Mendirikan sebuah agensi bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan. Seorang S.Coups yang katanya memiliki aura seorang alpha leader pun mengakuinya. Tidak cukup reputasi dan popularitas yang dimiliki oleh Seventeen selama ini. Di dalam dunia bisnis, yang dibutuhkan adalah uang. Tanpa satu hal itu, tidak akan ada yang bisa bertahan.
Empat bulan berlalu sudah sejak kontrak seluruh anggota Seventeen resmi berakhir di perusahaan lama mereka. Kabar tentang mereka yang akan mendirikan agensi sendiri sudah santer diberitakan oleh media. Akan tetapi, sampai detik ini, agensi tersebut sama sekali belum beroperasi.
Sebagai grup, Seventeen menyatakan untuk hiatus sejenak. Termasuk para anggota yang menjadi duta merk global. Karena mereka dikontrak melalui perusahaan lama mereka, ketika kontrak dengan Pledis berakhir, mereka diharuskan untuk memperbaharui sendiri kontrak mereka dengan merk-merk tersebut.
Karena popularitas para anggota, pihak merk yang mengontrak mereka tidak keberatan memberikan waktu bagi para anggota untuk memperbaharui kontrak mereka. Namun, para anggota juga menyadari, semakin lama mereka membuat pihak pemilik merk tersebut menunggu, akan semakin besar kemungkinan mereka akan digantikan oleh orang lain.
Semakin hari tekanan dan desakan, meski tidak terang-terangan dikatakan di depan S.Coups, namun hal tersebut cukup membuat pemuda Choi itu frustasi. Meskipun dengan keberadaan Jeje di sisinya, S.Coups tidak bisa menyembunyikan keresahan, kecemasan, dan rasa putus asa yang menyelimutinya. Dia tahu, seluruh anggota menaruh harapan besar kepadanya. Dan dia akan merasa sangat bersalah jika dia tidak bisa mewujudkan apa yang sudah dia janjikan di depan para anggotanya.
Suara barang-barang berjatuhan terdengar dari balik pintu ruang kerja S.Coups. Jeje dan Mingyu yang berdiri di depan pintu, memilih untuk urung masuk ke dalam. Padahal Mingyu datang ke gedung yang dibeli oleh S.Coups yang nantinya akan menjadi agensi mereka itu untuk membahas soal kontraknya sebagai duta global salah satu merk fashion ternama. Namun sepertinya, Mingyu datang di waktu yang salah. Tidak mungkin dia mengajak S.Coups untuk bicara ketika mood pemimpin grupnya itu sedang sangat buruk.
"Apa aku kembali besok saja ya, Noona ?" tanya Mingyu pada Jeje yang berdiri di sampingnya.
Jeje menghembuskan napas panjang.
Jangan salah....
Sebagai orang terdekat S. Coups sekarang, tidak berarti Jeje tidak merasakan emosi kekasihnya itu yang naik turun karena tekanan dan beban pikiran yang sedang dia rasakan. Beberapa kali, S.Coups membentak dirinya. Namun Jeje memaklumi hal itu. Dia tidak menjauh. Dia justru semakin mendekat. Karena Jeje tahu, kalau bukan dia, siapa lagi yang akan menjadi penopang bagi prianya itu ?"
"Noona.... Eotte ?" tanya Mingyu lagi.
Jeje mendongak, menatap Mingyu yang jauh lebih tinggi dari dirinya.
"Kapan tenggat waktu yang diberikan oleh mereka ?" Jeje balik bertanya.
"Minggu depan, Noona...."
Jeje mengusap keningnya beberapa kali. Mencoba mencari solusi yang terbaik untuk Mingyu.
"Kembalilah besok ke sini, Mingyu-ya.... Noona akan bicara dulu dengan Seungcheol. Semoga nanti malam, suasana hatinya bisa lebih baik....." putus Jeje akhirnya.
"Memangnya, belum ada investor yang mau menanamkan modal di agensi kita ya, Noona ?"
Jeje langsung membawa Mingyu menjauh dari ruang kerja S.Coups. Pembicaraan soal investor ini merupakan topik yang sangat sensitif bagi S.Coups sekarang. Dalam empat bulan ini, sudah puluhan pertemuan yang dilakukan oleh S.Coups dengan para pemilik modal. Tapi, belum ada satu pun yang tertarik dengan proposal bisnis yang dibuat oleh S.Coups. Sementara, uang yang dikumpulkan oleh para anggota sudah semakin menipis. Untuk mengeluarkan satu single saja, uang yang tersisa mungkin tidak akan cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Future
FanfictionTiga tahun setelah proyek All Good selesai.... Apakah kisah S.Coups dan Jeje akan menemukan akhir bahagianya Atau justru mereka akan berpisah selamanya..... Inspired by : Woozi - What Kind Of Future Highest Rank : #1 in carat (13032024) #8 in yoon...