Chapter 47 part 1

7 2 11
                                    

Pening, di tengah rasa yang menusuk itu, ada rasa lain yang turut berbaur. Akan tetapi, aroma menusuk dari bius yang sempat terhirup jauh lebih mendominasi. Masih meninggalkan efek samping meski pengaruhnya berangsur berkurang.

Di tengah kesadarannya yang masih terbilang minim, di atas dudukan yang terasa tidak nyaman, akal pria tersebut berusaha berpikir. Menjangkau apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Dia ingat benar bagaimana dirinya kehilangan kesadaran.

Namun, berada dalam posisi duduk dengan kedua tangan dan kaki serta tubuh yang terikat, sama sekali tidak dalam prediksi.
Sepertinya, ini adalah akhir dari teror yang dia terima. Paling tidak begitulah batin Yoongi yang sadar akan apa yang selama ini mengikutinya. Berusaha mengumpulkan kesadarannya, samar-samar dalam ruang tersebut dia mendengar suara. Suara seorang wanita yang entah sedang berucap apa.

Yoongi tidak bisa mendengarnya secara jelas karena rasa pusing yang memberatkan kepalanya sama sekali belum bisa terkondisikan dengan baik. Suara itu terdengar timbul tenggelam, hilang dan muncul, hingga dia menyadari akan suara yang familier itu begitu kesadarannya berangsur pulih.

“Yoon, tidak seperti itu. Berikan padaku.”

“Tidak. Ini milikku.”

“Milikmu yang mana? Jelas-jelas kamera itu milikku. Berikan padaku!”

Perdebatan kecil itu berhasil mengingatkan Yoongi akan liburan musim panas di Jepang di mana keduanya kala itu sedang menikmati indahnya pantai di sore hari. Lalu suara itu beralih pada adegan yang lain di mana setiap suara itu menggema, ingatan Yoongi yang masih jernih terus menyimak, kapan dan di mana momen itu terjadi.

Sungguh, dalam keadaan mata tertutup seperti ini, Yoongi masih ingat segala hal yang pernah dia lalui bersama seseorang. Hingga suara rintihan sang wanita membuatnya membeliak. Meski hanya dalam pergerakan terbatas.

“Kau suka? Memohonlah padaku Vi.”

Sial! Yoongi mengumpat. Bahkan rekaman yang sifatnya pribadi dan intens tersebut tak luput. Ya, kini Yoongi begitu yakin bahwa yang sedang diputar saat ini adalah sebuah video yang merupakan jejak rekaman setiap momen yang Yoongi habiskan dengan wanitanya. Bahkan kalimat yang baru didengarnya itu, mengingatkan akan kegilaan dirinya yang berhasil menguasai wanitanya. Bahkan dengan apa yang terjadi berikutnya, bagaimana suara wanitanya mendesah dan memohon masih dimainkan secara jelas di sana.

Tak lama video tersebut berganti dengan momen yang lain di mana Yoongi ingat benar bahwa prianya begitu memprotes akan pakaian yang dinilainya tidak sesuai walaupun hal tersebut berkaitan dengan pekerjaan.

Pelan-pelan apa yang dia dengar terus menggerus batinnya yang serasa menggigil. Dengan napas yang terasa sesak, Yoongi yang merasa begitu muak dan terimpit di mana batinnya begitu dipermainkan pun geram.

“Siapa kau?! Tunjukan dirimu berengsek!” makinya dengan keras. Betapa suaranya menggema dalam ruang tersebut. Berusaha memberontak. Tanpa peduli rasa perih yang telah menekan kedua pergelangan tangannya tiap kali digerakkan.

Dari apa yang didengarnya di mana seluruh kenangan kembali berputar dalam bayang, Yoongi yakin benar telah menyimpan seluruh rekaman yang dia habiskan bersama wanitanya dengan baik. Bahkan dalam beberapa folder agar tidak seorang pun mengetahuinya. Mengingat terdapat rekaman intim yang dia ambil bersama kekasihnya. Sehingga begitu mendengarnya, batinnya yang tersiksa dengan denyut nyeri yang sejujurnya sampai detik ini tiada pernah menghilang pun membuat emosinya meluap. Menyalahkan kebodohannya di masa lalu.

Mungkin bila rekaman itu hanya sebatas momen kebahagiaan yang pernah dia lewati, Yoongi masih bisa menoleransinya. Tapi dengan adegan panas yang artinya bukan hanya dirinya yang melihat, sungguh, Yoongi ingin sekali membunuh orang ini. Betapa dengan tidak tahu dirinya seseorang yang dia yakin adalah pemburu tanpa izin seperti menelanjangi privasinya.

Akan tetapi mau dia memekik dan memancing seperti apa pun agar sosok ini hadir justru yang dia dapatkan tidak ada tanggapan. Hanya suara desahan dan rintihan yang detik berikutnya seolah menjawab Yoongi. Seketika itu Yoongi terdiam di tempat membisu. Berharap apa yang dia dengar salah. Tetap menajamkan rungunya memastikan.

Berpikir mungkin itu adalah adegan yang lain di antara rekaman intim miliknya yang tersimpan. Namun, semakin didengar cukup lama, tampaknya agak berbeda. Bagaimana wanita itu terus meloloskan desahannya dan terdengar dengan suara geraman yang lain, jelas sekali bahwa orang di dalam sana selain dirinya sedang melakukannya. Hal yang tanpa perlu Yoongi lihat, hanya dengan mendengarnya saja, bayangan dengan media suara itu seolah memvisualkannya dalam kepala. Tahu benar apa yang terjadi.

Bahkan sang wanita semakin lama semakin terdengar begitu memohon agar dirinya segera meraih apa yang dia cari. Rintihan yang berbaur dalam deru napas yang memburu, keduanya tampak hanyut dalam aktivitas yang memabukkan itu.

Yoongi mengepalkan tangan. Apa yang dia dengar begitu menjijikkan di dalam rungu. Hingga pergulatan yang hampir mencapai klimaks tak kuasa membuat sang wanita berdesis. Sengaja memperjelas suaranya.

“Emph. Kupikir aku ... argh.”

Desahan yang lolos dalam rasa kepuasan itu menjadi jeda sekaligus akhir dari keduanya. Paling tidak, pada akhirnya Yoongi hanya bisa terdiam pada posisinya pasrah. Meski keringat dingin turut bergulir turun di balik punggungnya.

Selang satu menit, suara sepatu berhak tinggi yang mengetuk keramik ruangan selama beberapa kali perlahan terdengar jelas. Menghapus jarak dan mendekat. Lalu, suara bangku kayu yang ditarik pun turut melebur dengan suara deru napasnya yang masih belum teratur.

Jelas, setelah mengakhiri aktivitas yang mengundang ketegangan dan hawa panas tersebut, bukannya menjauh, wanita ini justru mendekat. Tentu, Yoongi bisa menebak bahwa yang mendekatinya adalah seorang wanita. Tercium aroma mawar dan juga melon yang terasa manis. Menekankan jiwa feminin dalam diri seseorang. Tidak, sebenarnya tidak hanya melalui aroma parfum, Yoongi bahkan bisa membedakan suara langkah kaki seseorang hanya melalui sepatu yang dikenakan. Dan suara yang terdengar barusan, begitu tipis dan mirip dihasilkan oleh sepatu wanita.

Hening. Hanya suara derit kursi yang ditarik menyela. Saat itu Yoongi menyeringai. Sepertinya dia terlalu percaya diri bahwa yang memburunya adalah seorang pria. Ternyata pikiran gampangnya salah. Justru Yoongi berakhir dengan kondisi seperti ini di tangan seorang wanita.

Makhluk yang Yoongi yakin sosoknya begitu lemah dan tidak terlalu memiliki daya. Tapi, dia tahu, ada berbagai macam karakter wanita di dunia ini. Dan hanya sebagian yang memiliki sisi yang lebih mengandalkan logika dari pada perasaan. Dengan menertawakan dirinya sendiri sekaligus merendahkan sosok di sampingnya, Yoongi pun berkata sinis. Memalingkan wajahnya yang masih dengan kedua mata yang tertutup sehelai kain tepat pada sosok itu.

“Ternyata seorang wanita. Jadi kau sasaeng yang selama ini mengikutiku?!”

Suara kekehan kecil menyunggingkan senyum miring menjadi hal pertama yang Yoongi dengar. Meski ada rentan waktu di mana wanita tersebut berusaha menstabilkan jalur pernapasannya. Begitu merasa rileks, wanita itu pun menanggapi hinaan Yoongi dengan santai. Justru mengembangkan senyumnya meski tahu, Yoongi tak akan melihat senyum jahat penuh kepuasan itu. Memandang buruannya dengan menyedihkan.

“Dari pada dibilang mengikuti, bukankah lebih tepat kau menyebutnya dengan partner? Katakan Yoon, terlepas dari apa yang kau rasakan sekarang, apa hal ini pernah terbayang dalam pikiranmu? Sikap dingin dan angkuhmu, ternyata diam-diam merangkak dan dapat mengubah seseorang. Aku hanya meniru apa yang kau lakukan pada kekasihmu. Ternyata, kekasihmu begitu beruntung, ya. Dapat merasakan bagaimana dirimu yang dingin dan begitu panas saat bercinta. Kau ... benar-benar mentor terbaik Yoon. Sangat baik, sampai-sampai aku ingin melihat, bagaimana aku bisa menguliti dirimu.”

Dalam konversasi yang singkat itu, Yoongi semakin menajamkan rungunya. Memilah beberapa suara di dalam ingatannya yang pernah dia dengar. Begitu mengenali siapa seseorang yang berhasil membatasi ruang geraknya, Yoongi menampilkan smirk-nya sinis. Sungguh, sama sekali tidak menyangka.

“Ternyata musuh dalam selimut jauh lebih mengerikan ya, Am?” tukasnya angkuh walau dalam keadaan seperti itu. “Apa sebegitu terobsesinya dirimu padaku sampai-sampai kau seperti ini? Dasar gila!”

Wanita itu mengerlingkan netranya muak. Berdecap sinis. Seolah ingin memberikan kesempatan untuk yang lain.

“Dari pada dirinya, bukankah mampu membunuh seseorang jauh bisa disebut lebih gila, Heo-Yoongi?”

Kali ini suara sensual seorang wanita tergantikan dengan suara berat khas seorang pria. Seketika itu Yoongi terdiam. Sontak sedikit memalingkan kepalanya ke arah sumber suara yang berada di sisi yang lain. Bukan hanya satu, tetapi dua. Bahkan untuk memberikan intimidasi di sana, pria tersebut sengaja mengeja dan menekankan nama Yoongi satu per satu. Seolah ada dendam terselubung yang dia sendiri tidak begitu paham.

Mungkin Yoongi akan mengerti bila hal ini wanita tersebut yang memiliki alasan untuk merundungnya atas rasa tidak terima dan ketidakadilan. Namun, mencakup sang pria, tentu Yoongi bertanya-tanya. Mengapa pria ini bersedia membantu sosok yang bisa disebut rekannya ini?

Dalam hati, Yoongi menduga rasional. Menghubungkan setiap kemungkinan yang ada hingga menjadi alasan yang masuk akal. Membentuk alasan bagi seseorang yang pada akhirnya mendorong hingga kabut kebencian itu menjadi sebuah tindakan.

Ya, tentu sangat masuk akal. Untuk membekap dan menangkap seseorang, tentu seorang wanita tidak akan mampu melakukannya dengan kedua tangannya sendiri. Membutuhkan bantuan orang lain untuk memuluskan setiap rencananya merupakan suatu pilihan yang bijak. Paling tidak hanya terkhusus dalam konteks tersebut. Kebijakan yang berlaku untuk tujuannya sendiri.

Cih! Sial! Kali ini, otak kecil Yoongi serasa kehilangan ketajaman berpikirnya. Betapa dia terlambat menyadari rencana jahat yang justru dilakukan oleh orang terdekat. Walaupun tentu tidak menutup kemungkinan.

Yoongi menghela napas kasar. Sepertinya tiada berguna menyesalinya sekarang. Tak lama, sebuah pergerakan kecil membuat Yoongi merasa sedikit menemukan kesempatan. Begitu kain yang menutupi kedua matanya terbuka sempurna, Yoongi memanfaatkan hal tersebut.

Butuh waktu beberapa detik bagi Yoongi untuk menyesuaikan penglihatannya yang semula buram hingga beringsut jelas. Begitu dia merasa terbiasa, barulah sosok yang sedari tadi dia dengar suaranya terlihat wujudnya.

Di mana kala itu sang wanita tampak bergelayut manja di belakang sang pria dengan menumpukan kepalanya di sana. Menunggu reaksi Yoongi yang seketika itu menegakkan kepalanya. Sama sekali tidak memperhitungkan akan visual yang kini tertangkap penuh oleh kedua netranya yang jelas.

Kembali teringat akan pertanyaan pria yang sedang duduk di hadapannya di mana kursi yang dia duduki sengaja diatur dalam posisi terbalik. Menjadikan sandara kursi tersebut sebagai penopang kedua tangannya. Masih mengamati Yoongi dari tempatnya.

Karena begitu enggan menanggapi, pria itu menimpali. “Aku benar ‘kan, Heo Yoongi.”

Kala itu, mata elang Yoongi hanya menelisik. Menyadari sesuatu yang melingkar di pergelangan tangan pria tersebut. Dengan sifat tenangnya, akan tetapi turut menguarkan aura tanpa rasa takut di sana, konversasi penuh ketegangan tersebut terus berlanjut. Hingga Yoongi, mau tak mau akhirnya membuka mulutnya.

“Membunuh seseorang atau tidak, apa itu ada kaitannya denganmu? Ya ... kecuali kau memang memiliki obsesi di sana.”
Bukannya pria yang sedang digelayuti oleh sosok yang dia yang menjawab. Tapi justru rekannya yang merasa begitu geli mendengar ucapan Yoonhi. Padahal sama sekali tidak ada hal yang patut untuk ditertawakan.

Wanita itu pun menyibakkan surai panjangnya, merapikan ke sisi samping. Sedikit berbagi tempat duduk dengan pasangan one night stand-nya.

“Kau tahu benar Yoon. Berusaha sendiri itu melelahkan. Terlebih kau merasa dirimu merupakan satu-satunya yang sempurna dan patut untuk diraih. Jadi jangan salahkan aku jika kau sekarang berada,” wanita itu seraya melirik Yoongi dengan teliti. Dengan senyum sinis melanjutkan. “Dalam situasi yang menyedihkan seperti ini. Tapi, sudahlah. Berkat kau, aku mendapatkan kenikmatan dengan pencapaian usaha yang sama. Tidak harus pria sepertimu. Pria ini, cukup menarik dan hebat dalam membuatku mendesah. Nah,” wanita itu beralih pada prianya.

Lalu memberikan kecupan sekilas di pipi. Sebelum dia kembali merapikan kemeja putihnya yang sudah berantakan dan sedikit mengekspos bahunya yang mulus. Terlebih kulitnya yang terasa lengket. Tidak ingin terlalu lama berada di sana. Bahkan urusannya sudah selesai. Dia telah mendapatkan apa yang dia mau. Seraya beranjak berdiri dan berkata.

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang