Chapter 34

12 3 8
                                    

Warning 🔞🔞🔞🔞

Heiran tidak habis pikir, akan perubahan suasana hati seorang Hoseok. Terlebih dari bagaimana kekasihnya yang kali ini jauh lebih posesif dari pada sebelumnya. Seolah sedikit pun tiada membiarkan Heiran menghilang sedetik saja dari kedua netranya.

Entah harus merasa senang karena Hoseok sangat menyayanginya sampai berbuat seperti demikian atau juga merasa kesal di waktu bersamaan karena Heiran tidak memiliki waktu pribadinya sendiri, apa pun itu Heiran sangat menyukai sikap kekasihnya ini yang kini berhasil melelehkan hatinya.
Terlebih saat hendak berangkat dan pulang bekerja, pada dua waktu itu, Hoseok tiada absen mengantarkan Heiran hari ini. Benar-benar sosok Hoseok yang sibuk yang mengantarnya.

Padahal baru kemarin bertemu dan malam ini keduanya kembali bersama. Hanya memikirkannya saja, sengatan hangat tak kasat mata perlahan turun melewati rongga dadanya. Lalu menstimulasi kupu-kupu di dalam perutnya turut beterbangan. Menyambut euforia yang begitu Heiran sukai.

Tak lupa bisikan lembut di pagi hari di mana pagi tadi Heiran terperanjat kaget mendapati Hoseok berada di sampingnya begitu kedua netra kecokelatannya terbuka sempurna di tengah rasa kantuk yang masih melesak. Sepertinya Heiran ingat benar Hoseok meminta izin untuk pulang dari huniannya. Namun, begitu pagi tiba, Heiran secara nyata mendapati prianya tidur di sebelahnya. Hal yang pertama kali baru Heiran alami dan berhasil memberikan ketenangan di sana.

“Aku hanya ingin dirimu dipenuhi dengan diriku. Tidak ada Vincente atau pria mana pun.”

Mengingatnya saja Heiran kembali bersemu, meremang, merasakan kembali gelenyar hangat yang menembus perutnya. Sehingga refleks, Heiran yang kala itu duduk dengan tenang di dalam mobil tepat di sisi bangku kemudi akhirnya mengalihkan pandangan. Berusaha menghalau atmosfer yang tiba-tiba saja membuat kedua pipinya memanas. Seraya meremas kedua jari jemarinya gugup. Mencari pengalihan dengan mengamati gedung bertingkat bak berjalan melewati mobil tersebut yang melaju.

“Sial!” rutuknya dalam hati berusaha menahan diri dengan nada lirih. Bisa-bisanya dalam situasi seperti ini Heiran memikirkan momen tadi pagi.

Heiran menggigit bibir bawahnya guna mencari ketenangan. Namun, di antara perasaan gugup dan senang tersebut, sebuah genggaman tangan yang menangkup sempurna kedua tangannya secara penuh pun mengagetkan Heiran. Sehingga refleks Heiran pun berpaling menyusuri genggaman tangan tersebut hingga kedua bola matanya mendapati sosok yang berada tepat di sampingnya.

Di mana suara berat itu berhasil menarik atensi Heiran dan membuyarkan lamunannya beberapa waktu lalu.

“Kau mengkhawatirkan sesuatu? Kenapa kau begitu tegang?”

“Apa Oppa begitu cemburu akan kehadiran Vincente?”

Tanpa bisa ditahan, Heiran dengan pertanyaan polosnya pun refleks melontarkan perkataan tak terduga. Membuat Hoseok diam sejenak, sebelum seulas senyum muncul di mana fokusnya masih tetap lurus. Terpaku pada jalanan beraspal yang mobilnya masih melaju sempurna dan tanpa sedikit pun melepaskan genggamannya pada Heiran.

Aneh, Hoseok justru merasa dihakimi oleh seorang anak kecil padahal wanita di sampingnya adalah kekasihnya sendiri.

“Sebenarnya ... aku begitu penasaran, di mana kau mengenal Vincente mengingat profesimu hanya seorang barista di sebuah kafe. Tapi, mendengar dirinya yang selalu mengaku sahabatmu ... aku merasa ... bagaimana caranya melihatmu seolah berbanding terbalik dengan ucapannya. Dan aku, tidak ingin kau memasukkan pria lain dalam hubungan kita meski dalihnya seorang sahabat. Jadi lebih baik kau menghabiskan waktumu bersamaku atau Viona. Dengan begitu aku masih berpikiran baik tentangmu.”

Usapan kecil dari prianya membuat Heiran kembali menghangat. Walaupun dirinya tidak menemukan kata cemburu secara gamblang. Namun, dari pernyataan tersebut, Heiran bisa menyimpulkan. Bahwa Hoseok memang tidak menginginkan Heiran untuk berdekatan dengan pria lain.

Saat itu, Heiran yang tersipu pun tertawa kecil. Membalas usapan kekasihnya hingga suara Hoseok kembali terdengar.

“Aku serius Heiran-ie. Jadi jangan pernah mencobanya.”

Meski dalam mengucapkannya, Hoseok sendiri merasa bimbang. Apa yang baru saja ia ucapkan? Sekilas, bayangan atas ucapan Vincente yang begitu memprovokasi membuatnya terbakar. Namun, begitu dirinya beralih, pikirannya terasa penuh akan sosok Vivian.

Sebenarnya, begitu Hoseok meninggalkan apartemen Heiran, pria tersebut menghabiskan beberapa jamnya di sebuah hunian yang sewanya masih terus dibayar. Walau tiada dihuni serta membiarkan hunian tersebut tetap dalam posisinya. Hanya untuk mengenang agar kenangan tersebut tidak hilang, sepertinya Hoseok sama sekali belum bisa melepaskan eksistensi wanita tersebut dalam dirinya.

Meski sepertinya, waktu seolah ingin membuka setiap pintu kebenaran yang semakin memukul perasaan Hoseok. Satu per satu fakta seolah ingin menampakkan diri yang kenyataannya, sekali pun di dalamnya tiada nilai seorang Hoseok dalam hidup Vivian. Sehingga untuk meredamnya, Hoseok hanya menunjukkan ekspresi datarnya. Berusaha tidak memikirkan apa yang telah ia temukan.

Lalu untuk mencairkan suasana, Heiran pun menimpali. Segera beralih topik agar suasana tersebut tetap berjalan baik.

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang