Keesokan paginya, dalam kesadaran yang mengawang, di mana di atas tempat tidur tersebut Heiran masih terbaring pulas, samar-samar rungunya terusik dengan suara deru mesin yang sepertinya telah terparkir tepat di depan pekarangan.
Heiran menarik napas pelan dengan deru teratur. Ingin sekali wanita tersebut mengabaikan dan tetap menenggelamkan dirinya dalam alam mimpi. Namun, nahas, sepertinya suara yang kelewat sering itu tiada membiarkan Heiran kembali terlelap. Bahkan ketika Heiran berusaha membuka matanya yang terasa berat, sayup-sayup walau samar, netranya menangkap secara jelas waktu yang ditunjukkan oleh jam wrecker di atas meja pagi itu.
Waktu masih menunjukkan pukul 05.00 pagi dan aktivitas kehidupan sepertinya telah kembali di mulai. Tentu dengan hawa dingin yang menusuk pasca hujan semalam yang entah kapan berhenti. Yang jelas, suara gemuruh petir dengan aroma petrichor telah berganti. Kedua bahunya pun bergerak perlahan di balik selimut tebal yang menghangatkan tubuhnya.
“Padahal masih pagi. Apa Oppa mau pergi?”
Keluhnya dalam ruang kamar yang begitu hening. Mengecualikan keberadaan Namjoon semalam yang turut berada dalam vila tersebut. Seharusnya ia bisa menduga di sana.
Namun, rasa enggan guna beranjak dari posisinya untuk melihat keluar sana jauh lebih kuat menahannya agar tetap tinggal. Sekaligus, hanya ada deru napas Viona yang terdengar teratur tepat di sebelahnya yang mengiringi. Menjadikan dirinya masih ingin menyembunyikan diri dan tetap berada di sana.
Akan tetapi, rasa penasaran terus berbisik dalam relung hati. Sehingga dengan bantuan kedua tangannya, dalam posisi terbaring miring tersebut Heiran berusaha mendorong diri. Duduk di tepi ranjang sejenak sembari melakukan peregangan kecil. Mengangkat kedua tangannya ke atas sebelum bangkit berdiri.
Merasa terlalu lama untuk suara mesin yang sepertinya sedang dipanasi atau hendak pergi. Heiran pun membiarkan bola matanya mengerling. Menyusuri setiap ruang yang terasa lengang tersebut.
Sebelum selang beberapa saat, Heiran pun mengambil langkah menuju jendela yang menyuguhkan langsung pemandangan pekarangan vila dari atas sana seraya mengumpulkan seluruh kesadarannya.
Lalu mengusap kedua matanya sebentar guna memperjelas pandangannya sebelum menyingkap tirai tipis yang semalam sengaja ia biarkan tanpa menutup tirai utama. Beberapa jari lentik Heiran pun menyentuh permukaan tipis tirai transparan tersebut. Kemudian berakhir menjatuhkan fokusnya untuk melihat keadaan di bawah sana dari tempatnya berdiri.
Semula Heiran berpikir, mungkin pria yang berada dalam balutan sweater tebal berwarna cokelat emas dan berpadu dengan celana panjang kebesarannya yang berwarna gelap kala itu adalah Namjoon yang terlihat sedang berdiri dengan kekasih misteriusnya yang belum sempat Heiran lihat semalam. Namun, semakin Heiran memfokuskan atensi, sepertinya sosok yang dilihatnya semalam berbeda.
Heiran pun menahan berat tubuhnya di sisi kusen. Masih berusaha mengumpulkan kesadarannya di mana rasa kantuk masih bergelayut. Tetap mengawasi setiap pergerakan yang tertangkap jelas oleh kedua netranya.
Awalnya segalanya tampak biasa, hingga pemandangan tersebut berhasil membuat kerutan di dahi Heiran yang seketika itu berpikir. Seorang wanita yang dilihatnya kala itu tampak memberikan pelukan hangat bagi sang pria. Bukan sebagai salam perpisahan biasa. Namun, bagaimana eratnya sang wanita memeluk sang pria, sedikit menciptakan rasa ganjal bagi Heiran.
Masih dalam kesadaran yang gamang, Heiran merasa yakin bahwa pria itu adalah Namjoon. Tapi tunggu, batinnya menginterupsi. Bila dilihat kembali, warna rambut Namjoon bukanlah seperti apa yang terlihat sekarang.
Hingga kesadaran penuh Heiran pun dalam sekejap tersentak. Ada sesuatu yang tiba-tiba saja serasa memilin perut sekaligus meremas jantungnya, terenyak. Menciptakan denyut nyeri yang bercampur rasa mulas di waktu bersamaan.
Terlebih dari bagaimana respons sang pria yang menyentuh tepat di bagian pinggul dan sedikit memberikan tekanan di sana, membuat perasaan Heiran turut berdesir, mencelus. Seiring berjalannya detik jarum jam di tengah hawa dingin di luar sana yang seolah turut memainkan peran, perlahan ekspresi sang wanita pun berubah. Tampak memejamkan mata, menikmati, di mana sang wanita tampak menggigit bibir bawahnya lalu beralih menyembunyikan wajahnya di antara perpotongan bahu dan leher pria di depannya menahan sesuatu. Semakin mengeratkan pegangannya seolah agar tak kehilangan tumpuan. Turut semakin membebaskan bayangan liar Heiran yang sedang berpraduga.
Apa ini? Apa benar yang terlihat?
Heiran tiada henti mengawasi aktivitas keduanya dari atas sana. Hingga pelukan tersebut pun terurai dan berganti dengan sang wanita yang beralih mundur dengan memberikan senyum terbaiknya sebelum berjalan masuk ke dalam mobil. Seraya menurunkan mini dress-nya yang sedikit tersingkap, merapikan.
Sang pria pun melambaikan tangan begitu mobil tersebut bergerak meninggalkan pekarangan hingga bayangannya menjauh dan tak terlihat. Lalu berbalik, sebelum langkahnya terhenti begitu mendapati Heiran di sana. Sekejap, bola mata keduanya saling terkunci selama beberapa saat. Tentu dengan ekspresi Heiran yang telah menegang saat itu. Jelas sekali menahan sesuatu di sana. Sang pria pun menghela napas dengan menampilkan smirk-nya di mana kedua tangannya telah bersembunyi di balik saku celana.
Ada maksud lain di balik ekspresi sosok tersebut kala itu. Selang beberapa menit kemudian, Heiran pun dengan segera mengalihkan pandangannya. Menghindari tatapan kekasihnya sekaligus mengalihkan perhatian.
Seketika itu, di mana hijaunya dedaunan serta ranting yang basah dengan segera memenuhi iris kecokelatan milik Heiran yang seharusnya mampu memberikan penyegaran, ucapan Namjoon yang meski sekilas kembali bergelayut dalam pikiran. Mengulas balik, berputar bagai film yang kembali diputar dan menyesaki seluruh ruang yang ada. Termasuk ruang yang tak kasat mata yang kini segalanya terasa gelap.
Ingat benar bagaimana Hoseok memintanya untuk pergi dan memberi keduanya ruang privasi. Jelas, selama itu, ada perbincangan rahasia yang tidak Heiran ketahui.
Untuk sedikit mengurai rasa sesak yang menumpuk dan menekan, Heiran sengaja membiarkan belahan bibirnya menciptakan celah. Menghela napas berat diikuti kedua bahunya yang tampak lelah merosot.
Saat bergeming, bersamaan dengan pikirannya yang kusut serta diiringi deru napas yang tidak teratur, Heiran memilih berpaling dengan ekspresi datar. Meninggalkan ruang yang dirasa tiada memberinya kelonggaran untuk bernapas.
Tiba saat dirinya menuruni tangga dengan malas menuju dapur, lagi-lagi langkahnya dengan segera terhenti di tempat. Rasa lelah yang merontokkan persendian tiba-tiba saja datang mendekap. Mau tak mau dirinya harus berpapasan dengan sosok yang sama sekali belum ingin ia temui walau untuk beberapa saat.
Terlebih memulai perdebatan. Entah mengapa, lidah Heiran di dalam sana terlalu kelu walau bergerak hanya untuk ucapan selamat pagi. Sama sekali tidak ingin bersuara atau apa pun.
Dengan tatapan muak di mana sosok itu juga menyadari perubahan sikap Heiran yang teramat drastis, Heiran tetap melanjutkan langkahnya menuju dapur tanpa peduli. Mengabaikan eksistensi Hoseok yang kehadirannya sama sekali tidak memiliki tempat, untuk saat ini.
Begitu memasuki ruang bernuansa putih tersebut, suara berat seseorang telah menyambut tanpa sedikit pun berbalik guna melihat siapa yang datang.
“Dia sudah pergi? Lama sekali walau hanya mengantar di depan teras.”
Bukannya mendengar kalimat penenangan dan terlepas dari rasa nyeri yang terus mendesak, apa yang terdengar justru semakin menggerus perasaan Heiran. Berusaha mengabaikan apa yang didengar, Heiran pun menuju kulkas guna mencari sebuah susu kotak yang minimal dapat menyegarkan tenggorokannya yang tercekat.
Sungguh pagi hari yang menyebalkan dan amat sangat tidak menyenangkan. Dalam sekejap, begitu melihat siapa yang datang memecah keheningan yang tercipta, seketika itu pria yang duduk di salah satu kursi di balik meja counter dapur tersebut pun terkejut, terlihat menyesal dan segera menutup mulut dengan salah satu tangannya. Mendapati pandangan tidak menyenangkan dari Heiran yang justru duduk di depannya. Walaupun tidak tepat di hadapannya. Namun, bagaimana Heiran memberikan lirikan tajamnya, jelas pria itu menyadari situasinya.
Dengan segera menghadirkan senyum hangat, pria itu pun tampak berusaha mencairkan suasana. Walaupun menyadari betapa dinginnya Heiran saat ini.
“Good morning, Lady. Maaf ... aku kira tadi kekasihmu.”
Sembari memasukkan pipet ke dalam kotak susunya, Heiran hanya mengerlingkan netranya tak suka. Meski di bawah sana, kakinya turut bergetar gelisah karena gemuruh perasaan yang menyelimuti dirinya.
Bersamaan dengan tatapan yang nanar sekaligus menusuk itu, suara yang sama sekali tidak ingin didengar memenuhi rungu Heiran.
“Tutup mulutmu, Joon. Atau kau akan menyesal!” ancamnya dengan segera dan tatapan tajam, memperingatkan.
Lalu beralih mengecup kening Heiran dan hendak merangkulnya. Namun, dengan segera Heiran secara sengaja menggeliat kan tubuhnya, menghindar. Menolak perlakuan tersebut, sehingga untuk pertama kalinya, Hoseok dibuat terenyak dan hanya mendapati sisi samping kepala wanitanya. Jelas sekali, apa yang terlihat pagi ini benar-benar berdampak pada sang kekasih.
Seolah tidak terjadi apa pun, Heiran terus menyesap susu kotak yang dipegangnya dengan santai, tiada menghiraukan. Memilih untuk menghindari pandang dan hanya terfokus pada aktivitas minumnya.
Hoseok dan Namjoon pun saling bertukar pandang. Lebih tepatnya, Hoseok yang dengan segara menatap ke arah Namjoon dan mendapati pria tersebut sedang berusaha menahan tawa. Seolah hanya melalui pandangan tersebut, Namjoon benar-benar menertawakan Hoseok atas sikap yang diberikan oleh Heiran. Jelas sekali, perhatiannya bertepuk sebelah tangan.
Di tengah ketegangan yang terjadi, tiba-tiba saja ponsel yang diletakkan Heiran di atas meja pun berbunyi. Dengan segera menarik atensi pria yang berada di sebelahnya dan hendak meraih benda pipih persegi panjang tersebut begitu membaca nama yang tertera di atas sana.
Akan tetapi, pergerakan Heiran jauh lebih cepat ketimbang kekasihnya. Segera menerima panggilan tersebut dan meninggalkan Hoseok sekaligus Namjoon yang tampak menikmati drama pagi hari itu.
Semakin terkekeh, begitu eksistensi Heiran dirasa telah menjauh dan menghilang di mana Namjoon sempat mengekori kepergian Heiran dengan lirikannya, pria itu pun berucap.
![](https://img.wattpad.com/cover/358240372-288-k614934.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTOUCHABLE
Mystery / ThrillerSecarik kertas bernoda darah yang ditemukan di antara beberapa benda lain yang berserakan di lantai di sebuah unit apartemen seorang wanita oleh Seong Hoseok, menuntun instingnya untuk mencari kebenaran di balik kematian seorang model sekaligus seor...