Chapter 37

11 3 8
                                    

“Hyung-ah, sepertinya kau kurang fokus. Apa ada yang mengganggumu?”

Sekilas Jimin melirik lawan bicaranya. Meski tatapan enggannya masih tertuju pada cangkir kopi yang tersuguh di hadapannya. Tepat di atas meja bundar berpernis putih dengan pencahayaan yang teduh. Fasilitas yang disediakan oleh pemilik kafe yang mengusung tema alam nan estetik. Berusaha memberikan penyegaran bagi pikiran pengunjung yang merasa penat setelah melalui hari berat dengan rutinitas yang menjemukan.

Tak terkecuali pria pemilik kelopak mata yang akan muncul lengkungan bulan sabit di kala tersenyum. Namun, sepertinya keindahan yang mampu memberikan kesan hangat tersebut tidak sedang berada di tempatnya untuk saat ini. Kali ini, netranya yang bening seolah sedang menyelam ke dalam cairan berwarna gelap guna mendapati sesuatu justru jauh lebih mendominasi. Meski semburat kekhawatiran sama sekali tidak tersamarkan di paras rupawannya. Ya, paling tidak itulah salah satu kelebihan yang dimiliki oleh Jimin yang memiliki pesona yang sayang untuk ditolak.

Pria tersebut pun menarik napas dalam-dalam seraya menggelengkan kepalanya tidak begitu yakin. Hanya saja, entah sejak kapan, atensinya selalu tertuju pada hal yang seharusnya memang sejak awal mungkin harus ia abaikan sejak hari itu. Namun, tetap saja, solidaritas terhadap sahabatnya sama sekali tiada memberinya ruang untuk meninggalkan hal tersebut. Justru semakin menariknya untuk melangkah lebih jauh.

Ya, pada akhirnya, Jimin justru memilih tetap melibatkan dirinya meski dirinya sendiri telah mendapat instruksi.

“Tidak ada. Atau,” Jimin menggantungkan ucapannya, ragu. Tidak benar-benar yakin akan perasaan janggal yang terus menggelayut.

“Hanya tidak yakin.”

Sontak yang mendengar jawabannya pun mengerutkan dahi. Beralih mencondongkan tubuhnya ke depan dengan atensi penuh. Yakin benar akan adanya hal yang mengganggu pikiran lawan bicaranya tersebut.

“Maksudmu? Hyung-ah, jangan bersikap ambigu seperti itu.”

Iris mata gelapnya menangkap sempurna bayangan dari sosok Jimin yang terlihat lelah dan tertekan. Seolah sandaran punggung di belakangnya merupakan satu-satunya penopang di antara rasa letih yang mau mendekap Jimin saat ini. Entah apa yang terjadi, pria yang usianya hanya terpaut satu tahun dengan Jimin di mana penampilannya sedikit berbanding terbalik dengan wajahnya yang masih terlihat seperti anak kecil tetap berusaha menjadi pendengar yang setia.

Walaupun, jujur, Jimin sedikit terkejut dengan visual sepupunya yang terlihat lain. Bagaimana wajah yang masih terlihat seperti bayi memiliki tato di sepanjang lengan kanannya? Tidak lupa dengan piercing yang dikenakannya, tidak hanya di bagian ujung alis tetapi juga di salah satu sudut bibirnya. Mungkinkah pekerjaan menuntutnya menjadi seperti ini? Tidak tahu. Jimin tidak terlalu ingin tahu alasan sepupunya berpenampilan seperti itu. Hanya mendukungnya sama seperti sepupunya yang terus mendukungnya.

Dengan menghela napas berat sembari mengeluarkan sesuatu dari saku jaket parkanya, Jimin mencoba untuk terbuka. Masih membalik selembar benda tersebut di bawah permukaan telapak tangannya.

“Menurutmu, apakah kau pernah ....” Jimin menggigit bibir bawahnya sekilas. Benar-benar ragu akan apa yang hendak ia ucapkan. Namun dengan segera, ia meralat. “Maksudku, apakah kau pernah terlibat dalam situasi yang tidak mengenakan? Seperti situasi di mana seseorang memintamu berhenti. Namun, kau sama sekali tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Seperti ada magnet yang tetap menarikmu agar terus masuk meski ... tanpa diundang.”

“Apa ini berkaitan dengan wanita?” Pria dengan baby face-nya seolah menangkap ke mana arah pembicaraan Jimin. Begitu antusias dalam merespon.

“Lebih tepatnya persoalan ini memang berkaitan dengan seorang wanita. Hanya saja ... aku takut dan khawatir apabila ....” Jimin segera menanggapi dan menelan salivanya samar di waktu bersamaan.

Benar-benar tidak ingin asumsinya menjadi kenyataan. Meski sejujurnya, tidak ada yang menjamin akan hal tersebut akan terjadi atau tidak. Namun, ia begitu percaya, sahabatnya tidak akan bertindak gegabah dan menjadikan orang lain sebagai korban. Sungguh, bagaimana paras polos seorang wanita yang kini berada di sisi pria tersebut, turut menarik perhatian. Paling tidak, Jimin berharap, sosok ini mampu menyembuhkan luka lama dan menggantikan sosok yang selama ini menyiksa sahabatnya. Berharap kehadirannya mampu membuat sahabatnya lupa akan pahitnya masa lalu.

Dengan sedikit menimbang, Jimin melanjutkan.

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang