Chapter 26

11 3 9
                                    

“Aku juga baru tahu. Ternyata, ada kejadian yang seperti itu.”
Pria pemilik kelopak mata yang nyaris menyerupai bulan sabit di kala tersenyum itu pun masih mengawasi lawan bicaranya yang sedang terduduk dengan semburat wajah serius di ruang tamu apartemen miliknya.

Suara tipis yang berasal dari lembaran kertas yang di balik secara satu per satu terdengar menyusup di tengah ketegangan yang begitu serius. Terlebih dari bagaimana sosok tersebut menyorot dengan tajam apa yang berada dalam genggamannya, manik mata berwarna gelap itu tak kuasa membaca begitu teliti atas apa yang tercetak di atas sana. Sungguh, begitu mengetahuinya, pria tersebut sama sekali tidak sanggup berkata apa pun.

Terlampau tenggelam dalam perasaannya sendiri yang kembali menguarkan amarah tipis yang sanggup membuat isi kepalanya mendidih. Namun, di waktu bersamaan, pria tersebut hanya menahannya di dalam sana dan tetap bersikap setenang mungkin.

Meski genggaman eratnya yang begitu kuat pada lembaran dokumen tersebut terlihat begitu kentara dan menarik perhatian sang pemilik rumah. Lalu, kedua garis rahangnya yang semula biasa dan perlahan menjadi menegas seiring atas apa yang dibacanya, sama sekali tidak mampu menutupi penilaian Jimin atas apa yang tertangkap oleh kedua netranya.

Senyum miring nan getir terlihat sekilas di salah satu sudut bibir pria bersurai kecokelatan tersebut. Terkekeh miris, sebelum pada akhirnya sosok ini memilih meletakkan lembaran dokumen yang tak terlalu tebal baginya itu kembali di atas meja. Lalu, tak lama berselang, tatapan sendu dengan rasa kecewa tergambar jelas di sana.

“Begitu ya? Jadi memang ada yang seperti itu. Kesibukanku selama ini bahkan berhasil membuatku melewatkan kabar yang hanya dimuat selama beberapa jam itu. Dan begitu mengetahuinya ....” Pria itu dengan geram bangkit berdiri. “Damn! Mengapa begini?!” tanyanya seraya mengumpat yang entah ia tujukan untuk siapa. Menyugar surainya begitu frustrasi dengan mata terpejam. Namun, cukup didengar oleh Jimin. Yang pria ini tahu, malam ini ia begitu kesal atas apa yang telah terjadi.

“Awalnya aku juga terkejut begitu mengetahuinya dari seorang informan yang begitu ahli akan bidang ini. Mencari kotak informasi yang telah lama dihapus dan mungkin juga beberapa di antaranya berusaha untuk dilenyapkan. Namun, tetap saja, hal ini sungguh-sungguh ....” Jimin bahkan tidak bisa berkata-kata.

Menggantungkan ucapannya yang memang, dirinya sendiri juga masih merasa bingung dan segalanya memang di luar dugaan.
Terlebih begitu ia menelusurinya lebih mendalam, sama sekali tidak ada petunjuk lagi yang mungkin bisa ia harapkan untuk sementara waktu. Bukan tidak ada, melainkan Jimin sedang memikirkan cara lain agar ia memiliki petunjuk lebih.

Lalu melanjutkan di tengah keterpurukan perasaan yang sama sekali tidak mampu rekannya tutupi.

“Mungkin seharusnya kau telah mengetahui ini minggu lalu bila jadwal pemotretanmu tidak mengalami kepadatan. Tapi ... aku pun secara jujur, sebagai temanmu juga cukup mengerti akan perasaanmu perihal ini. Benar-benar di luar dugaan. Namun, terlepas dari berita itu benar adanya atau tidak, sepertinya untuk selanjutnya hal ini bukan ranah yang berhak untuk kau masuki, Hoseok Hyung. Kau tahu mengapa? Karena menurut apa yang tertulis, bahkan dari pihak yang terkait dengan Vivian sekali pun masih menyangkalnya. Ya ... walaupun, namanya juga masih tersamarkan di sana. Tapi tetap saja, kita tidak bisa mendapatkan berita apa pun setelahnya untuk saat ini.”

Hoseok yang merasa frustrasi pun segera menyipitkan pandangannya pada Jimin dan memalingkan wajahnya. Menggarisbawahi hal yang cukup mengetuk batinnya.

“Maksudmu?”

Jimin menghela napas samar seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya sebelum turut bangkit berdiri mengimbangi Hoseok. Kali ini memilih menyejajarkan dirinya tepat di samping Hoseok yang sedang berdiri menghadap jendela besar yang menghubungkan ruang tamu tersebut sekaligus mengarah ke balkon.

Selang dua detik berikutnya, barulah Jimin menimpali.

“Seseorang yang berhasil mendapatkan informasi yang bersifat pribadi mengenai kabar dating antara Vivian Jung dengan pria misterius ini, pria ini telah tiada. Kecelakaan lalu lintas tunggal telah menewaskannya  sebelum kejadian Vivian yang memutuskan untuk bunuh diri. Dan Infotainment yang menaunginya pun juga tidak akan memberitahukan apa pun mengenai kabar ini. Mengingat, penyelidikan ini sifatnya hanya pribadi bagimu. Dan yang menuntutnya pun bukan dari pihak keluarga. Sehingga sangat sulit untuk dilakukan dengan alasan logis sekalipun mengingat lima tahun telah berlalu sejak kejadian yang turut menyeret namamu itu. Sekaligus ... kau menguaknya atas kehendakmu sendiri. Terlebih lagi putrinya yang kini tinggal bersamamu ... hal ini bisa saja akan memberatkanmu di kemudian hari jika kau bersikeras untuk mengusutnya tanpa persetujuan keluarga. Aku tahu, selama ini kau melindungi citra baik dari seseorang Vivian yang nilainya melebihi apa pun. Tapi ... jadi bila aku boleh saran ... mungkin sepertinya kau harus berhenti sampai di sini.”

Hoseok menyeringai dan menatap Jimin tajam. Sedikit tidak suka akan apa yang ia dengar meski sesungguhnya, pikiran rasionalnya pun turut membenarkan setiap ucapan Jimin. Dengan menghela napas berat dan menaikkan sebelah alisnya, kedua tangannya yang terkepal kuat di kedua sisi tubuhnya dan tertangkap jelas oleh kedua netra Jimin yang merupakan pertanda penolakan, semakin membelenggu perasaan Hoseok sendiri.

Gamang, bahkan Hoseok tidak bisa memutuskan apa pun di antara saran yang seharusnya terdengar bijak itu.

UNTOUCHABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang