Entah sudah berapa lama Heiran terlelap, hanya kegelapan dalam pejaman matanya yang kala itu masih terasa familier. Samar-samar, meski kedua kelopak matanya masih terpejam, namun Heiran masih bisa mendengar suara seseorang yang sedang berbicara. Tidak terlalu jelas, akan tetapi ia menangkap bagian yang terakhir.
“Syukurlah, terima kasih,” ucapnya kala itu dengan sopan.
Dengan tipis, sayup-sayup Heiran mencoba membuka matanya. Menolehkan wajahnya ke sumber suara yang beberapa detik lalu sempat mengusiknya. Tidak tahu bahwa langit di luar sana kini telah berganti lagi dengan pagi.
Benar, Heiran ingat dengan jelas semalam sebelum ia kehilangan kesadarannya, Heiran mendengar suara kerumunan banyak orang disertai suara jepretan yang berasal dari kamera. Namun, ini, antara seperti mimpi dan kenyataan, walau tampak bayangan belakang punggungnya yang terlihat mengabur, Heiran begitu mengenali sosok tersebut.
Dari tempatnya, Heiran berusaha mengamati, kendati bersamaan masih berusaha menarik kesadaran penuhnya. Berst, kala itu Heiran masih merasakan kepalanya yang masih belum mau diajak kompromi. Sepintas, ia melihat bagaimana sosok tersebut tampak menyibakkan surainya ke belakang. Ekspresi seriusnya terlihat sedang memikirkan sesuatu, begitu terbebani.Sampai-sampai untuk sejenak, keseriusan tersebut terasa mengganjal. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh sosok tersebut yang kini hanya bisa Hsiran lihat visual tampak sampingnya.
Heiran kembali mengalihkan pandangannya. Menghindari fokusnya semula yang tiba-tiba saja seisi ruangan terlihat berputar. Lagi, Heiran memejamkan matanya sejenak. Berusaha menstabilkan napasnya yang terasa sesak. Meski dengan bantuan alat ventilator udara, tetap saja, Heiran masih merasakan dadanya serasa menyempit.
Tanpa sadar, di saat Heiran berusaha menarik diri, suara lenguhan yang berasal dari dirinya sendiri tak heran menarik perhatian seseorang yang berada di dalam satu ruangan dengannya. Walau tidak melihat, perasaan Heiran begitu yakin bahwa sosok tersebut sudah menoleh ke arahnya.
Bahkan di tengah kondisinya yang lemah, indra penciuman Heiran secara jelas masih mampu mengenali aroma khas cairan antiseptik tersebut. Menandakan di mana lebih tepatnya dirinya kali ini sedang berbaring.
Begitu melihat pergerakan Heiran yang mulai siuman, sosok tersebut pun beralih ke sisi brankar seseorang yang ia tolong semalam. Duduk di sisi ruang kosong yang tersisa.
“Nona, Anda baik-baik saja?” Pria tersebut berusaha bersikap sesopan mungkin. Terlalu bingung bagaimana harus berekspresi. Terlebih atas apa yang telah terjadi. Ia masih berusaha mengenyahkannya sejenak.
Namun, berbeda dengan apa yang sedang dirasakan oleh Heiran saat ini. Jelas, kali ini suara berat itu berhasil menyadarkan Heiran yang masih berusaha menarik kesadarannya di tengah tubuh lemahnya yang terasa lemas. Anehnya, saat Heiran mendengar suara khas tersebut, sekujur tubuh Heiran sontak merespons refleks, meremang. Menciptakan vibrasi yang berhasil membuat hatinya berdesir.
Pandangan kaburnya yang semula samar, kini perlahan mulai berangsur terlihat jelas. Begitu Heiran menelan salivanya pelan, barulah ia menjawab.
“Oppa kenapa berada di sini?” Heiran bertanya dengan suara lirihnya di kala kedua iris kecokelatan miliknya berhasil menangkap sempurna bayangan seseorang yang kini duduk berada tepat di sisinya.
Sosok tersebut pun hanya mengusap bagian belakang tengkuknya yang tidak gatal. Terlalu bingung bagaimana menjelaskan situasinya sekarang. Sama sekali masih belum menemukan apa pun yang bisa dijadikan sebagai jalan keluar. Ya, segalanya terlalu rumit sekarang.
Akan tetapi, saat itu ia hanya menyampaikan situasi singkatnya. Lebih tepatnya apa yang ia lakukan sesaat setelah Heiran pingsan. Pertolongan pertama dalam kondisi darurat.“Kau semalam pingsan. Jadi bagaimana aku bisa meninggalkanmu di dalam lift, hm? Lagi pula, sepertinya ke depannya kita akan bersama.”
Satu detik, dua detik. Heiran tampak berusaha mencerna. Tidak mengerti maksud ucapan dari pria yang kini tampak begitu bingung dengan ekspresinya. Mengusap permukaan bibirnya dengar jari telunjuknya bingung. Tak kalah dengan Heiran saat ini.
“Maksud Oppa?”
Bukannya langsung menjawab, helaan napas berat kala itu yang turut mengusik keheningan di dalam ruangan. Tanpa ingin menjelaskan secara langsung, sosok tersebut hanya mengimbanginya dengan sebuah pergerakan, mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya.
Butuh beberapa detik bagi pria tersebut untuk berkonsentrasi pada layar ponselnya. Sebelum pada akhirnya ia membuka sebuah laman, lalu menunjukkannya tepat di depan Heiran. Ya, walaupun ia tahu sebenarnya situasinya terbilang kurang tepat. Terlebih diagnosis dokter yang menyatakan si wanita masih perlu banyak beristirahat. Akan tetapi ...
“Tadinya aku ingin memberitahumu nanti setelah kondisimu jauh lebih membaik. Namun, mau sekarang atau pun besok, kau tetap saja akan sama-sama mengetahuinya kapan pun itu. Maafkan aku.” Hanya itu yang bisa ia ucapkan dengan nada penuh penyesalan. Betapa situasinya kini benar-benar di luar kendali.
Heiran pun tanpa keberatan meraih benda yang diberikan padanya. Hanya mengandalkan tangan kanannya di mana tangan kirinya kini sedang terpasang infus. Lalu menggulir layar tersebut pelan-pelan dan memahami isinya. Seketika itu Heiran membeliakkan mata, menatap sosok tersebut yang hanya tersenyum pasrah.
“Oppa ini ....”
“Aku sudah menduga bahwa akan menjadi seperti ini kejadiannya. Berita yang selalu berusaha aku hindari,” jawabnya menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTOUCHABLE
Mistério / SuspenseSecarik kertas bernoda darah yang ditemukan di antara beberapa benda lain yang berserakan di lantai di sebuah unit apartemen seorang wanita oleh Seong Hoseok, menuntun instingnya untuk mencari kebenaran di balik kematian seorang model sekaligus seor...