Chapter 19

12 3 7
                                    

“Aku ingin mendengar kabar baiknya segera.”

[...]

“Hm. Malam ini di kelab malam biasanya.”

[...]

“Tidak. Tidak ada kata besok. Malam ini. Tidak ada negosiasi lebih.”

Hoseok yang kelewat serius dalam menanggapi lawan bicaranya di seberang sana dengan ekspresinya, tidak sadar akan kerahasiaan topik pembicaraannya yang sudah tidak bersifat pribadi lagi. Begitu ia mendengar langkah kaki yang terdengar mengikis jarak, ia pun segera memutus panggilan tersebut.

“Nanti malam. Aku harus pergi. Jadi usahakan tepat waktu,” tutupnya, benar-benar mengakhiri aktivitasnya tersebut.
Panggilan pun terputus, bersamaan dengan langkah Heiran yang kini mendekati dirinya. “Oppa, terlihat begitu serius dan tegang. Apa terjadi sesuatu?”

Heiran bertanya seraya tanpa meminta izin memeluk Hoseok dari belakang. Menyusupkan kedua lengannya hingga melingkar sempurna. Pria yang dipeluk itu hanya bergeming. Menarik napas panjang guna melegakan hatinya yang serasa sempit. Lalu mengurai pelukan Heiran dan berbalik menyentuh kedua sisi lengan Heiran.

“Hanya urusan pekerjaan. Ada perubahan jadwal dari kontrak yang telah disepakati.” Dengan lembut, Hoseok mengusap lengan Heiran meyakinkan. Bersikap begitu tenang seolah memang tidak terjadi apa pun. Benar-benar disibukkan urusan pekerjaan.
Sejak semalam, begitu melewatkan pesta ulang tahun yang sifatnya hanya makan malam biasa, Heiran pun diminta Hoseok untuk tetap tinggal bersamanya. Walaupun berbeda lantai. Namun, Hoseok ingin Heiran membantunya untuk menjaga putrinya.

Dalam perbincangan yang benar-benar diburu waktu tersebut, Hoseok menyampaikan sebelum dirinya berangkat bekerja. Menilik dari pesan singkat sang asisten, Hyeri akan tiba lima menit lagi.

“Hari ini kau bekerja hingga jam berapa? Sekiranya ada waktu, bisakah kau mengantar Viona lebih dulu? Untuk masalah penjemputan, nanti biar orang suruhanku yang menjemputnya. Begitu kau selesai, aku benar-benar membutuhkan bantuanmu malam ini untuk menjaga Viona. Bisakah aku mengandalkanmu? Itu pun, bila kekasihku tidak merasa keberatan.”

Hoseok menyentuh ujung hidung Heiran sekilas, gemas dengan seulas senyum. Tetap menanyakan jawaban Heiran yang lebih tahu akan jadwalnya sendiri. Sehingga, untuk manajemen waktu, sama sekali Hoseok tidak bisa memaksakan apa pun.

Namun, diperlakukan seistimewa itu, tentu Heiran yang terlena tidak menemukan kata untuk penolakan. Sehingga wanita itu hanya mengangguk dengan ringan tangan dan bersedia untuk membantu.

“Hari ini aku masuk pukul 09.00. Tapi bila itu keinginan Oppa, mungkin aku bisa mengantar Viona ke sekolahnya lebih dulu. Akan tetapi, maaf, aku sama sekali tidak bisa menjemput Viona setelahnya karena aku baru selesai pukul 18.00. Jadi sepertinya, untuk sementara, Viona lebih baik bersama pengasuhnya. Apa tidak masalah?”

Hoseok yang mendengarnya mengangguk setuju. Sama sekali tidak merasa keberatan.

“Tentu. Aku tahu kekasihku sibuk. Akan jadi masalah bila seusai bekerja, kau tidak kembali ke sini.”

“Maksud Oppa?”

“Ada kemungkinan, nanti malam aku tidak kembali. Ada urusan penting. Jadi, selain menyerahkannya pada pengasuh, sejak memiliki dirimu, aku lebih mempercayakan Viona padamu.”

Hoseok pun mulai mendekatkan dirinya, mengikis jarak. Semakin merengkuh kedua lengan Heiran agar semakin mendekat padanya sebelum dirinya berakhir mengarahkan bibirnya tepat di telinga Heiran dan berbisik seduktif.

“Bisakah aku mengandalkanmu, kali ini? Kumohon, jangan kecewakan aku, Heiran-ie. Karena selain putriku, kini aku telah menganggapmu begitu berarti. Akan lebih aman bila kalian berada dalam satu tempat. Kau ... memahami maksudku, kan?”

Belum sempat menjawab, Heiran yang sudah menegang dalam jarak sedekat itu merasakan suatu gelenyar hangat yang semakin menekan dan membelit panas. Bukan hanya telinga, setelah memberikan kecupan sekilas di cuping telinga Heiran, bibir tipis Hoseok beralih tepat di bagian leher. Turut memberikan sentuhan yang sama di sana sampai-sampai mau tak mau aktivitasnya yang memang terlihat intens harus terinterupsi akan kehadiran seseorang yang tiba-tiba.

“Bila sudah selesai, ayo kita pergi. Sudah waktunya untuk memenuhi jadwal pemotretanmu hari ini,” ucap asisten Hoseok yang tak lain dan tak bukan adalah Hyeri.

Heiran yang terkejut, berjingkat kaget dan merapikan surainya sebagai pengalihan. Menarik napas panjang dan menghindari tatapan Hyeri yang terlihat biasa. Namun, Heiran yakin, mungkin wanita itu sedang berpikir tidak-tidak setelah melihat sikap Hoseok yang mampu menimbulkan asumsi negatif.

Akan tetapi berbeda dengan Heiran yang kelewat gugup dan malu tanpa bisa menutupi wajahnya yang memanas tersipu karena tertangkap basah bersama prianya, Hoseok justru menarik napas pelan dan bersikap biasa saja. Seolah sikapnya beberapa waktu lalu hanyalah suatu aktivitas yang masih dalam batas kewajaran.
Lalu dengan santainya, pria itu berbalik dan meraih jaket bombernya yang berada di atas sofa.

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang