Extra Chapter 11

18 5 7
                                    

Perdebatan yang tidak mengenakan memang mempengaruhi suasana. Namun, dari bagaimana kali ini Hoseok menepati janji, paling tidak kemarahan Amber sedikit mereda. Sabtu pagi Hoseok benar-benar meluangkan waktunya untuk Aesira.

Ketiganya pun berjalan-jalan tepat di sebuah taman di Kota London. Semenjak keputusan Hoseok yang memilih untuk berhenti menjadi model dan membangun perusahaan sendiri, lalu kota Paris yang memberikan pelajaran sekaligus pesakitan yang tak kalah pelik, hanya untuk melegakan hatinya yang masih begitu merindukan sosok yang telah tiada tersebut, dia pun memilih London sebagai tujuan. Hanya untuk menguatkan batinnya bahwa baginya sampai kapan pun Heiran akan terus hidup. Meski segalanya terlampau sulit.

Di tengah keramaian yang tidak terlalu menyesakkan itu, ketiganya pun berjalan beriringan. Senyum ceria tiada surut dari wajah Aesira yang begitu senang pagi hari itu. Hingga dering ponsel menarik perhatian Hoseok dan mau tak mau meminta waktu untuk memisahkan diri. Meski karena hal tersebut Amber sampai menarik napas panjang. Namun, kembali terfokus pada buah hatinya.

Sekitar lima menit, Hoseok memenuhi panggilan tersebut. Begitu panggilan berakhir dan masalah pekerjaan selesai, pria itu pun mengedarkan pandang. Mencari istri dan putrinya dari tempat terakhir kali. Memindai di antara ratusan orang pengunjung yang berada di sana.

Desir angin yang berembus mengibaskan surai Hoseok di tengah langkah kecilnya. Sampai-sampai tanpa sadar netranya mendapati bayangan halusinasi yang kerap kali masuk ke dalam mimpinya.

Hari itu atmosfer terasa hangat. Netra gelapnya hanya terpatri pada bayangan punggung seseorang. Surai bergelombang berwarna pirang dengan high light berwarna cokelat seketika menarik perhatian. Tanpa sadar membuat Hoseok mempercepat langkah mengulurkan tangan. Jantungnya pun berdebar diiringi hatinya yang berdesir. Di antara keyakinan dan juga keraguan, refleks pergerakannya pun membuat sosok di depannya berpaling.

Dan benar, sontak kedua netra Hoseok terbelalak. Bahkan ketika netra keduanya saling bertumbuk. Waktu seolah berhenti bergulir di mana kali ini pandnagannya terlampau asing. Tanpa sadar, bibir tipis Hoseok merapal satu nama.

“Heiran-ie.”

Sontak sosok yang dipanggil namanya itu menelengkan kepala. Begitu bingung akan sikap sosok tersebut. Namun, bukan Heiran yang berusaha menanggapi, akan tetapi sosok di sebelahnya. Dengan segera menyeret Hoseok meski tahu kedua netra sosok tersebut tiada teralih.

Tanpa sadar, Hoseok pun menampik. Kenal benar akan siapa yang menghentikannya kali ini.

“Kau! Kau mau apa, hm?!”

Dengan menjadikan punggungnya sebagai perisai, sosok itu memunggungi Heiran. Tahu benar bahwa sedetik pun Hoseok dengan deru napasnya tiada berpaling. Hingga Hoseok dengan segala emosinya pun menimpali.

“Kalian menipuku? Kalian katakan padaku bahwa Heiran telah meninggal. Bahkan sampai pemakaman hari itu! Kenyataannya,”

Hoseok yang kelewat kacau dengan pemikirannya pun kehilangan kata-katanya. Sampai sosok itu pun menandas. “Ya, dia hidup. Tapi bukan Heiran milikmu!”

“Vin!” Hoseok meraih kedua kerah Vincente. Namun, sorot mata Vincente masih kelewat tajam. Meski Hoseok juga kelewat nanar menatap pria tersebut. Dan dengan tenang, Vincent menjawab.

“Bisa biarkan Heiran sekarang? Akibat benturan dari kecelakaan itu, Heiran kehilangan ingatannya. Biarkan dia tertidur seperti itu, Hobie. Aku tahu kau mencintainya. Tapi jauh lebih menyakitkan bila dirinya menyadarimu sekarang. Paling tidak, apa yang kau lihat sedikit melegakan hatimu bahwa Heiran masih hidup. Tapi, berhentilah untuk melukainya. Dia menderita terlalu banyak. Lagi pula ... dia milikku. Jadi jauhi dia.”

Hoseok berusaha mencerna pernyataan Vincente yang terdengar seperti peringatan. Sampai dirinya melihat bagaimana kondisi Heiran saat itu. Masih memperhatikan, Heiran yang terlihat mengusap perutnya pun membuat Hoseok terdiam. Di mana Vincente dengan senyum penuh kemenangan menimpali. Mengartikan apa yang Hoseok pandangi.

“Dua bulan lagi kami akan memiliki buah hati sama sepertimu. Jadi berhentilah Hobie. Aku tidak ingin kehadiranmu mengingatkannya padamu.”

Tanpa menatap Vincente, Hoseok dengan senyum hambar pun meminta. “Bisa aku menyapanya? Setelahnya dia benar-benar milikmu Vin.”

Vincente hanya terdiam sampai langkah Hoseok membuatnya mendesis sebal. Keras kepala, ya, satu kata itu jauh lebih cocok disematkan pada pria bermarga Seong itu. Akhirnya Vincente hanya mengekori Hoseok berjalan pelan tepat di belakangnya.
Sampai Heiran pun bertanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang