Chapter 30

7 3 7
                                    

Di bawah derasnya guyuran air hujan, sebuah mobil turut melintas berbaur dalam kepadatan aktivitas sepulang bekerja. Kedua netranya yang tajam tiada hentinya mengerling. Membiarkan mobilnya berhenti sejenak di balik warna lampu lalu lintas yang sedang berwarna merah.

Walau genggaman eratnya pada setir kemudi tak sanggup menutupi apa pun yang dirasa, akan tetapi pikiran sempitnya berusaha melupakan apa pun yang terlihat di depan matanya. Berusaha memahami sekaligus menyangkal hal yang dianggapnya kecil dan dirasa tidak perlu untuk dipikirkan yang hanya akan berakhir menjadi beban.

Aneh. Sungguh aneh pria tersebut berusaha memahami suasana hatinya yang terombang-ambing tak menentu. Hanya ada kemarahan yang terus meluap dan berusaha melahap seluruh tubuhnya. Bak kobaran api yang berusaha melalap apa pun yang berada di sekitarnya.

Di dalam keheningan yang menyelimuti di mana hanya suara deru mobil yang terdengar, satu pukulan keras ditujukan pada kemudi pun menyela. Diiringi ungkapan makian dan juga deru napas yang naik turut.

“Sial!” rutuknya beberapa kali dengan mengulang gerakan yang sama. Melampiaskan seluruh kemarahannya pada kemudi di depannya.

“Berengsek! Beraninya dia!”

Bayangan bagaimana atas apa yang terlihat terus menyusup sekaligus menggerus jiwa berusaha mengambil tempat. Deru napas kasar semakin terdengar dominan atas efek luapan emosinya. Benar-benar tidak masuk diakal. Tapi itulah yang terjadi.

Bingung, bahkan sebagai pria, dirinya sendiri begitu bimbang akan arti perasaannya. Apa artinya ini? Cintakah? Obsesikah? Bahkan apa yang ia lakukan selama ini seolah hanya menjadi bagian dari trauma yang tidak disadari. Menjadikan para wanita sebagai pelampiasan hasratnya atas ketidakmampuannya memiliki seseorang.

Tidak! Bukan seperti itu! Hidup hanya perlu dinikmati dan bersenang-senang! Benar hanya begitu. Mereka hanya sebagai hiburan.

Hati kecilnya seolah turut berbicara. Tidak membiarkan pikiran rasionalnya justru datang menghakimi bila pria tersebut sedang seperti ini.

“Ternyata wanita sama saja!” ucapnya seraya menyandarkan punggung dan memalingkan wajahnya. Melihat bulir air hujan yang menempel pada dinding kaca mobil dan perlahan turun. Terdiam, hingga helaan napas kasar terdengar bersamaan dengan satu usapan pada wajahnya.

Lalu melanjutkan apa yang ia rasakan. “Benar. Ternyata semua wanita sama saja!”

Mobil pun kembali melaju, begitu warna pada lampu lalu lintas berubah warna. Melanjutkan perjalanan menuju tempat yang sedari tadi berada di dalam kepalanya.

***

Di sisi lain, seorang pria dalam balutan kaos putih polos yang dipadu dengan jaket baseball berwarna hitam putihnya pun tampak berdiri di atas alas berplester area parkir dengan bergidik ngeri. Seraya menyembunyikan kedua tangannya ke dalam saku jaket, mengawasi.

Dalam diamnya, pria tersebut menelusuri pemandangan yang berada tepat di depan kedua netranya dalam jarak satu meter, menelisik. Kali ini bukan serangan yang mengakibatkan kaca mobilnya kembali pecah seperti beberapa waktu lalu. Melainkan beberapa goresan pisau pada badan mobil sehingga menciptakan lecet dengan tusukan dalam yang menimbulkan rusaknya cat sekaligus disertai coretan berwarna kuning yang berisi ancaman.

“You will die, soon!”

Tetapi tidak hanya sebatas itu, pria berkulit putih pucat bak susu itu pun melangkahkan kakinya, mendekat. Ingin melihat lebih dekat dan memastikan kondisi mobilnya yang sudah baret parah. Namun, kedua netranya pun memicing berusaha menajamkan penglihatannya. Kali ini, bukan hanya ancaman dengan kerusakan. Akan tetapi ada satu benda kecil yang sengaja diletakkan di sana dengan diberi perekat agar tidak bergeser dan terjatuh.

Tanpa pikir panjang, pria itu mengulurkan tangan dan berusaha meraih benda tersebut. Di mana benda yang ditemukan kali ini begitu mungil yang tak lain dan tak bukan adalah sebuah flashdisk.

“Kali ini apa lagi, hm?”

Deru napas yang turut membuat hatinya berdesir pun terdengar dalam rungunya sendiri. Pria itu bergumam seraya memainkan benda kecil tadi yang kali ini berada dalam genggamannya. Memutarnya sekilas seolah meraba.

Rasa penasaran pun bergelayut ingin segera membuka apa yang tersimpan di dalam sana. Namun, sebelum itu, ia pun beralih pada sisi kanan mobilnya. Lalu membuka pintu dan mengambil sebuah kamera kecil yang sengaja diselipkan di sana. Begitu rapi dalam penempatannya sehingga ia yakin, seseorang yang meneror mobilnya tidak menyadari akan keberadaan kamera kecil pengintai yang sengaja pemilik pasang.

Sebelum pada akhirnya, pria tersebut pun memutuskan untuk kembali ke ruang studionya yang bisa dibilang rumah kedua baginya.





















😘😘😘😘😘
Huaaaaa good morning.
Kira-kira siapa yang neror kamu Yoon.
Wkwkwkwkkw

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang