Chapter 27

10 3 10
                                    


🔞🔞🔞🔞🔞

“Apa kau benar-benar mencintainya?”

Entah perbincangan ringan macam apa itu yang akan menjurus ke suatu topik yang lebih intens. Vincente hanya mengutarakan isi kepalanya yang dirasa sedikit mengganggu. Terus bersarang hingga mengusik batinnya lebih jauh dan mendorongnya untuk mencari jawaban. Masih berharap segalanya hanyalah sebuah mimpi yang akan menghilang begitu kedua matanya terbuka.

Sesungguhnya, bisa saja pria tersebut dengan mudah mengabaikan apa yang terjadi di depan matanya dan berpikir lebih realistis. Menerima setiap keputusan apa pun yang menjadi pilihan sahabat baiknya tersebut. Namun untuk kali ini, sepertinya apa yang terlihat akhir-akhir ini sama sekali tidak bisa memberinya ketenangan. Justru berubah menjadi suatu sinyal yang jauh lebih mengancam.

Sedikit terusik akan kehadiran Hoseok yang tiada pernah absen di setiap kunjungannya yang selalu berakhir dengan gangguan di mana pada akhirnya, Vincente yang merasa hanya sebagai seorang sahabat bagi Heiran, memilih pergi. Memberikan ruang privasi yang sengaja terus digencarkan di setiap situasi yang ada.

Sehingga cara terbaik yang terpikirkan oleh Vincente kala itu adalah mencari ruang privasinya sendiri dengan mengajak Heiran keluar dari huniannya dan bertemu di ruang yang jauh lebih private di tempat umum. Hal yang mau tak mau menjadi sebuah pilihan yang harus ia ambil demi berbincang secara pribadi dan lebih leluasa dengan sahabatnya itu tanpa adanya tekanan apa pun.

Saat itu, Heiran yang memperhatikan setiap pergerakan Vincente dengan stik golfnya hanya mendengarkan dengan atensi yang masih mengarah pada bola kecil yang baru saja dipukul oleh sahabatnya itu. Melihat ke mana arah jatuhnya bola sekaligus memastikan, apa kali ini Vincente akan memenangkan pertandingan di antara keduanya atau tidak.

Bagaimana pun juga, keduanya dulu juga pernah menghabiskan waktu untuk berlatih dan bermain golf bersama. Meski Heiran tahu sejauh mana kemampuannya bila berhadapan dengan Vincente.

Dengan kedua tangan yang masih bertumpu di atas stik golf dalam balutan pakaian olah raga yang memang dikenakan secara khusus untuk permainan itu, Heiran tampak cantik dengan rok yang panjangnya di atas lutut tersebut. Menampilkan kedua kaki jenjangnya yang begitu mulus dan berpadu dengan sepatu yang sewarna dengan pakaiannya. Berwarna putih, meski Heiran pagi hari itu memilih atasan tanpa lengan. Hanya menyampirkan kardigan putihnya melewati kedua bahu hanya untuk menutupi sebagian lengannya.

Tidak menyangka, Vincente akan mengajaknya bermain golf di lokasi yang begitu elite di mana hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke sana. Rerumputan hijau dengan panorama pepohonan yang begitu rindang tampak menyejukkan mata. Tak terkecuali udara segar yang disuguhkan, benar-benar mampu merelakskan pikiran Heiran yang sedikit penuh dalam penat.
Akhir pekan yang cukup menyenangkan, meski ia tahu, tujuan Vincente membawanya hanya untuk berduaan dengannya. Menghindari eksistensi Hoseok yang entah mengapa, sejak hari itu, pria tersebut sama sekali tidak pernah absen mengunjungi Heiran. Ataupun di saat sebaliknya di mana Heiran selalu menjaga Viona, Hoseok bahkan akan berusaha hadir di sela waktu yang ada meski untuk beberapa jam.

Aneh. Hanya itu yang Heiran rasakan atas perubahan sikap cuek Hoseok selama ini. Dengan beralih menggenggam stik golfnya secara sejajar, Heiran menimpali.

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti.”

Sejenak, netra keduanya pun bertemu. Sebelum beberapa detik kemudian Vincente mengembuskan napas kasar seraya memalingkan wajahnya dengan garis rahang yang menegas. Sedikit muak akan respons yang diberikan Heiran yang menghindari pertanyaannya yang begitu lugas. 

“Seong Hoseok. Kau tahu benar apa yang kumaksud. Pria itu ... sepertinya tiada hentinya berada dalam hunianmu di setiap kunjunganku. Memangnya aku ini virus atau apa? Tatapannya seperti pembasmi serangga saja.”

Vincente sedikit mencebikkan bibirnya, mencibir. Benar-benar terganggu akan sikap Hoseok yang begitu posesif. Terlebih, bayangan bagaimana pria tersebut pernah nyaris mencumbu Heiran, atau bahkan mungkin sudah sebelum Vincente datang. Rasa-rasanya, aliran darah di dalam sekujur tubuh Vincente turut ikut mendidih. Bahkan dirinya sendiri pun belum pernah menyentuh Heiran sejauh itu meski banyak kesempatan.

Vincente begitu menjaga Heiran. Sangat menjaganya dalam segala hal. Sehingga ia yang begitu sadar diri tak ingin merusak persahabatan keduanya. Meski apa yang telah terjadi, Vincente tidak ingin menuntut apa pun dalam secuil kebahagiaan Heiran.
Heiran tersenyum tipis. Sebelum berpaling dan melangkahkan kaki untuk beralih ke tempat yang lebih teduh di mana barang bawaan keduanya telah diletakkan di sana. Sembari mengusap peluh yang membasahi leher dengan selembar handuk kecil, Heiran pun menjawab.

“Jangan begitu. Abaikan bagaimana caranya bersikap. Mungkin ... dia hanya melakukan porsinya sebagai seorang kekasih.”

Heiran yang masih berdiri seraya mengamati sekitar berusaha menenangkan Vincente dengan kata-kata bijaknya. Meski ia tahu, di dalam penerimaannya, Vincente mungkin tidak demikian.
Walaupun memang benar, tidak ada salahnya bila sahabatnya merasa terganggu akan sikap posesif Hoseok yang begitu kentara. Bahkan untuk Heiran sendiri, ia terlampau bingung bagaimana menanggapi situasinya di kala Vincente dan Hoseok bertemu. Tatapan tak suka terlihat jelas terjadi di antara keduanya.

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang