya ke lengan sang teman dengan tangan yang lain menggeret kopernya. “Sudah kubilang, kan? Oppa-mu sibuk. Tidak perlu menghakiminya. Lagi pula, kita masih bisa naik taksi, kan?”

Aeri pun mengangguk paham. Lalu pergi beralih ke sisi jalan yang memang dikhususkan untuk pemberhentian taksi. Memilih kembali pulang tanpa mengandalkan sang kakak yang selalu sibuk di saat-saat penting.

Meski pada mulanya Aeri tidak meminta. Namun, tawaran sang kakak sempat menciptakan euforia tersendiri mengingat kurangnya perhatian sang kakak terhadap dirinya. Jadi bisa dibilang, bisa pergi menghabiskan waktu bersama merupakan suatu momen yang langka. Apa pun kegiatan dan seberapa banyak pun waktunya.

***

Seorang pria yang tubuh serta tingginya yang begitu proporsional dan bersurai gelap dengan beberapa garis surai yang berwarna putih terang tampak berpadu dalam satu kesatuan. Mempertegas pesona sang model yang tampak rupawan yang kini tampak bergaya dalam balutan kemeja berwarna hitam dengan setelan jas yang berwarna senada.

Membiarkan dua kancing kemeja teratasnya terbuka di tengah embusan angin yang berasal dari kipas angin di hadapan kamera yang dipegang oleh seseorang yang begitu profesional. Sehingga menimbulkan kesan natural dan juga ketegasan di waktu bersamaan.

Beberapa kali sang profesional yang berkonsentrasi dengan kamera yang dipegangnya guna mengatur fokus, menginstruksikan beberapa gaya yang harus sang model peragakan untuk memperoleh bidikan gambar yang bagus dengan aura yang terpancar.

Hingga tak lama berselang, akhirnya sesi pemotretan pun berakhir.

“Terima kasih untuk kerja kerasnya hari ini.” Sang kameramen pun mengucapkan rasa terima kasihnya kepada setiap staf termasuk sang model yang harus rela mengulang beberapa gerakan yang dirasa kurang pas.

Pria bersurai gelap dengan list berwarna putih terang itu pun tampak membungkuk, tersenyum. Turut mengucapkan terima kasih atas kegiatan hari ini.

Sembari menghela napas lega, ia pun beranjak dari tempatnya untuk beralih ke bilik ganti. Menanggalkan pakaiannya yang sedari tadi melekat padanya untuk berganti dalam mode yang lebih santai.

Akhirnya, ia bisa menyelesaikan jadwal pemotretannya hari ini untuk sebuah brand terkenal yang kini menjadikan dirinya sebagai BA utama. Saat itu, sang manajer pun turut mengekori, menghampiri rekannya dan tampak membantu pria tersebut untuk menanggalkan pakaiannya.

Belum sampai wanita itu menyentuhnya, sang pria sudah menahan tangan wanita tersebut. “Bukankah aku sudah katakan? Jangan pernah menyentuhku jika bukan aku yang memintanya, Hyeri-ssi.” Dengan penuh ketegasan dan terbilang sopan, pria itu pun memperingatkan.

Membuat Hyeri pada akhirnya mundur dan mengangguk. “Baiklah. Aku mengerti,” ucapnya tidak merasa tersinggung sama sekali dan kembali membawa tablet berukuran sepuluh incinya dan terfokus pada tampilan layar tersebut. “Kalau begitu, haruskah aku membacakan kegiatanmu selanjutnya? Setelah ini akan ada acara makan malam yang harus kau hadiri dengan pemilik brand Phoenix Alteir. Kudengar, ini untuk pembahasan mekanisme adanya fansign untuk brand ini. Yah, meski secara teknis kau hanya perlu hadir di saat fansign berlangsung. Tapi, tetap saja kau harus mendengarkan setiap rencana yang akan dibahas nanti, Hoseok-ah. Lebih tepatnya, menghormati undangan ini.”

Di saat Hyeri sedang membacakan jadwalnya, Hoseok telah menanggalkan pakaiannya dan menggantikannya dengan hoodie berwarna birunya. Berpadu dengan celana panjang yang tampak kelonggaran dan memiliki corak warna seperti awan, biru dan putih.

Dengan segera, Hoseok melihat ke arah arlojinya yang sedari tadi melingkar sempurna di tangan kirinya. “Jam berapa jadwal makan malam hari ini?” tanyanya yang kini beralih memandang Hyeri. Sosok seorang teman yang ia temui di LA di saat keduanya terlibat dalam kejadian yang tidak di sengaja dalam sebuah acara.

Hyeri pun menjawab dengan yakin. “Pukul 20.00 malam. Bila dilihat dari waktu sekarang, kau masih punya tiga jam tersisa.”
Hoseok pun meraih tas kecilnya yang berwarna biru di mana dompet beserta kunci mobil sudah berada di dalamnya. Hanya waktu tertentu, Hoseok lebih memilih berkendara seorang diri di waktu bekerja. Akan tetapi bila ia merasa tidak cukup kuat untuk bisa menyetir sendiri, barulah ia akan meminta Hyeri untuk menjemputnya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya.
“Itu cukup. Terima kasih untuk informasinya.”

Hoseok pun bergegas pergi. Mengenakan kacamata hitamnya dan tak lupa masker guna menutup wajahnya. Bisa gawat bila wajahnya dikenali oleh khalayak umum termasuk penggemarnya.

Begitu ia telah masuk ke dalam mobilnya, kedua netra Hoseok tiada hentinya tampak bersinar kala memandangi sebuah kotak berukuran sedang yang berisi hadiah untuk seseorang.
Dengan senyum cerianya seraya menyalakan mesin mobilnya, Hoseok pun berucap. “Kita akan segera bertemu, Sayang.”























Haiiiii long time no see...
Maaf yag jarang update ato apa pun karena rl memang padat.
Tp khusus hari ini aku sengja publish crta ini karena untuknya.
Jadi thanks udah mau mampir dan jangan lupa comment yag

See u on next chapter😃😃😃

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang