Chapter 35

5 3 7
                                    

“Akhirnya kau bangun juga. Aku sudah menyelaraskan aransemen terakhir yang telah kau tunjukan padaku. Tadinya aku menyukai bentuk awal melodi yang kita diskusikan waktu itu. Tapi, setelah berpikir ulang, kupikir mengubahnya sedikit sesuai saranmu juga tidaklah buruk. Mungkin kau mau mendengarnya sekarang?”

Suara klik dari tetikus yang digunakan Amber tanpa sadar mengusik ketenangan Yoongi dalam tidurnya. Akan tetapi anehnya, sedikit pun pria ini merasa tidak terganggu sama sekali oleh kehadiran wanita ini yang dibilang tiba-tiba.

Hanya sedikit terusik karena bunyi kecil yang berhasil membuyarkan mimpi indahnya yang tidak bisa dibilang juga demikian begitu kedua netranya menyambut kembali dunia nyata yang masih terasa sama. Menyesakkan, sampai-sampai rasanya ingin sekali melarikan diri. Hanya saja tidak bisa melakukannya.
Yoongi menghela napas samar sembari melirik ke arah arloji yang melingkar di tangan kirinya. Waktu menunjukkan pukul 17.00 dan Amber masih berada di sana. Lebih cepat dari waktu janjian yang mereka sepakati.

“Kupikir kau akan datang pukul 19.00. Di luar dugaan, ternyata kau datang lebih cepat,” ungkapnya jujur seraya bangkit dari tidurnya. Beralih menarik kursi kebesaran yang selama ini menjadi saksi kegeniusannya dalam bekerja. Termasuk beberapa musik yang berhasil ia hasilkan hingga sanggup menembus chart jajaran tertinggi dari dunia musik.

Menekan kedua sudut matanya seolah berusaha mengumpulkan kesadaran. Sedangkan Amber, kedua netranya masih terfokus pada layar monitor yang masih menampilkan aplikasi yang biasa mereka gunakan dalam mengedit musik. Lalu beralih pada Yoongi yang kini telah berada di sisinya.

“Tadinya ingin seperti itu. Tapi cuaca di luar sangat tidak mendukung. Semula aku memiliki rencana untuk bertemu teman terlebih dahulu. Namun sepertinya, seperti biasa, Tuhan ingin aku menemanimu lebih dulu.”

Yoongi berdecih. Begitu geli mendengar pernyataan Amber yang selalu to the point. Melibatkan perasaan yang bahkan hingga detik ini Yoongi sama sekali tidak menggubrisnya. Justru memaki ucapan tulus Amber yang begitu jujur.

“Dasar sinting! Berhentilah menggodaku.” Yoongi seraya beralih menyandarkan punggungnya. Benar-benar menolak ungkapan tersebut. “Kau tahu benar bagaimana diriku, bukan? Jadi jangan membuatku merasa bersalah karena tidak bisa membalasmu.”

“Yoon, apa sekali saja kau tidak bisa melihatku?” kali ini Amber memutus urat malunya. Benar-benar ingin mengetahui penilaian Yoongi terhadap dirinya.

Dengan santainya, Yoongi pun menjawab seraya memasang head phone guna menutupi kedua telinganya. “Bila hanya sebagai partner kerja, mungkin iya. Selebihnya, seorang teman. Biarkan aku mendengarkan hasilnya.”

Amber mengerucutkan bibirnya. Sangat biasa mendengar jawaban ketus Yoongi yang selalu menyebalkan. Butuh waktu kurang lebih tiga menit Yoongi mendengarkan lagunya secara keseluruhan sebelum memberikan sentuhan akhir sebagai penyempurna. Lalu kembali melanjutkan konversasi yang dimulai kembali oleh Amber.

“Tiga hari, sepertinya tiga hari ini tidak ada tanda-tanda sang pemburu yang menerormu. Apa ia mulai lelah terhadapmu dan melupakan keisengannya?”

Yoongi pun menyimpan file tersebut sebagai draf sebelum kembali terfokus pada masalah utama yang akhir-akhir memang menjadi pusat perhatiannya. Hanya pada Amber ia bisa menceritakan segalanya tanpa memberitahu yang lain. Termasuk langkah apa yang akan ia ambil begitu peneroran tersebut seolah berhenti. Entahlah, Yoongi tidak ingin terlalu cepat berspekulasi dan mengabaikannya begitu saja. Hatinya terus berdesir bila disinggung perihal tersebut.

“Entahlah. Aku juga tidak tahu. Bila dibilang hanya iseng, kau pikir dengan melempar memori yang begitu menggangguku bisa disebut sesederhana itu? Atau mungkin saja ia sedang menunggu. Namun beruntung, paling tidak sang pemburu hanya terobsesi padaku. Bukan pada Aeri yang bisa saja dimanfaatkan guna menjebakku.”

Amber refleks mengangguk setuju. Ada benarnya ucapan Yoongi yang kini begitu serius. “Pantas saja sepertinya akhir-akhir ini kau selalu meneleponnya. Bagaimana keadaannya? Tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padanya, kan?”

Yoongi mengedikkan kedua bahunya tak yakin. “Entahlah. Terkadang sedikit sulit juga menebak jalan pikiran Aeri. Maksudku, terkadang ... sulit untuk memahami perasaannya. Meski terkadang sikap manjanya membuatku bisa meyakini bahwa dia benar-benar baik-baik saja. Tapi yang aku tidak mengerti, mengapa setelah kejadian ini, aku meragukan ucapannya dalam artian baik? Aku takut, bila hal yang buruk terjadi pada Aeri. Karena bagaimana pun, aku masih bertanggung jawab penuh atas adikku. Apa wanita memang terkadang memiliki suatu rahasia?”

“Dari pada membicarakan Aeri, akhir dari ucapanmu seperti mengarah pada Vivian. Katakan Yoon, apa kau benar-benar menyesal kehilangannya?”

Tiba-tiba saja jantung Yoongi seperti berhenti berdetak. Entah apa yang harus ia jelaskan pada sahabatnya ini yang begitu mengetahui bagaimana hubungannya dengan Vivian. Bahkan terkadang tiada dipungkiri bahwasanya pernah ada rasa cemburu dari kekasihnya akan sosok Amber yang selalu berada di dekatnya. Sampai-sampai, Vivian dulu begitu meragukan ucapan Yoongi yang terkesan memang tidak menenangkan sekaligus meyakinkan.

Yoongi menggaruk pelipisnya samar. Sama sekali tidak ingin menanggapi masalah ini. Terlebih kepergian Vivian yang telah lama sekali. Sama sekali, tidak ingin terlalu menenggelamkan diri yang selalu berhasil mengingatkannya akan perih masa lalu.

“Tidak. Maksudku, aku tidak merujuk pada Vivian. Aku benar-benar hanya mengkhawatirkan adikku. Karena aku tahu benar sakitnya rasa kehilangan. Jadi aku tidak bisa membiarkan sesuatu terjadi padanya terlebih karena kesalahanku.”

Benar, Yoongi tahu benar bagaimana caranya mengasihi seseorang. Terlebih orang tersebut memiliki kedekatan yang begitu intens seperti saudara. Dan juga, Aeri dan Yoongi, bagaimanapun keduanya saudara kandung. Tidak mungkin Yoongi akan membiarkannya begitu saja bila sang pemburu sampai menyentuh adiknya.

Saat itu Amber hanya berusaha mempercayainya saja. Tidak ingin terlalu mengorek lebih jauh yang bisa menyakiti Yoongi. Terlebih bilah mengingat tahun-tahun yang menurutnya juga terasa begitu kelam. Bahkan selama itu, Amber juga turut andil akan kesembuhan Yoongi yang bisa sampai ketitik ini. Jadi, Amber sama sekali tidak ingin memaksakan apa pun dan cukup tahu diri akan tepatnya.

“Meski lima tahun telah berlalu, tapi kepergiannya masih bagai seperti mimpi. Terlebih bagaimana efek sampingnya terhadapmu. Kuharap kau tidak terlalu larut pada masa itu kembali Yoon.”

“Tapi aku masih sangat penasaran, mengapa Pemburu menginginkanku? Apa aku melakukan suatu kesalahan yang besar?”

“Jika hal itu memang begitu besar ... aku yakin ia memiliki alasan. Tapi hidupmu sangat tenang tiga hari ini. Ada baiknya kau tidak terlalu memikirkannya, meski aku juga tidak menyarankan agar kau mengabaikannya. Hanya perlu bersiap apa pun kondisinya. Namun selama itu,” Amber seraya meletakkan satu tangannya di atas punggung tangan Yoongi. Meyakinkan sang pria bahwa Yoongi tidak sendiri.

“Kau bisa mengandalkan aku Yoon. Bahkan bila kau bersedia membalasku, aku akan sangat berterima kasih.”

Yoongi tersenyum tipis. Menyingkirkan tangan Amber tanpa maksud menyinggungnya. “Aku tahu. Aku akan memberitahumu bila ada pergerakan lagi. Dan maaf, kau terlalu baik untukku. Aku lebih mendukungmu memiliki hubungan dengan orang lain. Bukan dengan pria sepertiku yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya.”

Amber menarik seulas senyum tipis. Merelakan perasaannya yang lagi-lagi tiada bersambut. Kembali Amber mengangguk. Berusaha menerima atas apa yang ia dengar. Lalu memilih berlalu meninggalkan ruangan Yoongi dan memberikan pria itu ruang sejenak tanpa mengucapkan apa pun lagi. Sedangkan Yoongi, pria tersebut mengusap wajahnya kasar. Betapa kepalanya berdenyut pening hari ini.

Dan sekali lagi, pria itu melirik ke arah loker di bawah meja miliknya. Memandangi sesuatu di balik loker yang tertutup itu seraya bergumam.

“Vi ... sampai kapan aku harus begini?”

Yoongi menarik napas dalam. Betapa hanya menariknya saja, dadanya begitu sesak. Entah bagaimana harus mendefinisikannya. Kenyataannya, otaknya serasa melambat memikirkan hal yang abu-abu masih memburunya. Sedikit pun, Yoongi tidak melihat adanya secercah cahaya untuk jalan keluar di balik kerumitan yang memilukan.



















Finally finally, bisa up...
Wkwkwkkw walaupun jam 👀👀👀
Sepertinya besok part agak panjang. Tapi
Bingung, up sekaligus ato bertahap. Wkwkwk
Yuks jangan lupa voment. Thanks dah mo mampir yag😃😃😃

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang