Chapter 50

9 2 22
                                    

Dengan kedua tangan terlipat, pria bersurai hitam dengan piercing di salah satu sudut alis dan juga bibir bawahnya, dalam balutan kaos putih yang dipadukan dengan jaket kulit milik salah satu Brand ternama, tiada hentinya memandangi seorang wanita yang duduk tepat di depannya dengan ekspresi serius.

Duduk bersantai seraya menyilangkan kedua kakinya di sebuah kafe yang hanya dikunjungi oleh kalangan para model di mana dari atas sana pemandangan kota dengan dinding bangunan klasiknya yang begitu terkenal sekaligus peradabannya yang maju terlihat dalam satu jangkauan mata. Tidak hanya itu, ikon bangunan berwujud menara yang melambangkan ciri khas negara tersebut sekaligus mendapatkan julukan sebagai kota mode pun tampak menjulang di antara jalanan kota yang padat dan terlihat sibuk. Meski telah mengunjungi negara tersebut beberapa kali, tetap saja, baginya Menara Eiffel begitu menarik untuk dipandang. Apa lagi menghabiskan waktu di taman sekitarnya, memberikan kedamaian tersendiri bagi penikmatnya.

Akan tetapi, visual yang berada di depannya kali ini jauh menarik perhatian. Betapa wanita tersebut tampak berkonsentrasi pada setiap gambar di mana sosok ini berusaha membuat detail gaun yang dirancangnya.

Walau masih dalam bentuk sketsa, tapi bagaimana wanita ini tampak berusaha memadukan motif setiap guratan yang digambarnya dengan memberikan pola tertentu yang dirasa pas, pria tersebut tiada berhenti menjatuhkan atensi dengan kekagumannya. Memuji dalam hati mengenai sosok ini yang menurutnya sangat berbakat. Benar-benar tidak bisa disebut sebagai seorang pemula yang baru saja belajar kemarin sore yang butuh waktu lama untuk belajar.

Bagaimana tidak, dari bagaimana caranya wanita ini berdiskusi dengan pria tersebut,  saat membicarakan mengenai benang apa yang dipakai, warna, motif, pola dan payet apa yang mungkin cocok serta layak untuk diperhitungkan, wanita bersurai panjang kecokelatan dan sedikit bergelombang itu bahkan bisa menggambarkan imajinasinya secara jelas. Bukan hanya sebatas gambar, tapi sosok ini begitu niat memvisualkan rancangannya.

Sehingga pria ini yang memang notabenenya adalah seorang model pun mengerti, bagaimana nantinya gambaran sketsa tersebut akan terwujud mengikuti tema dan arahan dari sang mentor dalam bentuk pakaian yang indah. Seorang desainer pemilik sebuah Brand ternama yang bersedia memberikan kesempatan pada wanita ini.

Tanpa ada niatan ingin mengganggu, pria ini menyela kembali.

“Noona, bersantailah sedikit. Kau bisa mengerjakannya lagi nanti di galeri. Aku yakin, tidak akan ada yang memarahimu bila penjelasan yang kau berikan padaku bisa kau sampaikan kembali secara mendetail pada Madam Zefrina. Mengingat, kau juga tidak pernah gagal sebelumnya.”

Saat itu, wanita yang masih terus memegang pensilnya tersebut tersenyum. Begitu tersentuh dengan ucapan pria di depannya. Menggarisbawahi sesuatu selain kekagumannya mengenai dirinya saat ini.

“Noona?” Ucapnya mengawali. “Sejak kapan kau mengetahui istilah itu, hm?”

Kali ini netra kecokelatan milik sang wanita mendapati langsung eksistensi lawan bicaranya dalam satu garis lurus. Meski hanya sebuah senyuman yang menampilkan gigi kelinci milik pria tersebut yang terlihat begitu manis.

Pria yang usianya hanya terpaut satu tahun di bawah wanita ini pun dengan segera menginformasi. Begitu senang, sang wanita menyadarinya.

“Bukankah, bila di negaramu, bila usiaku berada di bawahmu, maka aku harus memanggilmu, Noona? Ya, walaupun sebenarnya, kita berasal dari negara dan kota yang sama, London. Tapi, tetap saja, latar belakang dari ibu tidak boleh dilupakan, bukan? Apa aku benar, Heiran Noona?” sengaja pria itu memberikan penekanan. Turut ingin memastikan, apakah pelafalannya juga benar.

Saat itu Heiran menggelengkan kepalanya. Kembali memberikan goresan-goresan tipis pada sketsa rancangannya. Tidak terlalu serius menanggapi ucapan pria tersebut.

“Kau cerewet sekali Jeck. Aku harus berusaha keras untuk ini. Tidak ingin bersantai hanya karena aku memiliki previlage yang diberikan seseorang padaku. Tentu, aku juga harus bisa menunjukkan kualitasku yang bukan hanya dari sekadar lisan, tetapi juga benar-benar menunjukkan kemampuanku. Lagi pula, aku juga tidak ingin mengecewakan orang yang memperkenalkanku pada Madam Zafrina hanya karena dia mengenalnya dan berteman baik. Walaupun, hubungan kerja yang dibangun lebih mirip seperti bentuk persaudaraan. Tapi tetap, bukan? Aku tidak bisa menyepelekannya begitu saja. Ada harga yang harus dibayar untuk itu.”

“Dari cara bicaramu yang begitu khawatir dengan nama baik seseorang yang telah mendorong dan membantumu sampai titik ini, bukankah Noona seperti menghindari sesuatu? Tentang ....”

“Jeck. Kumohon, bisakah kita tidak membahas ini? Hanya aku yang memiliki alasan untuk ini. Dan kau, hanya secara tidak sengaja terlibat dalam hal yang tidak terduga itu.”

Heiran menyela sebelum Jecky merusak suasana hatinya yang begitu ingin segera menyelesaikan desain rancangannya. Sama sekali tidak ingin mengingat apa pun meski dirinya dan Jecky bertemu dalam suatu insiden yang ironi. Dan beruntung, paling tidak setelah kecelakaan malam itu, Heiran masih bernapas dan duduk dengan menggenggam erat impiannya itu. Hal yang telah lama Heiran tinggalkan untuk beberapa saat.

Dan bagi Jecky sendiri, meski tidak mengatakannya pada Heiran, dirinya juga amat sangat menyesal karena kejadian malam itu. Jika saja hujan deras yang menciptakan tirai tebal berwarna putih pada kaca mobilnya tidak mengaburkan pandangannya pada jalanan, mungkin Jecky tidak pernah melukai Heiran.

Meski tetap saja, dia merasa bersalah karena tidak berhati-hati dalam melajukan mobilnya. Sejak saat itu, hubungan keduanya menjadi begitu dekat. Walau sejujurnya, Jecky tidak ingin menjalin hubungan dengan seseorang dalam pertemuan yang begitu nahas. Sampai-sampai, ada hal lain yang masih begitu menyesakkan yang dia yakin sama sekali tidak termaafkan sampai kapan pun. Sehingga dengan berlandaskan rasa tanggung jawab, sebisa mungkin Jecky selalu berada di sisi Heiran. Dalam situasi apa pun termasuk dalam melewati hari.

Saat itu, Jecky tersenyum kecil. Pandangannya tertunduk dan menimpali.

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang